“M. Quraish Shibab kembali menggarisbawahi bahwa tahun dan tempat serta nama-nama Penghuni Goa tidak sepenting mengetahui serta menarik pelajaran dari peristiwa ini. Pakar dan sejarawan dipersilakan mengemukakan aneka pendapat, namun yang pasti peristiwa tersebut pernah terjadi, dan dari peristiwa itu kita harus mengambil pelajaran yang berharga, antara lain tentang betapa kuasa Allah menghidupkan yang telah mati.”
—Ο—
Terkait dimana Goa yang Ashāba Al-Kahfi yang dimaksud Al Quran, muncul beberapa pendapat dalam sejarah. M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah mengutip pendapat dari pengarang tafsir al-Muntakhab yang terdiri dari sekelompok ulama dan pakar Mesir berusaha mengungkap tempat dan waktunya melalui isyarat-isyarat al-Qur’an. Berangkat dari sana mereka menyatakan bahwa Ashāba Al-Kahfi adalah sekelompok pemuda yang beriman kepada Allah, yang tengah mengalami penindasan agama sehingga mereka mengasingkan diri ke dalam sebuah goa yang tersembunyi.
Dari proposisi awal ini, kemudian dicarilah beberapa babak sejarah yang mengisahkan tentang rezim yang demikian keras penentangannya terhadap agama-agama samawi. Dari beberapa peristiwa penindasan agama itu hanya ada dua masa yang mereka anggap penting, dan yang salah satunya mereka nilai dapat mempunyai kaitan dengan kisah Penghuni Goa ini. Peristiwa pertama terjadi pada masa kekuasaan raja-raja Saluqi, saat kerajaan itu diperintah oleh Raja Antiogos IV yang bergelar Nabivanes (tahun 176-84 SM.). Pada saat penaklukan singgasana Suriah, Antiogos yang juga dikenal sangat fanatik terhadap kebudayaan dan peradaban Yunani Kuno mewajibkan kepada seluruh penganut Yahudi di Palestina, yang telah masuk dalam wilayah kekuasaan Suriah sejak 198 SM., untuk meninggalkan agama Yahudi dan menganut agama Yunani Kuno. Antiogos mengotori tempat peribadatan Yahudi dengan meletakkan patung Zeus, tuhan Yunani terbesar, di atas sebuah altar dan pada waktu-waktu tertentu mempersembahkan kurban berupa babi bagi Zeus. Terakhir, Antiogos membakar habis naskah Taurat tanpa ada yang tersisa.[1]
Berdasarkan bukti historis ini, dapat disimpulkan bahwa pemuda-pemuda itu adalah penganut agama Yahudi yang bertempat tinggal di Palestina, atau tepatnya di kota Yerusalem. Dapat diperkirakan pula, bahwa peristiwa bangunnya mereka dari tidur panjang itu terjadi pada tahun 126 M. setelah Romawi menguasai wilayah Timur, atau 445 tahun sebelum masa kelahiran Rasulullah saw. tahun 571 M.
Peristiwa kedua terjadi pada zaman imperium Romawi, saat Kaisar Hadrianus berkuasa (tahun 117-138 M.). Kaisar itu memperlakukan orangorang Yahudi sama persis seperti yang pernah dilakukan oleh Antiogos. Pada tahun 132 M., para pembesar Yahudi mengeluarkan ultimatum bahwa seluruh rakyat Yahudi akan berontak melawan kekaisaran Romawi. Mereka memukul mundur garnisun-garnisun Romawi di perbatasan dan berhasil merebut Yerusalem. Peristiwa bersejarah ini diabadikan oleh orang-orang Yahudi dalam mata uang resmi mereka. Selama tiga tahun penuh mereka dapat bertahan. Terakhir, Hadrianus bergerak bersama pasukannya menumpas pemberontak-pemberontak Yahudi. Palestina jatuh dan Yerusalem dapat direbut kembali. Etnis Yahudi pun dibasmi dan para pemimpin mereka dibunuh. Orang-orang Yahudi yang masih hidup, dijual di pasar-pasar sebagai budak. Simbol-simbol agama Yahudi dihancurkan, ajaran dan hukum-hukum Yahudi dihapus.
Dari penuturan sejarah ini didapati kesimpulan yang sama bahwa para pemuda itu adalah penganut ajaran Yahudi. Tempat tinggal mereka bisa jadi berada di kawasan Timur Kuno atau di Yerusalem sendiri. Masih mengikuti alur sejarah ini, mereka diperkirakan bangun dari tidur panjang itu kurang lebih pada tahun 435 M., 30 tahun menjelang kelahiran Rasulullah SAW. Tampaknya peristiwa pertama lebih mempunyai kaitan dengan kisah Ashāba Al-Kahfi karena penindasan mereka lebih sadis. Adapun penindasan umat Kristiani tidak sesuai dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Demikian dalam tafsir al-Muntakhab yang dikutip oleh Quraish Shihab.[2]
Setelah ditemukan dimana locus pementasan peristiwanya, maka tersebutlah beberapa Goa di sekitar kawasan tersebut yang memiliki ciri-ciri seperti yang di sebutkan Al Quran. M. Quraish Shibab mengitip Alamah Thabathaba’I yang menyebut lima tempat di mana terdapat goa yang diduga orang sebagai Goa Ashāba Al-Kahfi.
Pertama di Episus atau Epsus, satu kota tua di Turki, sekitar 73 km dari kota Izmir dan berada di suatu gunung di desa Ayasuluk. Goa ini berukuran sekitar satu kilometer.[3] Ini populer sebagai Goa Ashāba Al-Kahfi di kalangan umat Nasrani dan sebagian umat Islam.[4] Tetapi tidak ada bekas masjid atau rumah peribadatan sekitarnya, padahal al-Qur’an menjelaskan bahwa sebuah masjid dibangun di lokasi itu. Arahnya pun tidak sesuai dengan apa yang dilukiskan oleh al-Qur’an. Al-Qur’an melukiskan bahwa matahari bersinar pada saat terbitnya di arah kanan goa dan ketika terbenam di arah kirinya, dan ini berarti pintu goa harus berada di arah selatan, padahal pintu goa tersebut tidak demikian.
Kedua, Goa di Qasium dekat kota ash-Shalihiyyah di Damaskus.
Ketiga, Goa al-Batra’ di Palestina.
Keempat, Goa yang katanya ditemukan di salah satu wilayah di Skandinavia. Konon di sana ditemukan tujuh mayat manusia yang tidak rusak bercirikan orang-orang Romawi dan diduga merekalah Ashāba Al-Kahfi.
Kelima, Goa Rajib, yang berlokasi sekitar delapan kilometer dari kota Amman, ibukota Kerajaan Jordania, di satu desa bernama Rajib. Goa itu berada di suatu bukit, di mana ditemukan satu batu besar yang berlubang pada puncak selatan bukit itu. Pinggirnya di bagian timur dan barat terbuka sehingga cahaya matahari dapat masuk ke dalam goa. Pintu goa berhadapan dengan arah selatan. Di dalam goa terdapat batu sebagai peti mayat yang digunakan orang Nasrani dengan ciri masa Byzantium, jumlahnya delapan atau tujuh buah. Juga terdapat gambar berwarna merah dari seekor anjing serta beberapa gambar lainnya.
Di atas goa itu terdapat bekas-bekas rumah peribadatan ala Byzantium dan mata uang serta peninggalan-peninggalan yang menunjukkan bahwa tempat itu dibangun pada masa Justiunus (418 – 427 M.) dan beberapa peninggalan lain. Tempat peribadatan itu diubah dan dialihkan menjadi masjid dengan menara dan mihrab ketika kaum muslimin menguasai daerah itu. Di lokasi depan pintu goa ada juga bekas-bekas bangunan masjid yang lain yang kelihatannya dibangun oleh kaum muslimin pada awal masa Islam, dan yang terus menerus dipelihara dan direnovasi dari saat ke saat. Masjid ini dibangun di atas puing-puing gereja Romawi, sebagaimana halnya masjid yang berada di atas goa.
Goa ini ditemukan pada tahun 1963. Peneliti dan pakar purbakala, Rafiq Wafa ad-Dajani, menulis hasil penelitiannya dalam sebuah buku yang ia namai “Iktisyaf Kahf Ashhab al-Kahf/ Penemuan Gua Ashhab al-Kahf” yang terbit pada tahun 1964, di mana ia menguraikan jerih payah yang dideritanya dalam rangka penelitian itu, serta ciri-ciri goa tersebut dan peninggalan-peninggalan yang ditemukan di sana. Semua itu mengantar kepada keyakinan bahwa goa itulah Goa Ashhab al-Kahf yang disebut dalam al-Qur’an. Goa itulah yang sesuai dengan ciri-ciri yang disebut dalam al-Qur’an, bukan yang terdapat di Epsus, atau Skandinavia atau tempat-tempat lain.[5]
Penindasan yang dilakukan oleh penguasa zaman pemuda-pemuda itu diperkirakan terjadi pada masa Tarajan (98-117 M.), dan penguasa yang memerintah pada saat pemuda-pemuda itu bangun dari tidurnya adalah Theodosius (408 – 450 M.) yang disepakati oleh pakar-pakar sejarah, baik muslim maupun Kristen, sebagai raja yang bijaksana. Kalau kita menjadikan pertengahan masa pemerintahan Theodosius sebagai akhir masa tidur Penghuni Goa itu, katakanlah tahun 421 M., dan ini dikurangi 309 tahun yaitu masa tertidur pemuda-pemuda itu, maka itu berarti mereka mulai tertidur sekitar tahun 112 M., yaitu sekitar pertengahan masa pemerintahan Tarajan yang pada tahun yang sama menetapkan bahwa setiap orang Kristen yang menolak menyembah dewa-dewa, dinilai sebagai pengkhianat dan diancam dengan hukuman mad. Demikian kesimpulan Thabathaba’i.[6]
Tapi lagi-lagi, diakhir pemaparannya, M. Quraish Shibab kembali menggarisbawahi bahwa tahun dan tempat serta nama-nama Penghuni Goa tidak sepenting mengetahui serta menarik pelajaran dari peristiwa ini. Pakar dan sejarawan dipersilakan mengemukakan aneka pendapat, namun yang pasti peristiwa tersebut pernah terjadi, dan dari peristiwa itu kita harus mengambil pelajaran yang berharga, antara lain tentang betapa kuasa Allah menghidupkan yang telah mati. Bukankah “tidur” saudaranya “mati”? demikian menurut M. Quraish Shihab.[7] (AL)
Bersambung…
Beberapa Sosok Penting Tanpa Nama di Dalam Al Quran (6): Ashāba Al-Kahfi (3)
Sebelumnya:
Beberapa Sosok Penting Tanpa Nama di Dalam Al Quran (6): Ashāba Al-Kahfi (1)
Catatan kaki:
[1] Lihat, M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Volume 8, Jakarta, Lentera Hati, 2005, hal. 16
[2] Ibid, hal. 17
[3] Sumber tertua yang berkaitan dengan hal ini adalah penelitian yang dilakukan seorang pendeta asal Syria bernama James dari Saruc (lahir 452 M). Ahli sejarah terkemuka, Gibbon, telah banyak mengutip dari penelitian James dalam bukunya yang berjudul The Decline and Fall of the Roman Empire (Kemunduran dan Runtuhnya Kekaisaan Romawi). Berdasarkan buku ini, kaisar yang memerintah dan berusaha melakukan penyiksaan terhadap orang-orang yang tidak mau menyembah berhala adalah Kaisar Decius. Menurut Gibbon, nama dari tempat ini adalah Ephesus. Terletak di pantai barat Anatolia, kota ini adalah salah satu pelabuhan dan kota terbesar dari Kekaisaran Romawi. Saat ini, reruntuhan kota ini dikenal sebagai ‘Kota Antik Ephesus.’ Lihat, http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/17/01/11/ojm42o313-bukti-gua-ashabul-kahfi-ada-di-ephesus, diakses 29 Mei 2018
[4] Keyakinan goa Ashabul Kahfi ada di Ephesus Turki didukung oleh banyak ulama Islam, seperti At-Tabari, Al-Baidlawi, An-Nasafi, Jalalain, At-Tibyan, serta Fakhruddin Ar-Razi, yang meyakini tempat tersebut. Mereka mengatakan, nama lain dari Ephesus adalah Tarsus (Turki). Fakhrudin Ar-Razi menerangkan, dalam penelitiannya, meskipun tempat ini disebut dengan Ephesus, maksud dasarnya adalah untuk mengatakan Tarsus. Sebab, Ephesus hanyalah nama lain dari Tarsus. Lihat, Ibid
[5] Lihat, M. Quraish Shihab, Op Cit, hal. 19
[6] Ibid
[7] Ibid