Mozaik Peradaban Islam

Tiga Tingkatan Puasa Menurut Tafsir Ruh Al-Bayan

in Ramadania


Selain hanya menahan lapar, haus, dan berhubungan badan, puasa sebenarnya memiliki tingkatan lain yang lebih tinggi lagi, dan hanya orang-orang khusus yang mampu melakukannya.


Jika dibandingkan dengan ibadah lainnya, puasa adalah satu-satunya ibadah yang tidak terlihat secara kasat mata. Tidak seperti salat, membaca Alquran, zakat, atau haji yang dapat terlihat. Seseorang yang benar-benar memiliki tekad berpuasa, akan menjalaninya meski memiliki banyak kesempatan untuk makan dan minum tanpa diketahui orang lain. Oleh karena itu, puasa sangat berperan penting dalam menguatkan tekad atau kehendak seseorang.

Seseorang yang dalam sebulan dapat mengontrol hawa nafsunya dalam hal makan dan berhubungan badan, tentu dapat mengendalikan dirinya dalam menyikapi sejumlah masalah lain. Misal saja, mengendalikan dirinya untuk sekuat mungkin menghindari ‘uang haram’ seperti korupsi dan menjaga nama baik orang lain dari gibah yang sebagian orang dengan enteng melakukannya tanpa pertimbangan.

Di sisi lain, puasa berdampak menjadikan orang semakin memiliki rasa empati pada orang lain. Bagaimana tidak, apa yang dirasakan oleh kaum fakir miskin di mana mereka kerap menderita kelaparan dapat dirasakan langsung oleh orang yang berpuasa selama sebulan. Pengalaman langsung atau ikut merasakan ‘derita lapar’ ini tentunya berbeda dari sekedar mendengar atau melihat orang yang kelaparan.

“Puasa adalah setengah dari sabar,” sabda Rasulullah Saw.

Dalam ayat perintah puasa (QS. Al Baqarah: 183), disebutkan bahwa tujuan puasa ialah meraih ketakwaan.  Takwa berarti menjauhkan diri dari dosa. Jika ditelisik lebih jauh, sebagian besar dosa yang dilakukan oleh manusia berakar pada amarah dan syahwat. Pada sisi ini, puasa membantu seseorang untuk dapat mengendalikan keduanya, sedemikian sehingga dapat mengurangi kerusakan dan menambah ketakwaan.

Nah, sebagaimana derajat takwa yang bertingkat-tingkat, puasa pun memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Seperti dikutip dari Tafsir Ruh Al-Bayan, tingkatan paling bawah ialah sebagaimana yang dijalankan umumnya masyarakat Muslim yang hanya menahan lapar, haus, dan berhubungan badan dari terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari.  Pada tingkatan selanjutnya, selain tidak melakukan apa yang membatalkan puasa secara fikih, juga tidak melakukan segala bentuk perbuatan dosa.

TIngkatan yang lebih tinggi lagi, mungkin hanya dijalani oleh orang-orang yang khusus, ialah menjaga diri dari yang membatalkan puasa, dosa, dan melencengnya hati dari perhatian pada Allah, Raja seluruh semesta ini. Sedemikian sehingga puasa dapat mengantarkan pribadi siapapun untuk menjadi “manusia-malaikat”.

Puasa sebagai ibadah memang  telah dijalankan oleh umat-umat terdahulu. Namun, khusus puasa di bulan Ramadan hanya dikhususkan untuk para nabi, yang kemudian diwajibkan bagi umat Muhammad Saw.

Tingkatan agung puasa yang melampaui alam materi ini juga memberikan petunjuk betapa besarnya ganjaran orang-orang yang berpuasa. Rasulullah pernah bersabda, “Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadan karena Allah Swt, maka seluruh dosanya diampuni.”

Juga dalam hadis Qudsi, Allah Swt berfirman, “Puasa itu untuk-Ku dan Aku Sendiri yang akan memberinya ganjarannya.” Bahkan dalam riwayat lain mengatakan, barang siapa yang berpuasa maka pahalanya sebanding dengan pahala semua ibadah. (YS, MQ)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*