Mozaik Peradaban Islam

Hamzah bin Abdul Muthalib (19): Syair dari Para Sahabat

in Tokoh

Last updated on January 8th, 2021 02:35 pm

Hassan bin Tsabit menggubah syair untuk Hamzah: “Seorang warga Hasyim mencapai yang cemerlang / Tampil ke medan laga membela kebenaran / Gugur sebagai syahid di medan pertempuran / Di tangan Wahsyi pembunuh bayaran.”

Foto ilustrasi: Arabic Calligraphy Supplies

Setelah wafatnya Hamzah bin Abdul Muthalib, para sahabat kemudian berlomba-lomba menggubah syair untuk mengenang jasa-jasanya. Berkatalah Hassan bin Tsabit, penyair ternama pada masa itu, dalam kasidahnya yang panjang:

Tinggalkan masa lalu yang penuh berhala

Ikuti jejak Hamzah yang bergelimang dengan pahala

Penunggang kuda di medan laga

Bagaikan singa terluka di hutan belantara

Seorang warga Hasyim mencapai yang cemerlang

Tampil ke medan laga membela kebenaran

Gugur sebagai syahid di medan pertempuran

Di tangan Wahsyi pembunuh bayaran.[1]

Atau dalam versi lain, syair dari Hassan bin Tsabit bunyinya:

Tinggalkan rumah yang bekasnya telah punah

Menangislah untuk Hamzah pemilik kemuliaan

Penggerak kuda manakala dia tidak bergerak

Layaknya singa di hutan, seorang ksatria pemberani

Putih di puncak kemuliaan dari Bani Hasyim

Tidak menolak kebenaran dengan kebatilan.[2]

Kemudian ada juga Abdullah bin Rawahah, yang terkenal sebagai pembuat syair-syair indah tentang Islam, menggubah:

Air mata mengalir tak ada hentinya

Walau ratap dan tangis tak ada artinya

Bagimu wahai singa Allah kami tafakur

Sambil bertanya Hamzah kah yang gugur?

Ujian telah menimpa kami hamba Allah

Begitu pula Muhammad Rasulullah

Dengan kepergianmu benteng musuh berantakan

Dengan kepergianmu tercapailah tujuan.[3]

Dan terakhir adalah gubahan dari adik perempuan Hamzah, Shafiyyah binti Abdul Muthalib:

Ilahi Rabbi pemilik ‘Arsy telah memanggilnya datang

ke dalam surga tempat hidup bersengang-senang

Memang itulah yang kita tunggu dan selalu harapkan

Hingga di Yaumul Mashyar Hamzah beroleh tempat yang lapang

Demi Allah, selama angin barat berhembus aku tak kan lupa

baik di waktu bermukim maupun bepergian ke mana saja

Selalu berkabung dan menangisi singa Allah sang pemuka

pembela Islam dari setiap orang kafir angkara

Sementara aku mengucapkan syair, keluargaku sama berdoa

Semoga Allah memberimu balasan, wahai saudara, wahai pembela.[4]

Atau dalam versi lain, syair dari Shafiyyah berbunyi:

Rabb Yang Maha Benar pemilik ‘Arsy memanggilnya sekali

ke surga di sana dia akan hidup dengan kebahagiaan

Itulah yang kami harapkan dan kami idam-idamkan

Untuk Hamzah di Hari Kebangkitan sebaik-baik tempat kembali

Demi Allah, aku tidak melupakanmu selama angin Shiba berhembus

Aku menangis dan bersedih untukmu ketika aku tinggal atau bepergian

Untuk singa Allah di mana dia adalah seorang pemuka yang mulia

Membela agama lslam melawan setiap orang kafir

Aku berkata dan keluargaku telah mengumumkan berita kematiannya

Semoga Allah membalas saudaraku dan pelindungku sebaik-baiknya.[5] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Khalid Muhammad Khalid, Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah, diterjemahan ke bahasa Indonesia oleh Mahyuddin Syaf, dkk (CV Penerbit Diponegoro: Bandung, 2001), hlm 211.

[2] Syaikh Mahmud al-Mishri, Ashabur Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam, diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Tim Editor Pustaka Ibnu Katsir dengan judul Sahabat-Sahabat Rasulullah: Jilid 2 (Pustaka Ibnu Katsir, 2010), hlm 291.

[3] Khalid Muhammad Khalid, Loc.Cit.

[4] Ibid., hlm 212.

[5] Syaikh Mahmud al-Mishri, Op.Cit., hlm 292.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*