Mozaik Peradaban Islam

Kiprah Harun al-Rasyid dalam Zaman Keemasan Islam (3): Bantuan Keluarga Persia al-Baramikah (3)

in Sejarah

Last updated on May 15th, 2021 02:06 pm

Ketika Harun al-Rasyid menjadi khalifah, Yahya al-Baramikah diangkat menjadi wazirnya. Dia diberi kuasa mengendalikan administrasi kerajaan hampir secara total hingga selama 17 tahun.

Ilustrasi Khalifah Harun al-Rasyid. Foto: Google/Unknown

Zaman kemudian terus berganti kembali, Khulafaur Rasyidin digantikan oleh kekhalifahan Dinasti Umayyah. Dan ketika Umayyah sudah mendekati masa-masa akhirnya, keluarga al-Baramikah (Barmakids) merapat ke prospek calon penguasa terkuat pada masa itu, yaitu Bani Abbasiyah.

Ketika Bani Abbasiyah melakukan pemberontakan kepada Dinasti Umayyah, keluarga al-Baramikah mendukung pemberontakan tersebut. Pada saat pemberontakan itu berlangsung, kepala keluarga al-Baramikah, Khalid bin Barmak, mengelola wilayah keluarga tersebut di wilayah yang di masa kini disebut Irak, mengawasi pasukan militer, dan mengumpulkan pajak tanah setempat.

Keluarga al-Baramikah dikenal karena pandangan mereka yang toleran terhadap agama dan filsafat, dan mereka kemudian dikenal lebih luas karena dukungan mereka terhadap seni dan sains yang muncul ketika Zaman Keemasan Islam berlangsung.[1]

Setelah Bani Abbasiyah berhasil menggulingkan Dinasti Umayyah dan naik ke tampuk kekuasaan pada tahun 750, Khalid bin Barmak memainkan peran utama dalam mengelola dinasti baru tersebut dengan menjadi kepala berbagai biro kesekretariatan dan juga menjadi gubernur di beberapa provinsi.[2]

Sementara itu Yahya, putra Khalid, menjadi guru dan pengajar ilmu-ilmu pemerintahan dan militer bagi Harun al-Rasyid yang kelak akan menjadi khalifah Abbasiyah di masa mendatang.[3] Pada sekitar tahun 779, Harun muda — sebagai anak laki-laki yang masih berusia sekitar 14 tahun pada saat itu — ditunjuk untuk memimpin ekspedisi militer Abbasiyah melawan kekaisaran Kristen Bizantium.[4]

Dalam ekspedisi itu dia ditemani oleh Yahya yang terlatih dan cakap. Yahya mengawasi dengan cermat dan memastikan agar Harun muda dapat menyukseskan misi tersebut agar pada saat dia pulang dia dapat disambut dan dielu-elukan di lingkungan istananya.

Bahwa kemudian Khalid dan Yahya sempat dipenjarakan oleh Dinasti Abbasiyah, toh itu hanya merupakan ketidaknyamanan yang berlangsung tidak lama. Khalid bin Barmak pada satu titik ternyata pernah berseteru dengan al-Mansur, kakek al-Rasyid, dan Khayzuran, ibunda al-Rasyid, kemudian memulihkan kembali hak istimewa Khalid.

Kakak laki-laki al-Rasyid, Al-Hadi, sempat naik ke tampuk kekhalifahan. Tapi dia meninggal tak lama kemudian karena sebab yang misterius. Alhasil, al-Rasyid, yang kini berusia 20 tahun, menjadi khalifah Abbasiyah yang kelima.[5]

Di bawah khalifah yang baru ini Yahya kemudian diangkat menjadi wazirnya, yang mana dia diberi kuasa untuk mengendalikan administrasi kerajaan hampir secara total hingga selama 17 tahun berikutnya.[6]

Harun al-Rasyid diangkat menjadi khalifah sekitar tahun 786, dan pada saat itu Baghdad adalah kota terbesar di dunia selain China. Dari sejak pendiriannya yang direncanakan dengan hati-hati hanya dua dekade sebelumnya, Baghdad telah tumbuh menjadi kota metropolis yang luas dengan populasi antara 800.000 hingga 1 juta orang.

Wilayah kekuasaan Kekhalifahan Abbasiyah membentang dari Maroko modern di barat hingga Turki modern di utara dan timur melintasi Persia dan Afghanistan hingga Pakistan, hingga Laut Aral dan sebagian Asia Tengah.

Pada puncaknya, kira-kira 20 persen populasi dunia hidup di dalam kekhalifahan Abbasiyah dan wilayah kekuasaan dinasti ini mencakup 8 persen permukaan tanah di bumi.

Terlepas dari betapa luasnya kerajaan ini, orang-orang Arab pada masa itu masih tertinggal jauh di belakang dalam pencapaian artistik dan kebudayaan dari peradaban-peradaban lainnya seperti China, Bizantium, dan Persia, yang mana hal ini mencerminkan bahwa mereka merupakan kekuatan besar dunia yang baru saja lahir, tidak seperti peradaban-peradaban besar lainnya yang memiliki usia sudah sangat lama.

Bukti kecintaan Harun al-Rasyid kepada — dan apresiasinya terhadap— peradaban Persia dapat dilihat dari orang-orang yang berada di pusaran lingkaran kekuasaannya yang begitu mempengaruhinya dalam proses pengambilan keputusan, mereka adalah orang-orang Persia, utamanya dari keluarga al-Baramikah.[7]

Putra Yahya, yaitu Jafar, juga memiliki peranan yang sama pentingnya selama periode ini, dia diberi kepercayaan untuk menjadi gubernur beberapa provinsi, memimpin tentara, dan mendampingi calon khalifah muda. Berbagai catatan sejarah menekankan bahwa pada masa-masa ini keluarga Abbasiyah dan keluarga al-Baramikah secara pribadi sangat dekat, bahkan dari sejak awal.

Yahya sendiri pada periode ini menaruh minat pribadi pada karya-karya Sanskerta dan agama-agama dari India. Di bawah dorongan al-Baramikah Dinasti Abbasiyah melakukan penerjemahan buku-buku Sanskerta ke dalam bahasa Arab.

Ketika keturunan Barmak tiba-tiba dan secara paksa disingkirkan dari kekuasaan oleh Khalifah Harun aI-Rasyid pada tahun 803, dan pengaruh al-Baramikah menghilang, tidak ada terjemahan lebih lanjut dari bahasa Sanskerta ke dalam bahasa Arab yang diketahui.

Penerjemahan Sanskerta ke Arab baru ada kembali dua abad kemudian di India sendiri. Hal ini dilakukan oleh cendekiawan al-Biruni dalam keadaan yang sudah benar-benar berbeda.[8]

Laporan menyatakan bahwa penyingkiran al-Baramikah dari lingkungan istana adalah karena Yahya terlampau berkuasa. Dan selain itu Jafar bin Yahya dikabarkan melakukan perselingkuhan dengan saudara perempuan Harun aI-Rasyid, Abbasah. Harun kemudian memerintahkan Jafar untuk dibunuh.[9] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Eamonn Gearon, The History and Achievements of the Islamic Golden Age (The Great Courses: Virginia, 2017), hlm 21.

[2] Kevin van Bladel, “The Bactrian Background of the Barmakids”, dalam Anna Akasoy, Charles Burnett, Ronit Yoeli –Tlalim (ed), Islam and Tibet Interactions along the Musk Routes (Ashgate Publishing Limited: England, 2011), hlm 45.

[3] Ibid.

[4] Eamonn Gearon, Loc.Cit.

[5] Ibid., hlm 21-22.

[6] Kevin van Bladel, Loc.Cit.

[7] Eamonn Gearon, Op.Cit., hlm 22-23.

[8] Kevin van Bladel, Op.Cit., hlm 45-46.

[9] Nadirsyah Hosen, “Khalifah Harun Ar-Rasyid: Masa Keemasan Abbasiyah”, dari laman https://geotimes.id/kolom/politik/khalifah-harun-ar-rasyid-masa-keemasan-abbasiyah/, diakses 14 Mei 2021.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*