Mozaik Peradaban Islam

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (46): Pembebasan Uighur Muslim (2)

in Sejarah

Last updated on April 1st, 2019 03:47 pm


Setelah dibebaskan dari penguasa yang menindas, Uighur Muslim menjadi suku bangsa Muslim pertama yang menjadi bagian dari Kekaisaran Mongol. Kepada pasukan Mongol mereka berkata, “Kalian adalah salah satu perwujudan belas kasihan Tuhan dan karunia rahmat Ilahi.”

Lukisan Raja Uighur dari abad ke-8, pelukis tidak diketahui. Sumber: Tilivay/Wikimedia

Uighur Muslim tinggal jauh di barat Mongolia, di kaki Pegunungan Tian Shan, yang pada masa kini mencakup wilayah Kirgistan, Kazakhstan, dan China (Provinsi Xinjiang).[1] Penguasa di wilayah ini adalah orang-orang suku Khitan yang beragama Buddha, dinasti mereka bernama Kara Khitan. Meskipun penguasa Kara Khitan beragama Buddha, namun mayoritas penduduk mereka beragama Islam.[2]

Orang-orang Kara Khitan pada awalnya adalah orang-orang dari Dinasti Liao yang berada di Manchuria (sekarang berada di timur laut China). Dinasti Liao didirikan pada abad ke-10 oleh suku Khitan, namun dinasti ini diruntuhkan oleh orang-orang Jurchen Jin yang dibantu oleh Dinasti Song di China Selatan pada tahun 1124 atau 1125.[3]

Orang-orang Khitan yang tersisa, dipimpin oleh Yelü Dashi, melarikan diri dari orang-orang Jurchen Jin ke wilayah Pegunungan Tian Shan dan mendirikan dinasti baru di sana.[4] Untuk membedakan mereka dari orang-orang Khitan yang tetap tinggal di timur, yang dikuasai oleh Dinasti Jurchen Jin, orang-orang Mongol kemudian menyebut mereka sebagai Kara Khitan, kara artinya adalah hitam. Bagi bangsa Mongol, warna hitam merupakan penyimbolan dari kerabat jauh, namun secara khusus bisa juga menandakan orang-orang yang tinggal di wilayah barat.[5]

Karena pada awalnya orang-orang Dinasti Kara Khitan berasal dari China, sejarawan China umumnya menyebut mereka sebagai Dinasti Liao Barat, yang mengacu sebagai kelanjutan dari Dinasti Liao di Manchuria. Sementara itu orang-orang Jurchen Jin menyebut mereka dengan sebutan Dinasti Dashi atau Dashi Linya (diambil dari nama pendirinya), untuk meminimalisir kemungkinan klaim mereka terhadap wilayah lama Dinasti Liao yang kini telah menjadi milik mereka. Sejarawan Muslim pada awalnya menyebut dinasti ini dengan Khitay atau Khitai saja. Dunia Muslim mulai menyebut mereka sebagai Kara Khitai setelah ditaklukkan oleh Mongol.[6]

Wilayah Pegunungan Tian Shan pada masa kini. Photo: DK Find Out!

Kembali kepada masalah Uighur, ketika banyak dari orang-orang Uighur yang secara sukarela menyatakan kesetiaan dan mengabdi kepada Genghis Khan, sebagiannya lagi tetap, yakni Uighur Muslim, berada dalam kekuasaan Kara Khitan, yang kini kaisarnya adalah Guculuk Khan. Sebagaimana telah dibahas pada artikel sebelumnya, Guculuk Khan melakukan penindasan yang sangat keras terhadap Muslim di sana.[7]

Bagaimana Guculuk Khan dapat menjadi kaisar di sana, beginilah jalan ceritanya. Setelah kekalahan suku Naiman oleh Genghis Khan pada tahun 1204, Guculuk Khan melarikan diri ke daerah Pegunungan Tian Shan. Di sana dia menikahi putri Kaisar Khitan Hitam, yang bernama Qungu, yang jatuh cinta kepadanya. Kepada Kaisar Kara Khitan, Guculuk Khan meminta izin untuk mulai mengumpulkan orang-orangnya yang tercecer dan memiliki hubungan kekerabatan dengannya untuk membantu memperkuat Dinasti Kara Khitan. Seiring berjalannya waktu, orang-orang yang diorganisir Guculuk Khan semakin solid dan kuat, dan dalam suatu kesempatan, ketika Kaisar Kara Khitan sedang lengah, Guculuk Khan menggulingkannya, dan dia menggantikan posisinya sebagai kaisar.[8]

Meskipun pada awalnya Guculuk Khan adalah seorang Kristen, dan orang-orang Kara Khitan adalah penganut Buddha, namun mereka sama-sama memiliki ketidakpercayaan terhadap orang-orang Uighur yang beragama Islam. Terlebih, setelah dia menjadi penguasa, dia semakin menunjukkan ketidaksukaannya dengan menindas mereka.[9] Kemudian atas bujukan istri dan mertuanya, Guculuk Khan akhirnya memutuskan untuk meninggalkan kekristenannya dan masuk ke agama Buddha.[10]

Demikianlah, di tengah situasi seperti itu kaum Muslim dari Balasagun (ibu kota Kara Khitan) menolehkan harapannya kepada Genghis Khan untuk menggulingkan raja mereka yang bengis. Meskipun pasukan Mongol berada sangat jauh, yakni sekitar 400.000 km dari Kara Khitan, namun Genghis Khan dengan suka hati memerintahkan Jebe, salah satu jenderalnya yang telah mengorganisir kerajaan Khitan di timur untuk berdiri kembali setelah Mongol menaklukkan Jurchen Jin, untuk memimpin 20.000 tentara Mongol melintasi Asia dan membela kaum Muslim.

Penolakan Genghis Khan untuk turun langsung ke medan perang menunjukkan bahwa wilayah Kara Khitan tidak menjadi prioritas bagi dirinya. Dunianya ada di Mongolia, dan dia ingin menghabiskan waktu sebanyak mungkin dengan keluarganya di perkemahan Avarga di sepanjang tepi Sungai Kherlen. Kota-kota oasis di pegunungan dan berpadang pasir yang jauh hanya memiliki daya tarik yang kecil baginya. Invasi ini tampaknya lebih karena penghormatan terhadap orang-orang Uighur yang lebih dahulu telah setia kepadanya, atau mungkin, sebagai kesempatan untuk menghabisi musuh lamanya, Guculuk Khan.

Karena bangsa Mongol melakukan kampanye atas permintaan Uighur Muslim, oleh Genghis Khan mereka tidak diizinkan untuk melakukan perampasan, merusak properti, atau membahayakan kehidupan warga sipil. Sebaliknya, ketika tentara Jebe berhasilkan mengalahkan Guculuk Khan dan pasukannya, dia dihukum sesuai dengan kejahatannya. Guculuk Khan dipenggal kepalanya di dataran di dekat perbatasan Afghanistan, Pakistan, dan China pada masa kini.

Setelah eksekusi, orang-orang Mongol mengirim seorang penyampai berita ke Kashgar, untuk menyatakan bahwa penindasan terhadap penganut agama Islam telah berakhir, dan setiap komunitas agama kini memiliki kebebasan untuk mempraktikkan ajaran yang dianutnya. Menurut sejarawan Persia, Juvaini, Muslim di Kashgar, setelah mendengar berita tersebut menyatakan, bahwa orang-orang Mongol adalah “salah satu perwujudan belas kasihan Tuhan dan salah satu karunia rahmat Ilahi.”[11]

Dengan kemenangannya ini, meski sebelumnya Genghis Khan telah memiliki pengikut Muslim, namun mereka hadir atas nama individu. Lain halnya dengan Uighur Muslim, mereka adalah suatu suku bangsa. Dengan demikian, Uighur Muslim merupakan suku bangsa pertama yang beragama Islam yang telah menjadi bagian dari Kekaisaran Mongol.

Meskipun Juvaini dan sejarawan Muslim lainnya mencatat episode ini dengan sangat rinci, namun dokumen Sejarah Rahasia Bangsa Mongol merangkumnya dalam satu kalimat sederhana: “Jebe mengejar Guculuk Khan, orang dari suku Naiman, menyusulnya di Sariq Qun (Tebing Kuning). Dia menghancurkan Guculuk dan kembali.”[12]

Dari perspektif orang Mongol, mungkin persoalannya memang begitu saja, bukan sesuatu yang besar. Jebe telah melakukan tugasnya: Dia membunuh musuh dan kembali ke rumah dengan selamat. Kampanye kali ini telah menjadi bukti kekuatan pasukan Mongol, dengan jarak ratusan ribu kilometer dan tanpa kehadiran Genghis Khan, mereka dapat dengan mudah menaklukkan lawannya.  

Namun yang lebih penting dari itu semua, selain mendapatkan wilayah dan pengikut baru, atau membangun reputasinya sebagai pembela kebebasan beragama, kemenangan Genghis Khan atas Kara Khitan telah memberinya kendali penuh terhadap Jalur Sutra yang menghubungkan Dunia Muslim dengan China. Dia sekarang memiliki negara-negara bawahan (vassal state), mereka adalah Siberia, Uighur, Tangut, Jurchen Jin di utara China, dan Kara Khitan; dan meskipun dia tidak mengendalikan area produksi utama yang berada di Dinasti Song di China, atau area pembelian utama di Timur Tengah, namun dia mengendalikan hubungan di antara keduanya. Dengan kontrolnya atas sejumlah besar barang-barang dagangan dari China, kini Genghis Khan melihat peluang yang luar biasa besar untuk dapat berdagang dengan negara-negara Muslim di Asia Tengah dan Timur Tengah.[13] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Lebih lengkap tentang Pegunungan Tian Shan lihat Yelizaveta Yakovlevna Rantsman, Nigel John Roger Allan, dan Solomon Ilich Bruk, “Tien Shan”, dari laman https://www.britannica.com/place/Tien-Shan, diakses 31 Maret 2019.

[2] New World Encyclopedia, “Kara-Khitan Khanate”, dari laman http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Kara-Khitan_Khanate#cite_note-0, diakses 31 Maret 2019.

[3] “Jin dynasty”, dari laman https://www.britannica.com/topic/Jin-dynasty-China-Mongolia-1115-1234, diakses 18 Maret 2019.

[4] New World Encyclopedia, Ibid.

[5] Jack Weatherford, Genghis Khan and the Making of the Modern World (Crown and Three Rivers Press, 2004, e-book version), Chapter 4.

[6] New World Encyclopedia, Ibid.

[7] Jack Weatherford, Loc.Cit.

[8] Ala-ad-Din Ata-Malik Juvaini, Tarīkh-i Jahān-gushā, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh John Andrew Boyle, The History of The World-Conqueror: Vol 1 (Harvard University Press Cambridge, 1958), hlm 61-64.

[9] Jack Weatherford, Loc.Cit.

[10] Ala-ad-Din Ata-Malik Juvaini, Ibid., hlm 64.

[11] Jack Weatherford, Loc.Cit.

[12] Igor de Rachewiltz, The Secret History of the Mongols: A Mongolian Epic Chronicle of the Thirteenth Century (Western Washington University, 2015), hlm 153.

[13] Jack Weatherford, Loc.Cit.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*