Mozaik Peradaban Islam

Pakistan (14): Sejarah dan Dinamika Kenegaraan (1)

in Negara Islam

Last updated on January 8th, 2019 11:25 am

Menurut Muhammad Iqbal, cendekiawan asal Pakistan, pada hakekatnya India tersusun  dari dua bangsa: Muslim dan Hindu. Oleh karena itu, untuk pertama kalinya ide berdirinya Pakistan dicetuskan oleh beliau.

Pada 1940, menjelang pembentukan Pakistan merdeka, Liga Muslim secara resmi mendukung pembagian India Inggris serta pendirian Pakistan. Pada 15 Agustus 1947, Inggris memutuskan untuk membagi dua wilayah bekas jajahannya tersebut dan menyerahkan kekuasaan atas wilayah tersebut secara terpisah kepada India dan Pakistan.

Selanjutnya sejarah Pakistan berlanjut dengan terjadinya pembagian wilayah Pakistan menjadi dua: Pakistan Barat dan Pakistan Timur. Jika Pakistan Barat adalah negara Pakistan saat ini, maka Pakistan Timur merupakan Bangladesh – negara pecahan Pakistan. Sekarang dua bagian negara itu dipisahkan oleh wilayah India sepanjang 1.600 kilometer.

Pakistan adalah bangsa Muslim terbesar kedua di dunia dan memiliki latar belakang etnik yang cukup  beragam: Punjabi, Shindhi, Pathan, Baluch, dan India. Kendati mayoritas penduduknya menganut Islam, namun secara keseluruhan, penduduk Pakistan memiliki latar belakang agama yang beragam. Minoritas non-Muslim di kawasan ini antara lain menganut Kristen, Hindu, dan Persi.[1]

Setelah mengalami perjuangan panjang, baik berjuang melawan penjajahan Inggris maupun konflik dengan kelompok Hindu, akhirnya Pakistan berdiri sendiri sebagai negara merdeka pada 15 Agustus 1947. Dalam perjuangan itu, sejumlah tokoh mengambil peranannya masing-masing. Umpamanya sebelum Pakistan menjadi negara dan merdeka, Sayyid Ahmad Khan telah mencetuskan gagasan Komunalisme.

Isi gagasan tersebut bahwa umat Islam di anak benua India itu perlu membentuk suatu kelompok yang berdiri sendiri.  Ide ini muncul berdasarkan pengamatannya bahwa di India terdapat tiga kekuatan sosial: umat Islam sebagai minoritas, Hindu sebagai mayoritas, dan Inggris sebagai pemilik kekuasaan politik dan  ilmu pengetahuan.[2] Kelak, gagasan Komunulisme terbukti menginspirasi Muhammad Iqbal dan memberikan energi bagi pembentukan negara Islam Pakistan.

Menurutnya, umat Islam dan umat Hindu mewakili dua budaya dan cara hidup berbeda. Perbedaan tersebut terdapat pada seluruh aspek kehidupan: makanan, pakaian, literatur, dan pola pikir. Kendati terbilang minoritas, namun umat Islam berhasil mempertahankan budaya mereka yang berbeda itu dan berhasil memelihara masyarakatnya secara utuh.

Namun, karena umat Islam tidak mau menjadi minoritas di negara India yang mayoritas orang Hindu, terutama akibat merasa diabaikan di Kongres Nasional India, akhirnya melalui Liga Muslim di bawah kepemimpinan Muhammad Ali Jinnah, golongan Muslim menuntut pemisahan diri dari India dan membentuk negara Islam yang berdiri sendiri.

Muhammad Iqbal (1877 – 1938), pencetus negara Pakistan. Photo:
Iqbal Academy Pakistan

Kendati begitu, rencana pembentukan negara Islam merdeka (baca: Pakistan) yang lepas dari India mendapat kecaman dan penolakan keras dari Jami’at al-Ulama (Perkumpulan Ulama-ulama India).  Menurut mereka, pembentukan negara Pakistan yang terpisah dari India tidak akan menyelesaikan masalah.  Sebab, di India terdapat banyak kaum Muslim yang telah lama hidup berdampingan dengan orang-orang non-Islam.

Kaum ulama tadi bersekutu dengan para tuan tanah beragama Islam. Di bawah pemerintahan Inggris, mereka dikukuhkan atas hak kepemilikan tanah mereka, melindunginya dari persaingan kepentingan finansial dengan pihak Hindu, bahkan beberapa tanah tambahan diberikan kepada mereka. Selanjutnya pada 1945, Liga Muslim mendesak para pemuka Islam bahwa apapun kepentingan lokal mereka, maka sebuah negara Muslim yang dijalankan orang Islam untuk mempertahankan prinsip-prinsip pola kehidupan Muslim, mutlak diperlukan.

Maka, Pakistan sebagai sebuah negara tersendiri bagi umat Islam pun akhirnya dicetuskan untuk pertama kalinya oleh Muhammad Iqbal, cendekiawan asal Pakistan. Menurut Iqbal, pada hakekatnya India tersusun  dari dua bangsa besar: Islam dan bangsa Hindu. Menurutnya, umat Islam India harus menuju pada pembentukan negara tersendiri yang terpisah dari negara Hindu di India.

Tujuan pembentukan Pakistan sebagai negara tersendiri ditegaskan dalam Rapat Tahunan Liga Muslim pada 1930. Dalam rapat itu, Muhammad Iqbal berkata, ”Saya ingin melihat Punjab, daerah perbatasan utara, Sindhi dan Balukhistan, bergabung menjadi satu negara.” Kemudian masih dalam rapat itu juga, ide pembentukan negara tersendiri – yang kelak dinamai Pakistan – diumumkan secara resmi dan dijadikan tujuan perjuangan nasional umat Islam India.[3]

Lantaran berperan sebagai pencetus, maka selain Muhammad Ali Jinnah, wajar jika Iqbal dinobatkan sebagai Bapak Pakistan. Jika Iqbal berperan sebagai pencetus, maka Ali Jinnah mengartikulasikan gagasan tersebut dalam perjuangan Liga Muslim dengan mewujudkan negara Islam Pakistan yang berdaulat. Di bawah kepemimpinannya, Liga Muslim tampak menjadi gerakan yang lebih kuat.11

Ali Jinnah melalui Liga Muslim mengawali usahanya dengan menyusun langkah-langkah baru dalam memperjuangkan pemerintahan independen untuk Muslim India. Dia melakukan konsolidasi bagi Liga Muslim dengan mengadakan sidang tahunan di Bombay, April 1936. Tujuannya menyempurnakan Anggaran Dasar organisasi yang lebih demokratis. Lalu dia pun menyusun organisasi untuk menghadapi pemilihan dewan pusat dan provinsi. Dia mengunjungi berbagai daerah untuk mendapatkan dukungan bagi kandidat anggota dewan dari Liga Muslim.[4]

Langkah awal Ali Jinnah tersebut belum mampu memperlihatkan kekuatan yang berarti. Sebab, Liga Muslim kalah dalam pemilihan majelis provinsi tahun 1937 dan Partai Kongres mendominasi raihan kursi majelis. Setelah melihat hasil ini, Pandit Jawaharlal Nehru sebagai pemimpin Partai Kongres mengatakan dengan sombongnya bahwa India hanya terdiri atas dua partai: Partai Kongres dengan pemerintah Inggris.

Akibatnya bukan hanya Liga Muslim dianggap seakan-akan tiada, tetapi juga mendorong pertentangan yang tajam antara kekuatan politik Hindu dengan Islam serta kian tersudutnya umat Islam di kancah politik. Dihadapkan pada kondisi ini, Ali Jinnah tidak menyerah. Dia pun mengambil langkah alternatif berupa gerakan membentuk tanah air sendiri bagi umat Islam di anak benua India itu sebagai solusi untuk menyelesaikan konflik umat Hindu dengan umat Islam.[5] Dari sini, dimulailah perjuangan umat Islam untuk membentuk negara Islam Pakistan.

Pada 1944, Ali Jinnah memaparkan dua masalah penting yang berkaitan dengan Pakistan yang hendak didirikan. Kesatu, wilayah geografis Pakistan. Kedua, bentuk pemerintahannya adalah demokrasi.[6]

Pada 1947, Inggris memutuskan menyerahkan kedaulatan kepada dua  dewan konstitusi: satu untuk Pakistan dan satu untuk India. Tanggal  14  Agustus 1947,  Dewan Konstitusi Pakistan dibuka dengan resmi,  dan keesokan harinya tanggal 15  Agustus  1947, Pakistan lahir sebagai negara  berdaulat bagi  umat Islam India. Lantas Muhammad Ali Jinnah diangkat menjadi Gubernur Jendral dan mendapat gelar Qaid-i-Azam (Pemimpin Besar) dari rakyat Pakistan. (MDK)

Bersambung ke:

Pakistan (15): Sejarah dan Dinamika Kenegaraan (2)

Sebelumnya:               

Pakistan (13): Pakistan Versus India

                                   

Catatan Kaki:

[1]     B. Setiawan dkk. 1990. Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid XII. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka. Hlm 39; Ajid Thohir. 2009. Studi Kawasan Dunia Islam. Jakarta: Rajawali Pers. Hlm 211.

[2]     Dewan Redaksi. 1997. Ensiklopedi Islam Jilid IV. Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve. Hlm 72.

[3]     Harun Nasution. 1975. Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang. Hlm 194.

[4]     Mukti Ali. 1993. Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan. Bandung: Mizan. Hlm 54-55.

[5]     Zainuddin Sardar. 1993. Rekayasa Masa Depan Peradaban Muslim. Bandung: Mizan. Hlm 140.

[6]     Wilfred C. Smith. 1979. Dunia Islam Modern. Jakarta: T. Penerbit. Hlm 352.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*