Mozaik Peradaban Islam

Hamzah bin Abdul Muthalib (3): Masuk Islam (1)

in Tokoh

Last updated on December 5th, 2020 01:51 pm

Suatu hari Abu Jahal melihat Rasulullah di Safa, lalu dia mencaci dan melecehkan beliau, namun beliau hanya diam saja. Kemudian dia memukul kepala beliau dengan batu hingga terluka dan berdarah.

Foto ilustrasi: Lukisan karya Gustav Bauernfeind (Jerman, 1848-1904), dibuat tahun 1887.

Hari demi hari terus berlalu, dan tekanan dari Kaum Quraisy kepada Nabi Muhammad saw dan umat Islam semakin meningkat. Dan kali ini bukan hanya sebatas hinaan, tapi sudah masuk kepada tindakan persekusi fisik.

Hamzah sendiri terheran-heran melihat ketabahan hati keponakannya tersebut. Dia tahu bahwa orang-orang Quraisy terkenal akan kekeraskepalaannya, dan meski demikian Muhammad tetap berusaha mati-matian membela keimanan dan melancarkan dakwahnya.[1]

Banyak dari kalangan Muslim, utamanya dari golongan yang lemah, yakni para budak, yang mengalami berbagai siksaan dari Quraisy, bahkan ada yang sampai menjumpai kematian, mereka adalah orang tua dari Ammar bin Yasir.[2]

Hingga pada suatu waktu penindasan itu menimpa kepada Rasulullah sendiri. Suatu hari Abu Jahal melewati Rasulullah saw tatkala di Safa, lalu dia mencaci dan melecehkan beliau, namun beliau hanya diam saja.

Tidak berhenti di sana, kemudian dia memukul kepala beliau menggunakan batu hingga terluka dan darah pun mengalir dari sana. Setelahnya Abu Jahal kemudian berbalik menuju kumpulan orang-orang Quraisy di dekat Kabah dan mengobrol bersama mereka.[3]

Di tempat lain, Hamzah baru keluar dari rumahnya sambil menenteng busur dan melangkah ke arah padang belantara untuk melatih kegemaran yang amat disukainya, yaitu berburu. Dia terkenal amat mahir dalam hal ini.

Ada kira-kira setengah hari dia menghabiskan waktunya di sana, dan ketika kembali dari perburuannya dia langsung pergi ke Kabah untuk bertawaf seperti biasa sebelum pulang ke rumahnya. Setibanya di dekat Kabah, dia ditemui oleh seorang budak perempuan milik Abdullah bin Jud’an.

Dan demi dilihatnya Hamzah yang telah mendekat, budak itu berkata, “Wahai Abu Umarah (panggilan Hamzah), seandainya engkau melihat apa yang dialami keponakanmu, Muhammad saw baru-baru ini. Abul Hakam bin Hisyam (yaitu Abu Jahal), ketika mendapatkan Muhammad sedang duduk di sana, dia menyakiti dan memakinya, hingga mengalami hal-hal yang tidak diinginkan!”

Lalu dilanjutkannya cerita mengenai perlakuan Abu Jahal kepada Rasulullah. Hamzah mendengarkannya dengan baik. Setelahnya dia menundukkan kepalanya sejenak, lalu menyandangkan busur dan panahnya ke bahunya.

Setelah itu dengan langkah cepat dan tegap dia pergi menuju Kabah, berharap akan bertemu dengan Abu Jahal di sana. Dan jika tidak ditemukan, dia akan terus mencarinya ke mana pun juga hingga berhasil.

Namun belum juga sampai ke Kabah, dia melihat Abu Jahal berada di pekarangan sedang dikelilingi oleh beberapa orang pembesar Quraisy. Maka dalam ketenangan yang mencekam Hamzah mendekat ke Abu Jahal.[4]

Untuk peristiwa selanjutnya mari kita simak riwayat dari Ibnu Hisyam:

Dia berdiri di dekat kepala Abu Jahal lalu berkata, “Wahai orang yang berpantat kuning, apakah engkau berani mencela anak saudaraku, padahal aku berada di atas agamanya!”

Seketika itu juga dia memukul kepala Abu Jahal dengan tangkai busur hingga menimbulkan luka yang menganga. Orang-orang dari Bani Makhzum (kabilah Abu Jahal) bangkit berdiri, begitu pula yang dilakukan orang-orang Bani Hasyim (kabilah Hamzah).

“Biarkan saja Abu Umarah, karena memang aku telah mencaci maki anak saudaranya dengan cacian yang menyakitkan,” kata Abu Jahal.[5]

Atau menurut versi Khalid Muhammad Khalid, setelah memukulkan busurnya ke kepala Abu Jahal dia berkata dengan bentakan, “Kenapa engkau mencela dan memaki Muhammad? Padahal aku telah menganut agamanya dan mengatakan apa yang dikatakannya. Nah, cobalah ulangi kembali makianmu itu kepadaku jika engkau berani!”[6]

Di luar kedua versi riwayat di atas masih ada beberapa versi lainnya lagi, yang mana akan disampaikan pada seri selanjutnya. (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Khalid Muhammad Khalid, Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah, diterjemahan ke bahasa Indonesia oleh Mahyuddin Syaf, dkk (CV Penerbit Diponegoro: Bandung, 2001), hlm 196.

[2] Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, terjemahan ke bahasa Indonesia oleh Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm 124.

[3] Ibnu Hisyam, Sirah an-Nabawiyah, (Vol 1), hlm 298-299, sebagaimana dikutip oleh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Ibid., hlm 137.

[4] Khalid Muhammad Khalid, Op.Cit., hlm 196-197.

[5] Ibnu Hisyam, Loc.Cit.

[6] Khalid Muhammad Khalid, Op.Cit., hlm 197.

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*