Mozaik Peradaban Islam

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (44): Pulang ke Mongolia dan Kaya Raya

in Sejarah

Last updated on March 30th, 2019 02:24 pm


Bangsa Mongol membawa begitu banyak harta benda dari China, yang bahkan belum pernah ada padanannya dalam bahasa Mongol. Bukannya puas, hasrat bangsa Mongol justru terus tumbuh untuk mendapatkan lebih banyak lagi.

Orang kaya Mongolia, photo diambil pada tahun 1925. Sumber: Рустам/Flickr

Pada paruh pertama tahun 1215, atau Tahun Babi, pasukan Mongol secara perlahan berangkat dengan membawa karavan orang, hewan, dan barang-barang dari hasil rampasan perang di Zhongdu. Mereka menuju ke dataran tinggi di Mongolia Dalam untuk menghindari musim panas yang tidak tertahankan di China. Mereka berkumpul kembali di Dolon Nor (Danau Tujuh), tempat di mana pada tahun sebelumnya Genghis Khan menunggu datangnya musim gugur untuk kembali ke kampung halaman, namun rencana itu batal karena Genghis Khan mesti kembali ke China untuk menumpas Jurchen Jin yang berkhianat. Sekali lagi, Genghis Khan telah menunjukkan kemampuannya untuk menang dalam perang, dan sekarang dia menunjukkan kemampuannya untuk membawa pulang barang-barang rampasan kepada rakyatnya pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah masyarakat padang rumput.

Berbagai macam sutra berwarna cerah mengalir keluar dari China, seolah-olah Genghis Khan telah mengubah semua rute Jalur Sutra yang usianya sudah ribuan tahun menjadi memutar ke arah utara melintasi padang rumput Mongolia, dan menggabungkannya menjadi satu aliran besar. Karavan unta dan gerobak sapi membawa begitu banyak kain berharga sehingga orang Mongol sampai menggunakan sutra untuk membungkus dan mengemas barang-barang lainnya. Mereka membuang tali kulit mentah yang biasa mereka gunakan, dan menggunakan tali tambang sutra sebagai gantinya.

Mereka juga membawa jubah-jubah yang disulam dengan benang perak atau emas yang bermotif bunga peony mekar, bangau terbang, ombak pecah, dan hewan-hewan mitos; dan sandal sutra yang berhiaskan mutiara kecil. Bangsa Mongol mengisi gerobak-gerobak mereka dengan permadani, hiasan dinding, bantal, alas duduk, selimut, ikat pinggang, anyaman, renda, dan jumbai yang terbuat dari sutra. Mereka juga membawa peti kayu yang berisi sutra mentah, benang sutra, dan pakaian-pakaian jadi yang jenis dan desainnya bahkan tidak pernah terbayangkan oleh orang Mongol, dan juga dengan warna-warna yang tidak pernah ada padanannya dalam bahasa Mongol.  

Selain sutra, mereka juga membawa satin, brokat, dan kain kasa. Mereka membawa benda apapun yang mereka suka dan memungkinkan untuk dibawa dalam perjalanan yang jauh, termasuk furnitur berpernis, kipas kertas, mangkuk porselen, baju besi, pisau perunggu, boneka kayu, ceret besi, pot kuningan, papan permainan, dan pelana berukir. Bangsa Mongol juga membawa berkendi-kendi parfum dan riasan yang terbuat dari oker, timah kuning, nila, ekstrak bunga, lilin wangi, balsam, dan musk.

Mereka juga membawa hiasan rambut dan berbagai perhiasan yang terbuat dari logam mulia, gading, atau kulit penyu yang bertatahkan pirus, mutiara, akik, koral, lapis lazuli, zamrud, dan berlian. Gerobak mereka penuh dengan wine, bertong-tong madu, dan teh hitam. Sementara itu, unta-unta yang membawa berbagai barang tersebut mengeluarkan berbagai bau-bauan yang berasal dari dupa, obat-obatan, obat perangsang birahi, kayu istimewa cinnabar, kapur barus, dan cendana.

Barisan panjang petugas mencatat dengan susah payah, mereka mesti mendata, memeriksa, dan mengulang pemeriksaan setiap barang-barang yang berada dalam karavan unta dan gerobak sapi. Setiap kali karavan bergerak, para musisi dan penyanyi memainkan lagu untuk menghibur para prajurit Mongol. Dan setiap kali karavan berhenti, pemain akrobat, manusia karet, dan pesulap menampilkan keahliannya. Sementara itu gadis-gadis muda mengumpulkan kotoran hewan kering untuk bahan bakar api, memerah susu hewan, memasak makanan, dan menawarkan apa pun yang mungkin dibutuhkan oleh para prajurit. Anak laki-laki mengurus hewan-hewan dan mengangkat beban berat.

Di belakang hewan-hewan, tampak barisan tawanan yang tidak berujung — ribuan demi ribuan. Mereka terdiri dari para pangeran dan pendeta, penjahit dan ahli obat-obatan, penerjemah dan penulis, astrolog dan ahli perhiasan, artis dan peramal, pesulap dan ahli emas. Intinya, siapapun yang dapat membuktikan keterampilannya akan diampuni dan dikumpulkan untuk dibawa pulang ke Mongolia. Tidak ada standar khusus dalam hal ini, siapapun yang menarik perhatian, atau karena alasan, atau keinginan dari salah satu orang Mongol, itu sudah cukup bagi mereka untuk dapat dibawa pulang.

Selama berabad-abad dalam sejarah perampokan maupun perdagangan masyarakat padang rumput, belum pernah ada pemimpin mana pun yang mampu membawa pulang barang-barang sebanyak Genghis Khan. Namun seiring dengan bertambah besarnya kekayaan, hasrat dan selera rakyatnya juga akan sama-sama meningkat. Ketika dia kembali dari kampanye di China, karavan-karavannya penuh dengan barang-barang berharga, dan kelak itu semua akan menumbuhkan hasrat untuk memperoleh lebih banyak lagi.  Kini, setiap orang Mongol bisa bersantai di dalam tendanya dengan perabotan yang dipernis dan dihiasi bahan sutra; setiap gadis Mongol tubuhnya harum oleh pewangi, wajahnya dirias, dan menggunakan perhiasan dari berlian. Setiap kuda dipasangi perlengkapan dari logam, dan setiap prajurit memiliki senjata yang terbuat dari perunggu dan besi.

Untuk mengerjakan pembuatan kerajinan, ribuan pengrajin baru didatangkan dari China, dan konsekuensinya mereka membutuhkan lebih banyak bahan baku – mulai dari kayu, tanah liat, kain, perunggu, hingga emas dan perak. Untuk memberi makan para pengrajin ini, pasokan jelay, gandum, dan komoditas makanan lainnya harus terus-menerus diangkut melalui tanah yang luas yang memisahkan padang penggembalaan dan ladang pertanian di selatan; dan semakin banyak tawanan yang dibawa pulang oleh Genghis Khan, maka semakin banyak makanan dan peralatan yang harus diperolehnya untuk memasok kebutuhan mereka. Hal-hal baru menjadi kebutuhan baru, dan setiap barang berharga yang baru merangsang keinginan untuk mendapatkan lebih banyak. Semakin dia menaklukkan, semakin banyak dia harus menaklukkan lagi.

Padang rumput Mongolia kini tidak bisa terisolir lagi, Genghis Khan harus mengatur jalur distribusi, mempertahankan produksi, dan mengoordinasikan pergerakan barang dan orang-orang dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Apa yang dia mulai saat menyerang dan menjarah China di selatan Mongolia telah memicu perang-perang paling besar lainnya dalam sejarah dunia selama tiga dekade ke depan. Genghis Khan akan menghabiskan 15 tahun sisa hidupnya dengan terus berperang di wilayah Asia, dan pada saat kematiannya, dia akan mewariskan perang-perang ini kepada keturunannya. Mereka akan terus memperluas kekuasaan ke negara-negara dan orang-orang baru selama dua generasi berikutnya. Dan pada saatnya, pandangan mereka akan mengarah ke dunia Muslim.[1] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:


[1] Jack Weatherford, Genghis Khan and the Making of the Modern World (Crown and Three Rivers Press, 2004, e-book version), Chapter 4.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*