Mozaik Peradaban Islam

Ammar bin Yasir (7): Nubuat Rasulullah

in Tokoh

Last updated on March 8th, 2020 02:37 pm

Ketika sedang membangun masjid di Madinah, Ammar tertimpa dinding yang ambruk. Para sahabat mengira dia tewas. Namun Rasulullah bersabda, “Tidak, Ammar tidak apa-apa, hanya nanti dia akan dibunuh oleh golongan pendurhaka.”

Foto ilustrasi: Lukisan karya Otto Tilche (abad ke-19/20). Sumber: The Saleroom

Tidak lama setelah menetapnya Umat Islam di Madinah, Rasul al-Amin dengan dibantu oleh para sahabat sibuk membina rumah dan mendirikan masjid. Semuanya bekerja dengan riang gembira, mulai dari mengangkut batu, mengaduk pasir dengan kapur, hingga mendirikan dinding.

Sebagian kelompok kerja di satu sisi, dan kelompok lainnya di sisi yang lain. Di tempat baru ini mereka berbahagia, sambil bekerja mereka bernyanyi dengan suara merdu dan lantang:

Andainya kami duduk-duduk berpangku tangan, sedang Nabi sibuk bekerja tak pernah diam,

Maka perbuatan kami adalah perbuatan sesat lagi menyesatkan.

Demikianlah mereka bernyanyi dan berdendang. Lalu mereka menyanyikan lagu lainnya:

Ya Allah, hidup bahagia adalah hidup di akhirat.

Berilah rahmat Kaum Anshar dan Kaum Muhajirat.

Dan setelah itu terdengar lagu ketiga:

Apakah akan sama nilainya?

Orang yang bekerja membina masjid

Sibuk bekerja, baik berdiri maupun duduk

Dengan yang menyingkir berpangku tangan?

Sementara itu, Rasulullah SAW yang mulia mengangkat batu yang paling berat dan melakukan pekerjaan yang paling sukar. Sahabat yang lain juga terus bekerja dengan penuh kebahagiaan dan kegembiraan.

Lalu di tengah khalayak ramai yang sedang hilir mudik itu, terlihatlah Ammar bin Yasir yang sedang mengangkat batu besar, memindahkannya dari tempat semula ke tempat yang akan dibangun. Tiba-tiba, Rasulullah melihatnya, dan dengan rasa belas kasihan beliau mendekatinya.

Setelah sampai, tangan beliau yang penuh berkah itu mengibaskan debu yang menutupi kepala Ammar. Lalu dengan pandangan yang dipenuhi oleh nur ilahi, dipandanginya wajah-wajah orang yang beriman yang sedang diliputi ketenangan itu.

Kemudian beliau bersabda di hadapan semua sahabat, “Aduhai Ibnu Sumayyah (Sumayyah adalah ibunda Ammar), dia dibunuh oleh golongan pendurhaka.”

Dan bukan hanya sekali, nubuat ini diulangi kembali oleh Rasulullah. Masih dalam suasana kerja membangun Madinah, di titik Ammar sedang bekerja, dinding di atasnya ambruk menimpanya. Sebagian sahabat menyangka Ammar meninggal, dan mereka menduga bahwa inilah yang dimaksud oleh sabda Rasulullah sebelumnya.

Para sahabat terkejut dan menjadi ribut karenanya, tetapi dengan nada menenangkan dan penuh kepastian, Rasulullah menjelaskan, “Tidak, Ammar tidak apa-apa, hanya nanti dia akan dibunuh oleh golongan pendurhaka.”[1]

Dalam riwayat lainnya, ini terjadi ketika Ammar masih di Makkah dan sedang mengalami penyiksaan dari Bani Makhzum. Diriwayatkan oleh Amr bin Maimun, waktu itu kaum Musyirikin sedang menyalakan api untuk membakar Ammar, Rasulullah sedang melintas.

Meletakkan tangannya di atas kepala Ammar, Rasulullah berkata, “Wahai api! Jadilah sejuk dan nyaman bagi Ammar seperti yang engkau lakukan untuk Ibrahim.” Rasulullah kemudian memberi tahu Ammar bahwa (dia tidak akan mati karena penyiksaan ini, tetapi) sekelompok pemberontak akan membuatnya mati syahid.[2]

Lalu siapakah golongan yang dimaksud yang akan membunuh Ammar tersebut? Dan kapan dan di mana peristiwa tersebut akan terjadi?

Ammar mendengarkan nubuat tersebut dan meyakini kebenaran yang telah diungkapkan oleh pandangan Rasulullah yang menembus masa depan. Meski demikian, dia tidak merasa gentar, karena semenjak menganut Islam, dia telah siap untuk mati syahid di setiap detik baik siang maupun malam, sebagaimana telah terjadi terhadap kedua orang tuanya.

Hari-hari berlalu, tahun demi tahun silih berganti, dan Ammar masih berumur cukup panjang. Hingga sampailah Rasulullah ke tempat tertinggi, disusul oleh Abu Bakar, lalu berangkat pula Umar bin Khattab. Setelah itu Utsman bin Affan naik ke tampuk kekhalifahan.

Sejarawan Khalid Muhammad Khalid menuturkan, “Sementara itu musuh-musuh Islam yang bergerak di bawah tanah, berusaha menebus kekalahannya di medan tempur dengan jalan menyebarluaskan fitnah.

“Terbunuhnya Umar merupakan hasil pertama yang dicapai oleh gerakan subversi ini, yang gerakannya menembus ke Madinah tak ubahnya bagai angin panas, dan bergerak dari negeri yang kerajaan dan singgasananya telah dibebaskan oleh Umat Islam.

“Berhasilnya usaha mereka terhadap Umar membangkitkan minat dan semangat mereka untuk melanjutkannya, mereka sebarkan fitnah dan nyalakan apinya di sebagian besar negeri-negeri Islam.

“Dan mungkin Utsman tidak memberikan perhatian khusus terhadap masalah ini hingga terjadilah pula peristiwa yang menyebabkan syahidnya Utsman dan terbukanya pintu fitnah yang melanda Kaum Muslimin.”[3]

Kisah tentang Ammar masih berlanjut. Peristiwa-peristiwa yang terjadi terhadap Ammar akan disampaikan dalam seri-seri berikutnya. (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Khalid Muhammad Khalid, Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah, diterjemahan ke bahasa Indonesia oleh Mahyuddin Syaf, dkk (CV Penerbit Diponegoro: Bandung, 2001), hlm 257-259.

[2] Abu Abdullah Muhammad bin Sa‘d bin Mani al-Basri al-Hasyimi katib al-Waqidi (Ibnu Sa’d), Kitab at-Tabaqat al-Kabir (Vol 3, hlm 177), dikutip dalam Hazrat Maulana Muhammad Yusuf Kandehelvi, The Lives of The Sahabah (Vol.1), diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Mufti Afzal Hossen Elias (Zamzam Publisher: Karachi, 2004) hlm 302.

[3] Khalid Muhammad Khalid, Op.Cit., hlm 259.

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*