Ketika mahallul qiyam (yaitu berdiri ketika kalimat asyarakal badru….) masyarakat meyakini bahwa Nabi Muhammad saw turut hadir di dalam acara tersebut. Berdirinya para peserta undangan ini adalah sebagai bentuk penghormatan terhadap Nabi.
Walimatussafar
Walimatussafar adalah perjamuan makan yang disediakan oleh pihak tuan rumah kepada para tamu dalam rangka tasyakuran acara pemberangkatan haji. Tujuan diadakannya walimatussafar ini agar orang yang hendak berangkat haji didoakan oleh masyarakat agar selamat dalam perjalanan dan memperoleh haji mabrur. [1]
Di kalangan masyarakat Bugis, Sulawesi Selatan, tradisi pembacaan Barzanji dalam acara ini biasanya dipadukan dengan berbagai penampilan kesenian, antara lain seni musik, tarik suara, dan keindahan syair kitab Barzanji itu sendiri. Dalam bahasa setempat, kegiatan ini disebut Mabarasanji.
Syair-syair dalam kitab Barzanji tersebut dilantunkan dengan lagu-lagu tertentu, dan biasanya juga diterjemahkan ke dalam bahasa Bugis supaya masyarakat paham terhadap arti yang ada di dalam Kitab Barzanji tersebut.
Dalam kasus tertentu terkadang tuan rumah hanya mengundang anak yatim atau pelajar pesantren untuk datang ke rumahnya, dia minta didoakan oleh mereka agar selamat sampai ke tanah suci. Selanjutnya barulah dia mengundang masyarakat untuk datang makan-makan, sambil minta didoakan juga supaya selamat sampai tujuan dan kembali dengan selamat.
Prosesi selanjutnya adalah penyerahan amplop yang dilakukan ketika pembacaan Barzanji sudah masuk pada kalimat asyarakal badru…. Semua warga yang ada di sekitar pembaca akan berdiri dan tuan rumah memasukkan amplop-amplop tersebut di setiap kantong baju mereka.[2]
Di banyak tempat, ketika mahallul qiyam (yaitu berdiri ketika kalimat asyarakal badru….) masyarakat meyakini bahwa Nabi Muhammad saw turut hadir di dalam acara tersebut. Berdirinya para peserta undangan ini adalah sebagai bentuk penghormatan terhadap Nabi.[3]
Walimah Wakirah
Walimah Wakirah adalah perjamuan makan yang disediakan oleh pihak tuan rumah kepada para tamu undangan dalam rangka tasyakuran acara penempatan rumah atau bangunan yang baru didirikan. Tujuan diadakannya walimah jenis ini adalah juga sebagai ungkapan rasa syukur atas rumah baru yang akan ditempati.[4]
Kembali kita ambil contoh dari masyarakat Bugis, menurut tradisi setempat, setiap orang yang memiliki rumah baru dapat dipastikan melaksanakan upacara Barzanji. Pada tahap persiapan, yakni sehari sebelum pelaksanaan upacara Barzanji, tetangga dan para kerabat akan datang untuk membantu mempersiapkan apa-apa saja kebutuhan pada hari pelaksanaan.
Di antara mereka ada yang pergi untuk mengundang imam, tokoh agama, dan anak pesantren. Lalu ada juga yang bertugas untuk mempersiapkan hidangan untuk esok harinya. Momen seperti ini sering dimanfaatkan juga untuk pertemuan keluarga yang datang dari jauh.
Keesokan harinya, saat acara dilaksanakan tuan rumah akan mengeluarkan nanre barazanji (hidangan Barzanji). Hidangan tradisional Bugis tersebut diletakkan di depan Imam dan akan didoakan agar menjadi berkat. Hidangan itu berupa tujuh buah talam yang berisi tujuh anak piring berisi lauk-pauk.
Secara lengkap, anak talam tersebut berisi:
a. Sepiring ikan goreng.
b. Sepiring ayam goreng.
c. Sepiring kari ayam.
d. Sepiring kari sapi.
e. Sepiring udang goreng.
f. Sepiring telur.
g. Sepiring piring tempa-tempa yang disertai nasi yang banyaknya disesuaikan dengan kondisi talam.
Dan ada juga dua talam lainnya yang berisikan:
1. Songkolo warna kuning dan pisang.
2. Kue-kue.
Pembacaan Barzanji diawali dengan pembacaan Ummul Quran oleh Imam. Selanjutnya pembacaan Barzanji dimulai oleh Imam dan dilanjutkan oleh pembaca berikutnya, yaitu para undangan lainnya sampai bait terakhir. Barzanji yang dibaca adalah Barzanji Natsar, yaitu prosa liris yang menceritakan kehidupan Nabi maupun silsilah beliau. Bagian ini terdiri dari sembilas sub-bab.
Setelah pembacaan Barzanji selesai, Imam akan memimpin pembacaan doa penutup. Setelahnya, hidangan yang tadi disebutkan di atas, akan dihidangkan untuk dinikmati oleh seluruh undangan yang hadir.[5] (PH)
Bersambung ke:
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1] M Idris Mas’udi, Walimahan, dalam Suwendi, Mahrus, Muh. Aziz Hakim, dan Zulfakhri Sofyan Pono (tim editor), Ensiklopedi Islam Nusantara: Edisi Budaya (Kementrian Agama RI: Jakarta, 2018), hlm 599.
[2] Kamaruddin, Barzanji (Suatu Tradisi Masyarakat Bugis di Desa Appanang Kec. Liliriaja Kab. Soppeng), (Tidak Diterbitkan: Skripsi Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, 2017), hlm 81-82.
[3] Muhammad Idris Mas’udi, Berjanjen, dalam Suwendi, Mahrus, Muh. Aziz Hakim, dan Zulfakhri Sofyan Pono, Op.Cit., hlm 49-50.
[4] M Idris Mas’udi, Loc.Cit.
[5] Kamaruddin, Op.Cit., hlm 71-78.