Mozaik Peradaban Islam

Ammar bin Yasir (24): Perang Shiffin (2)

in Tokoh

Last updated on March 27th, 2020 02:51 pm

Ammar mendekati Ali dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin! Ini adalah harinya (yang mana Rasulullah mengatakan bahwa aku akan syahid. Lalu kenapa aku masih tetap hidup)?” Ali menjawab, “Janganlah mengkhawatirkan tentang hal itu.”

Foto ilustrasi: Lukisan karya Giulio Rosati (1858-1917). Sumber: Top of Art

Mengenai jalannya Perang Shiffin, al-Qasim, orang kepercayaan Yazid bin Muawiyah, sebagaimana dikutip dalam Tarikh al-Rusul wa al-Muluk karya al-Tabari, meriwayatkan:

Muawiyah mengirim Dhu al-KaIa al-Himyari keluar dari sayap kanannya dan Habib bin Maslamah al-Fihri di sebelah kirinya. Pada saat (pasukan) pendahulunya bergerak dari Damaskus, Abu Awar al-Sulami, yang memimpin pasukan berkuda Damaskus, memimpin barisan depan. Sementara Amr bin al-Ash memimpin pasukan berkuda Syam secara umum. Muslim bin Uqbah al-Murri memimpin infantri Damaskus, al-Dahhak bin Qays (memimpin) infantri secara keseluruhan.

Beberapa orang Syam memberikan sumpah setia jiwa dan raganya kepada Muawiyah dan mengikat kaki mereka dengan turban (untuk mencegah agar tidak melarikan diri). Mereka yang melakukannya terdiri dari lima baris. Orang-orang Syam yang berperang membentuk sepuluh baris, sementara orang-orang Irak yang berperang dalam sebelas (baris).

Pada hari pertama (Perang) Shiffin, ketika orang-orang maju dan berperang, (Malik) al-Ashtar memimpin orang-orang Kufah yang ikut (berperang) dan Habib bin Maslamah memimpin orang-orang Syam. Itu hari Rabu. Pertempuran sengit terjadi hampir sepanjang hari, dan kemudian kedua belah pihak mundur, dengan imbang secara terhormat.

(Hari kedua) Hasyim bin Utbah[1] kemudian maju dengan sejumlah besar pasukan berkuda dan pasukan yang berjalan, dan Abu al-Awar maju untuk melawannya. Mereka bertempur untuk hari itu, para penunggang kuda menyerang para penunggang kuda dan prajurit berjalan dengan prajurit berjalan. Mereka kembali setelah masing-masing saling menyerang.

Pada hari ketiga, Ammar bin Yasir maju, dan Amr bin al-Ash melawannya. Salah satu pertempuran paling sengit yang pernah terjadi, dan Ammar mulai berseru, “Orang-orang Irak, apakah kalian ingin melihat orang yang menunjukkan permusuhan kepada Allah dan Utusan-Nya dan berjuang melawan mereka, yaitu orang yang menindas kaum Muslim dan memberikan dukungan kepada kaum musyrik?

“Tetapi, ketika dia (Muawiyah) melihat bahwa Allah akan membesarkan agama-Nya dan memberikan kemenangan kepada Rasul-Nya, dia mendatangi Nabi dan masuk Islam, tampaknya bagi kita, hal itu karena rasa takut dan bukan karena kerelaan.

“Kemudian Allah mengambil bagi diri-Nya (mewafatkan) Utusan-Nya dan, demi Allah, orang ini terus dikenal karena permusuhannya terhadap Muslim dan keberpihakkannya kepada para pendosa. Jadi, berdiri tegaklah untuk melawan dan memeranginya, karena dia hendak memadamkan cahaya Allah[2] dan memberikan pertolongan kepada musuh-musuh-Nya.”

Bersama Ammar adalah Ziyad bin al-Nadr, yang memimpin pasukan berkuda. Ammar memerintahkannya untuk menyerang mereka. Dia melakukannya, tetapi orang-orang itu berperang melawannya dan bertahan dengan keras, sehingga Ammar memperkuat serangan itu dengan prajurit yang berjalan dan membuat Amr bin al-Ash meninggalkan posisinya.

Pada saat itu Ziyad bin al-Nadr bertemu dengan saudara lelakinya dalam duel satu lawan satu. Nama pria itu adalah Amr bin Muawiyah bin al-Muntafiq bin Amir bin Uqayl, dan dia dan ibunda Ziyad adalah anak-anak Yazid (bin Abdi bin al-Dayyan). Ketika mereka bertemu untuk berduel, mereka saling mengenali dan berhenti. Kemudian masing-masing berpaling dari yang lain, dan pasukan berhenti (berperang).[3]

Demikianlah, perang terus berlangsung selama berhari-hari, dan suatu waktu, Ammar bin Yasir mulai bertanya-tanya tentang nasib dirinya. Di bawah ini adalah beberapa riwayatnya:

Abul Bakhtari dan Maysara meriwayatkan, Ammar bin Yasir berperang dalam Perang Shiffin tetapi tidak juga syahid. Dia kemudian mendekati Ali dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin! Ini adalah harinya (yang mana Rasulullah mengatakan bahwa aku akan syahid. Lalu kenapa aku masih tetap hidup)?”

Ali menjawab, “Janganlah mengkhawatirkan tentang hal itu.”

Ini terjadi tiga kali hingga Ammar diberi susu. Dia meminumnya dan berkata, “Sesungguhnya, Rasulullah mengatakan bahwa (susu) ini akan menjadi minuman terakhir yang akan aku minum di dunia ini.” Dia kemudian berdiri dan berjuang sampai dia mati syahid.[4]

Abu Sinan Duwali, salah seorang sahabat Nabi, meriwayatkan, bahwa dia melihat Ammar bin Yasir memanggil budaknya untuk membawakan sesuatu untuk diminum. Budak itu membawa secangkir susu, yang diminum Ammar.

Dia kemudian berkata, “Rasulullah telah mengatakan kebenaran. Hari ini aku akan bertemu teman-teman terkasihku, Muhammad dan sahabat-sahabatnya.”[5] Kelanjutan dari riwayat ini adalah berikut ini.

Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf meriwayatkan, pada Perang Shiffin, yang merupakan hari ketika Ammar bin Yasir mati syahid, dia mendengar Ammar berseru, “Aku akan bertemu Al-Jabbar (Allah) dan menikahi gadis-gadis di Jannah! Hari ini aku akan bertemu teman-teman terkasihku, Muhammad dan sahabat-sahabatnya, karena Rasulullah telah memberi tahuku bahwa makanan terakhir dari kehidupan duniawiku adalah dadih susu.” Imam Ahmad menambahkan riwayat ini, menurutnya ketika susu itu dibawakan kepada Ammar, dia tertawa.[6] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Dia adalah keponakan Saad bin Abi Waqqash

[2] Kemungkinan Ammar mengacu kepada QS at-Taubah Ayat 32 dan as-Saff Ayat 8.

[3] Al-Ṭabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk: Volume 17, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh G.R. Hawting (State University of New York Press: New York, 1996), hlm 31-32.

[4] Diriwayatkan oleh Tabrani dan Abu Yala. Haithami juga meriwayatkannya (Vol 9, hlm 297). Dikutip kembali oleh Hazrat Maulana Muhammad Yusuf Kandehelvi, The Lives of The Sahabah (Vol.1), diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Mufti Afzal Hossen Elias (Zamzam Publisher: Karachi, 2004) hlm 521.

[5] Diriwayatkan oleh Tabrani dari sumber-sumber terpercaya. Haithami juga membenarkan riwayat ini (Vol 9, hlm 298). Dikutip kembali oleh Hazrat Maulana Muhammad Yusuf Kandehelvi,  Ibid.

[6] Diriwayatkan oleh Tabrani. Haithami juga meriwayatkannya dengan tambahan riwayat dari Imam Ahmad (Vol 9, hlm 296).

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*