Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidz adalah ulama besar asal Yaman yang kiprahnya dalam dunia Keislaman diakui di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Dalam mempelajari Islam, Syeikh Mus’ab Penfound berguru langsung kepada Habib Umar, berikut ini adalah kisahnya.
Tentang Habib Umar
Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidz adalah ulama besar asal Yaman yang kiprahnya dalam dunia Keislaman diakui di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Nasab beliau masih bersambung kepada Nabi Muhammad SAW dari jalur pernikahan Fatimah binti Muhammad dengan Ali bin Abu Thalib.[1] Dalam mempelajari Islam, Syeikh Mus’ab Penfound berguru langsung kepada Habib Umar.
Ketika ditanya pengalamannya bersama Habib Umar, dia menceritakan, “Salah satu pengalaman yang paling saya ingat adalah ketika kita hendak pergi ke rumahnya untuk sebuah pengajian setelah shalat Dzuhur. Kemudian salah seorang yang biasa mengatur penerimaan tamu (mengatakan) tidak akan ada pengajian hari ini. Apa yang kemudian terjadi adalah salah satu pelajaran yang paling berharga. Apa yang beliau (Habib Umar) lakukan adalah menemui orang-orang yang tidak pernah diterima di kota itu, dan mengajak mereka ke rumahnya, bahkan beberapa di antara mereka memiliki cacat fisik…. mereka luar biasa miskin (dan) tanpa keluarga.[2]
“Mereka adalah jenis orang-orang yang ditolak oleh masyarakat. Lalu beliau membuat keputusan untuk membawa mereka, dan salah satu momen yang sangat kuat yang pernah saya alami adalah ketika mendapat kesempatan (untuk melihatnya) dan benar-benar sebuah kehormatan (baginya) untuk mencuci tangan mereka sebelum jamuan makan – benar-benar makanan yang baik. Dan (setelah makan) beliau memeluk mereka…. Tidak ada kamera (untuk merekam kejadian) di sana, itu hanyalah pengalaman yang sangat nyata tentang kemanusiaan.”[3]
Kemudian penerima tamu yang barusan memberitahu tidak akan ada pengajian memberi tahu Syeikh Mus’ab bahwa Habib Umar memberikan sejumlah uang secara diam-diam kepada masing-masing orang miskin itu. “Bagi saya itu adalah ekspresi kemanusiaan yang tulus yang ditampilkan oleh Habib Umar tentang makna menjadi seorang manusia dan itulah maknanya menjadi pewaris Nabi SAW,” kata Syeikh Mus’ab mengenang kejadian tersebut.[4]
Kisah Pertama Kali ke Yaman
Syeikh Mus’ab menceritakan tentang Ayah dan Ibunya yang akhirnya juga memeluk Islam. Ketika mereka pertama kali ke Yaman untuk belajar tentang Islam, bagi orang Inggris usia paruh baya seperti mereka Yaman adalah dunia yang sangat berbeda. “Pengalaman pertama ketika duduk bersama di hadapan piring (untuk makan bersama) dengan makanan yang mengagumkan, dan keramahan (orang-orangnya), dan lalu seseorang – dalam arti sebenarnya—tiba-tiba mengambil daging untuknya sendiri, itu tidak pernah terjadi di tempat saya berasal (Inggris)…. Bagi orang-orang modern seperti mereka itu adalah pengalaman yang sangat aneh,” kata Syeikh Mus’ab.[5]
Hal lainnya yang cukup aneh bagi orang Inggris ketika berada di Yaman adalah saat mereka bertemu dengan orang-orang di jalanan mereka akan mengucapkan salam, “Assalamualaikum.” Ayahnya tadinya menyangka bahwa orang-orang itu sedang berbicara bahasa Hindi kepadanya. Barulah kemudian dia mengetahui bahwa itu merupakan ucapan salam dalam Islam, dia bertanya-tanya, “Kenapa? Dia bahkan tidak mengenal saya.” Setelah mereka kembali ke Inggris, berbagai macam pengalaman mereka di Yaman untuk mengenal Islam menjadi suatu kenangan yang indah, dan lucu, karena sebelumnya mereka tidak paham.[6]
Kosep Memberi dalam Islam
Saat ini, selain aktif dalam berdakwah, Syeikh Mus’ab dipercaya untuk mengelola sebuah lembaga amal, menurutnya, seluruh metode lembaga tersebut mengikuti apa yang Rasulullah ajarkan, yakni integritas. “Salah satu prinsip yang benar-benar menarik bagi saya adalah kebijakan 100 % donasi. Hampir-hampir sangat tidak masuk akal bila dikaitkan dengan rencana bisnis modern. Banyak dari ini yang tampak tidak masuk akal bila dibandingkan dengan yang berjalan (di masa kini). Dan konsep barakah, atau berkah, yang mana secara autentik Islami, yang kita yakini dari yang tidak terlihat, yang kami yakini dari penyaluran bantuan, yang berasal dari dasar ini, adalah struktur yang sangat penting.”[7]
Hal lain yang dikagumi oleh Syeikh Mus’ab dari Islam adalah perayaan Idul Adha, dia berkisah, tidak seperti negara-negara lain yang sejahtera, Yaman adalah negara yang sangat miskin. Suatu waktu Syeikh Mus’ab membagikan daging qurban di Yaman, dan anak lelaki yang menerima daging tersebut menangis, “Terakhir kalinya dia memiliki daging adalah ketika diberikan kepadanya pada Eid (Idul Adha) sebelumnya,” kata Syeikh Mus’ab. Baginya, tradisi Idul Adha adalah contoh warisan suci dari Nabi Muhammad tentang “memberi” kepada sesama, bahkan meskipun itu hanyalah sebuah senyuman.[8]
Masih terkait konsep “memberi” Syeikh Mus’ab menjelaskan lebih jauh, “Bukan hanya tentang orang-orang menerima uang, yang mana itu (sebenarnya juga) baik, tapi bagaimana memberi dari hati. Bahkan etika kenabian (mengatakan), ketika Anda memberi uang, Anda tidak meletakkannya dari atas ke bawah sehingga Anda menempatkan uang itu dengan telapak tangan Anda ke atas, karena orang yang mengambilnya sebenarnya sedang membantu Anda memurnikan kekayaan Anda.”[9]
Saat ini Syeikh Mus’ab aktif berdakwah di banyak tempat di berbagai penjuru dunia, berikut ini adalah salah satu video dakwah beliau:
(PH)
Selesai.
Sebelumnya:
Syeikh Mus’ab Penfound (1): Pria Inggris yang Masuk Islam karena Akhlak Muslim
Catatan Kaki:
[1] “Habib Umar bin Hafiz”, dari laman https://www.simplyislam.sg/main/about/our-scholars/habib-umar-bin-hafiz/, diakses 9 Januari 2019.
[2] Wawancara Syafiq Borhannuddin dengan Syeikh Mus’ab Penfound di radio IKIM FM, Malaysia, 29 September 2018, dari laman https://www.youtube.com/watch?v=uOs8qGKXxOY, diakses 9 Januari 2019.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Ibid.