Mozaik Peradaban Islam

Timur Lang (1): Penakluk Lebih dari Setengahnya Dunia

in Tokoh

Last updated on June 21st, 2018 02:08 pm

“Oleh orang Eropa dia digambarkan sebagai setan haus darah. Sementara di Asia, oleh musuhnya dia dijuluki ‘serigala perusak’, dan oleh pengikutnya dia dijuluki ‘singa penakluk’. Dia adalah Timur si Pincang.”

–O–

Wajah Timur yang direkontruksi dari jenazahnya pada tahun 1941 oleh ilmuwan Rusia, M. M. Gerasimov.

Lebih dari 600 tahun yang lalu, seorang pria mencoba membuat dirinya menjadi penguasa dunia. Seluruh daerah yang dia coba untuk taklukan berakhir dengan kesuksesan di pihaknya. Nama pria tersebut adalah Timur, yang berarti “besi” dalam bahasa Turki. Oleh musuh Persianya dia disebut Timur-i lang,[1] yang berarti “Timur si Pincang”.[2] Sementara orang-orang Eropa menyebutnya Tamerlane, yang berasal dari kata Timur the Limper (Timur si Pincang)[3] atau Timur the Lame (Timur si Timpang).[4] Konon Timur mendapatkan luka di kaki kanannya karena tertembak panah, dan setelahnya dia tidak pernah bisa berjalan dengan normal seperti semula.[5]

Di masa hidupnya, dia adalah penakluk terbesar kedua setelah Alexander Agung. Pasukannya melintasi Eurasia dari Delhi ke Moskow, dari Pegunungan Tien Shan di Asia Tengah ke Pegunungan Taurus di Anatolia. Dari tahun 1370 sampai kematiannya tahun 1405, Timur membangun sebuah kerajaan yang kuat dan menjadi yang terakhir dari para pemimpin besar nomaden.[6]

Pada mulanya Timur adalah seorang pria yang sederhana – pemilik tidak lebih dari beberapa ternak dan tanah di wilayah Asia Tengah yang dikuasai oleh penguasa lokal. Dia bukan putra seorang raja, seperti Alexander, atau pewaris kepala suku, seperti Genghis Khan. Alexander Agung memiliki orang-orang Makedonia, dan Genghis Khan memiliki pasukan Mongolnya, sejak awal mereka sudah memiliki modal yang cukup banyak untuk menjadi penakluk. Tetapi tidak dengan Timur, dia adalah pengumpul orang-orang dari berbagai latar belakang hingga akhirnya dapat menjadi pasukan besar.

Satu demi satu, dia menundukan berbagai pasukan, sehingga akhirnya menguasai lebih dari setengahnya dunia. Dia menghuncurkan berbagai kota, dan membangunnya kembali dengan cara yang dia inginkan. Di jalan-jalan yang berada di bawah kekuasaannya, para kafilah pedagang dari dua benua melintas. Di bawah tangannya, dia menghabiskan uang negara untuk apapun yang dia suka. Dalam waktu sebulan, dia mendirikan istana-istana dia atas puncak gunung. Harold Lamb penulis buku Tamerlane: The Earth Shaker, menggambarkan Timur sebagai seorang penghancur yang mendatangkan kesedihan, tetapi kemudian dia membangun kembali sesuai dengan keinginan hatinya.

Di masa lalu, oleh orang-orang Eropa, dia digambarkan sebagai sosok yang tanpa ampun, senang berhilir mudik di depan tenda emas dan menara-menaranya yang terbuat dari tengkorak manusia. Beberapa menggambarkannya sebgai seorang setan. Sementara itu di Asia, orang-orang tampak lebih mengenalnya secara lebih realistik, bukan dongeng, baik itu sebagai kebanggaan maupun sebagai bencana. Musuh-musuhnya menjuluki Timur dengan sebutan “Serigala Abu Hebat Pemakan Dunia”, sementara itu para pengikutnya menjulukinya sebagai “Singa Penakluk”.

Secara garis keturunan, Timur cukup sulit untuk diklasifikasikan, sebab dia bukan bagian dari dinasti manapun, meskipun nantinya dia membangun dinastinya sendiri. Dia juga tidak seperti Attila, pemimpin suku Barbar yang merampas Roma, Timur lebih suka membangun kotanya sendiri di padang pasir. Dia menjadikan dirinya sendiri sebagai seorang raja, namun dia menghabiskan sebagian besar hidupnya di atas pelana kuda.

Dan ketika dia membangun sesuatu, dia tidak ingin menggunakan pola arsitektur yang sudah ada sebelumnya, dia membuat sesuatu yang baru berdasarkan seleranya sendiri. Konon, kubah hasil karya arsitektur Timur di kemudian hari menjadi isnpirasi bagi desain arsitektur di Rusia dan Taj Mahal. Taj Mahal sendiri dibangun oleh salah satu cicit Timur, penguasa kekaisaran Moghul.[7]

Timur dibesarkan dalam lingkungan politik, ekonomi, dan budaya yang berakar pada masyarakat penggembalaan dan tradisi nomaden di Asia Tengah. Dia dan rekan-rekannya mendalami seni militer dan disiplin seperti Genghis Khan, kaisar Mongol, misalnya teknik memanah dan berpedang di atas kuda. Dia juga merendahkan kehidupan para petani yang tinggal menetap di suatu tempat. Timur tidak pernah menetap di suatu tempat, sepanjang hidupnya dia sendiri yang memimpin pasukannya dalam setiap peperangan. Bersama para prajuritnya dia turut merasakan panasnya gurun dan dinginnya udara malam yang menusuk.

Ketika tidak sedang berperang, dia berpindah-pindah dengan pasukannya menyesuaikan dengan musim dan ketersediaan lahan untuk menggembala. Orang-orang “istana”-nya pun ikut bersamanya, termasuk salah satu atau lebih dari sembilan istri dan selirnya. Dia menjadikan Samarkand (sekarang di Uzbekistan, salah satu kota terindah di Asia) sebagai ibukota kekaisarannya, tetapi ketika dia mengunjunginya dia tinggal hanya beberapa hari dan kemudian pindah kembali ke daerah perkemahannya di dataran di luar kota.[8] (PH)

Bersambung ke:

Timur Lang (2): “Pewaris” ajaran Islam dan Genghis Khan

Catatan Kaki:

[1] “Timur: Turkic conqueror”, dari laman https://www.britannica.com/biography/Timur, diakses 19 Juni 2018.

[2] Harold Lamb, Tamerlane: The Earth Shaker (Burleigh Press: Great Britain, 1929), hlm 25.

[3] Ibid.

[4] “Timur: Turkic conqueror”, Ibid.

[5] Harold Lamb, Loc. Cit.

[6] “Tamerlane (1336 – 1405) – The Last Great Nomad Power”, dari laman http://www.silk-road.com/artl/timur.shtml, diakses 19 Juni 2018.

[7] Harold Lamb, Ibid., hlm 13-14.

[8] “Timur: Turkic conqueror”, Ibid.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*