Mozaik Peradaban Islam

Ayuba Suleiman Diallo (5): Dipenjarakan

in Tokoh

Last updated on November 22nd, 2019 03:12 pm

Di dalam penjara, Ayuba menjadi terkenal karena memiliki kemampuan menulis dalam bahasa Arab dan berasal dari garis keturunan bangsawan Afrika. Berita ini menyebar hingga keluar, hingga menarik perhatian seorang pengacara.

Perbudakan di Amerika. Foto: Sutori

“Allah. Muhammad,” hanya inilah kata-kata yang diucapkan oleh Ayuba Suleiman Diallo ketika dia berada di dalam penahanan oleh keamanan setempat di Kent County, Pennsylvania, tidak lama setelah dia melarikan diri.

Sekarang mari kita tengok sejenak kepada peristiwa yang mirip, yang terjadi lebih dari seribu tahun sebelumnya di Makkah. Bilal bin Rabah RA, salah satu budak kulit hitam asal Abissinia yang kelak menjadi sahabat Nabi Muhammad SAW, tak henti-hentinya mengulangi kata, “Ahadun, Ahad!” sambil menahan siksaan yang luar biasa dari Tuannya, yang memintanya untuk meninggalkan Islam.

Bilal selamat dari ujian itu, mendapatkan kebebasannya, dan menghabiskan sisa hidupnya di sisi Nabi, menyerukan azan, dan membantu komunitas Muslim muda dengan segala cara yang dia bisa.

Bertahun-tahun kemudian, Umar bin Khattab RA bertanya kepada Bilal mengapa dia tidak mengatakan hal lain saat dia disiksa, terlepas dari wawasan mendalam dan kefasihannya dalam bahasa Arab. Jawaban Bilal adalah bahwa pada saat itu dia tidak tahu apa-apa tentang Islam kecuali konsep Tauhid.

Kasus Ayuba adalah kebalikannya, tetapi dalam semangat yang sama. Dia sangat berpengetahuan tentang Islam, tetapi dia tidak fasih dalam bahasa para penculiknya. Tapi apa yang sama-sama dimiliki oleh Bilal dan Ayuba, meskipun hidup terpisah seribu tahun dan di dunia yang sangat berbeda, adalah perasaan identitas yang berakar pada apa yang mereka ketahui tentang Islam dan bagaimana mereka bisa mengekspresikannya. Bagi Bilal itu adalah “Ahadun, Ahad!” dan untuk Ayuba itu adalah “Allah, Muhammad.”[1]

Akhirnya setelah mengalami kendala bahasa, seorang Afrika yang mengerti bahasa Ayuba dan bahasa Inggris ditemukan, dia menjadi penerjemah bagi kedua belah pihak.[2] Setelah mengetahui asal-usul Ayuba, pihak keamanan menghubungi Tuan pemilik Ayuba, Tolstoy, dan sambil menunggu dia datang, Ayuba ditahan di dalam penjara.[3]

Sementara berada di dalam penjara, bagaimanapun, Ayuba menjadi terkenal di sana karena memiliki kemampuan menulis dalam bahasa Arab dan berasal dari garis keturunan bangsawan Afrika. Berita ini menyebar hingga keluar penjara, hingga akhirnya menarik perhatian seorang pengacara yang kebetulan sedang bepergian di daerah itu.

Pengacara tersebut bernama Thomas Bluett, selain itu dia juga seorang pendeta Anglikan, dari sebuah organisasi keagamaan yang bernama Anglican Society for the Propagation of the Gospel. Setelah menghabiskan waktu bersamanya, Bluett menyimpulkan, bahwa pemuda ini jelas-jelas bukan budak Afrika-Amerika biasa.[4]

Sebagaimana dikatakan oleh Bluett, “Setelah kami berbicara dan menggunakan bahasa isyarat kepadanya, dia menulis satu atau dua baris di hadapan kami, dan ketika dia membacanya, mengucapkan kata-kata Allah dan Mahommed (Muhammad); yang mana, dan dia menolak segelas anggur yang kami tawarkan kepadanya.

“Kami menduga bahwa dia adalah seorang Mahometan (pengikut Nabi Muhammad), tetapi tidak dapat memperkirakan dia berasal dari negara mana, atau bagaimana dia bisa sampai ke sini; karena dengan pembawaannya yang ramah, dan ketenangan yang terpancar dari wajahnya, kita bisa melihat bahwa dia bukan budak biasa.”[5]

Di kemudian hari, Bluett akan menulis buku biografi Ayuba yang berjudul Some Memoirs of the Life of Job, the Son of Solomon, the High Priest of Boonda in Africa, Who Was a Slave About Two Years in Maryland (1734).[6]

Reputasi baru Ayuba ini mungkin mempengaruhi Tolstoy, ketika dia mengambil Ayuba dari penjara dan membawanya kembali ke perkebunannya, dia memperlakukan Ayuba dengan lebih lembut. Beban kerjanya diringankan dan dia bahkan diberi tempat khusus untuk salat, di mana dia bisa salat di sana tanpa gangguan.

Segera seorang budak lain, yang bisa berbicara dan memahami bahasa ibu Ayuba dan bahasa Inggris, mengungkapkan kepada Tolstoy, bahwa Ayuba berasal dari keluarga bangsawan yang sangat kaya. Namun, untuk saat ini, kehidupan Ayuba masih belum berubah terlalu banyak, dia tetap masih menjadi seorang budak.

Selama dalam perbudakan, Ayuba terus mempertahankan keyakinannya, selain salat, dia juga berpuasa dan mengikuti hukum dasar Islam tentang makanan. Dia tidak keberatan untuk memakan ikan, namun dia tidak mau memakan sedikit pun daging babi, yang mana menurut hukum Islam hal ini dilarang keras.

Selain itu, dia juga dikatakan telah menolak untuk memakan daging apa pun, kecuali ketika dia sendiri yang menyembelihnya, atau oleh seorang Muslim lain yang menyembelihnya, sehingga orang-orang di sekitarnya seringkali membiarkannya menyembelih untuk dirinya sendiri dan untuk mereka.[7] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Hassam Munir, “’Allah. Muhammad.’ Ayuba Diallo’s Long Journey Back to Africa”, dari laman http://www.ihistory.co/slave-of-allah-alone-ayuba-diallos-return-to-africa/, diakses 21 November 2019.

[2] Edward E. Curtis IV, Muslims in America (Oxford University Press, 2009), hlm 2.

[3] Sylviane A. Diouf, Servants of Allah: African Muslims Enslaved in the Americas (New York University Press, 2013), hlm 87, 119.

[4] Hassam Munir, Loc.Cit.

[5] Lowcountry Digital History Initiative, “Ayyuba Suleiman Diallo (Job Ben Solomon) (1701-1773)”, dari laman https://ldhi.library.cofc.edu/exhibits/show/african-muslims-in-the-south/five-african-muslims/ayyuba-suleiman-diallo, diakses 21 November 2019.

[6] Amazon, “Some Memoirs of the Life of Job, the Son of Solomon, the High Priest of Boonda in Africa, Who Was a Slave About Two Years in Maryland (1734)”, dari laman https://www.amazon.com/Memoirs-Solomon-Priest-Boonda-Maryland-ebook/dp/B07DCG9JW6, diakses 21 November 2019. 

[7] Hassam Munir, Loc.Cit.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*