Mozaik Peradaban Islam

Satu Abad Pejuang Toleransi Ustadz Husein al-Habsyi (1): Masa Kecil (1)

in Tokoh

Last updated on April 22nd, 2021 03:11 pm

Husein al-Habsyi dikenal sebagai sosok yang selalu mendorong persatuan umat Islam dan toleransi lintas mazhab. Bagi Husein, Muslim harus berpikir bebas, sehingga tak mudah dikotak-kotakkan oleh paham dan aliran yang berpandangan sempit.

Habib Husein al-Habsyi. Foto: Instagram/YAPI

Pada hari Jumat 14 Januari 1994 ribuan pentakziah larut dalam duka dan dengan khusyuk turut mengiringi jenazah seorang tokoh ke Masjid Jami Bangil untuk disalatkan. Setelah disalatkan mereka mengantarnya ke belakang Masjid Tsaqalain yang terletak di komplek Pesantren Putra Al-Ma’hadul Islami Yayasan Pesantren Islam (YAPI), Desa Kenep Beji Pasuruan, di sanalah dia pada akhirnya dimakamkan.[1]

Sosok yang baru saja dimakamkan tersebut adalah Habib Husein bin Abu Bakar al-Habsyi, atau lebih akrab disapa dengan sebutan Ustadz Husein al-Habsyi saja. Kendatipun pada akhir hayatnya lebih dikenal sebagai seorang pendidik, namun sesungguhnya beliau pernah mengalami berbagai macam perjalanan kehidupan yang menakjubkan, di antaranya sebagai pejuang kemerdekaan, agen pergerakan anti Komunis, politisi Partai Masyumi, Ketua Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), juru dakwah Islam, dan bahkan beberapa kali sempat dipenjarakan oleh penguasa Orde Baru.[2]

Sebagai pendakwah, Husein al-Habsyi dikenal sebagai sosok yang selalu mendorong persatuan umat Islam dan toleransi lintas mazhab. Bagi Husein, Muslim harus berpikir bebas, sehingga tak mudah dikotak-kotakkan oleh paham dan aliran yang berpandangan sempit. Pandangan dan sikapnya yang demikian ini tak jarang membuatnya harus berhadapan dengan teror dan fitnah dari kalangan orang-orang yang berpikiran sempit.

Kini, menjelang satu abad dari sejak kelahiran Husein al-Habsyi, jejak pemikirannya terus lestari di lingkungan keturunan, keluarga, dan para pengikutnya. Artikel ini dibuat untuk menuliskan kisah kehidupan dan juga pemikiran-pemikiran Husein al-Habsyi yang tak lekang zaman.

Masa Kecil

Husein al-Habsyi dilahirkan pada 21 April 1921 dari pasangan Abu Bakar bin Syaikh dan Syifa binti Salim Baraja, tepatnya menjelang waktu Zuhur di  sebuah rumah di Jalan Ampel Maghfur No. 18, Surabaya.

Rumah tersebut adalah rumah milik Aisyah Baraja, nenek Husein al-Habsyi. Sampai saat ini, rumah tersebut masih tetap ada dan menyimpan ribuan kenangan bagi keluarga besar Husein al-Habsyi yang telah pindah ke Bangil.[3]

Rumah tempat Husein al-Habsyi dilahirkan, tidak jauh dari kompleks pemakaman Sunan Ampel, hanya sekitar 500 m dan bisa ditempuh dengan cara berjalan kaki. Semenjak berabad-abad, wilayah ini sering disebut dengan “Kampung Arab”, sebab sebagian besar penghuninya dulunya adalah para pendatang yang berasal dari Hadhramaut, Yaman Selatan.[4]

Lukisan karya Gerard Pieter Adolfs (1897-1968) yang menggambarkan suasana Kampung Arab di Ampel, Surabaya pada tahun 1934. Foto: Eveline Borntraeger-Stoll

Dan memang, Husein al-Habsyi sendiri adalah keturunan Yaman. Dan bukan sekadar keturunan Arab pada umumnya, melainkan dia adalah bagian dari para Habaib yang merupakan keturunan dari Nabi Muhammad saw.

Berdasarkan catatan dari Rabithah Alawiyah, yaitu sebuah lembaga yang menaungi para sayyid (keturunan Nabi) yang di antara berbagai tugasnya adalah mengeluarkan buku nasab (silsilah) para anggotanya,[5] Husein al-Habsyi terkonfirmasi sebagai seorang Habib.

Secara lengkap, silsilahnya adalah sebagai berikut ini: Husein bin Abu Bakar bin Syaikh bin Muhammad bin Husein bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah bin Muhammad bin Husein bin Ahmad Shahib Syi’ib bin Muhammad al-Ashghar bin Alwi bin Abu Bakar al-Habsyi bin Ali al-Faqih bin Ahmad al-Faqih bin Muhammad Asadillah bin Hasan al-Turabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Khali Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi Alawiyyin bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa Arrumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali Uraydi bin Jafar ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein Sayyid al-Syuhada bin Fatimah al-Zahra binti Muhammad saw.

Dengan demikian silsilah Husein al-Habsyi sambung-menyambung terus terhubung ke sosok manusia yang paling mulia, yaitu Nabi Muhammad saw. Husein al-Habsyi berada pada garis keturunan yang ketiga puluh lima.[6]

Sebagai catatan, Habib yang secara tekstual berarti “kekasih” adalah gelar kehormatan yang ditujukan kepada para keturunan Nabi Muhammad saw yang tinggal di daerah Lembah Hadhramaut, Yaman; Asia Tenggara; dan Pesisir Swahili, Afrika Timur.[7] Lebih spesifik lagi, definisi “keturunan” ini mesti dari keturunan Husein, yakni putra Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra.[8] (PH)

Bersambung ke:

Catatan kaki:


[1] “Biografi Ust. Husein Al-Habsyi”, dari laman https://yapibangil.org/biografi-ust-husein-al-habsyi/, diakses 14 April 2021.

[2] HM. Attamimy, Habib Husein al-Habsyi: Ihwal Hidup, Karya, dan Pemikiran (Grha Guru: Yogyakarta, 2009), hlm 57-58.

[3] Ibid., hlm 24.

[4] Ardiansyah Fajar dan Faiz Nashrillah, “Kampung Arab Ampel, Wali Songo hingga Kisah Kakek Anies Baswedan”, dari laman https://www.idntimes.com/news/indonesia/ardiansyah-fajar/mengenal-kampung-arab-ampel-surabaya/9, diakses 14 April 2021.

[5] Reja Hidayat, “Dinamika Menelusuri Silsilah Para Habib”, dari laman https://tirto.id/chda, diakses 14 April 2021.

[6] Data ini diperoleh dari Rabithah Alawiyah Pusat di Jakarta Selatan, sebagaimana dikutip oleh HM. Attamimy, Op.Cit., hlm 14.

[7] Ismail Fajrie Alatas, Habaib in Southeast Asia, The Encyclopaedia Of Islam Three (Leiden: Brill, 2018), hlm 56.

[8] Arbi Sumandoyo, “Kita Harus Bisa Memilah antara Sayid dan Habib”, dari laman https://tirto.id/kita-harus-bisa-memilah-antara-sayid-dan-habib-chc8, diakses 3 November 2017.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*