Hanya dengan berlayar sehari dari pantai utara berbatu Maroko, di lembah Mediterania yang subur di Andalusia, para Muslim mendirikan perpaduan peradaban yang kelak akan menerangi Eropa selama delapan abad kemudian.
Asal-usul kedatangan Muslim Spanyol dapat dilacak pada tahun-tahun terakhir abad ke-7 di sebuah wilayah Laut Mediterania Barat di mana daratan Eropa dan Afrika hampir bertemu.[1] (Lihat peta di bawah ini).
Para penyerang Muslim yang datang ke Spanyol berasal dari dari Suriah, Arab, dan Mesir. Mereka adalah para prajurit tangguh yang termotivasi oleh keyakinan yang kuat. Kehabisan wilayah invasi di Timur Tengah dan Benua Afrika, mereka mencari lagi wilayah lainnya ke utara (dengan menyeberangi lautan).
Pada tahun 711, seorang jenderal Berber, bawahan Musa bin Nusair, menyeberangi Selat Gibraltar dengan memimpin pasukan besar orang-orang Berber Maroko. Pertempuran penentuan terjadi, dan orang-orang Arab kemudian berbaris ke utara menuju ibukota orang-orang Visigoth, Toledo. Dua tahun kemudian sebagian besar Semenanjung Iberia sudah berada di bawah kekuasaan mereka.[2]
Baca juga:
Keluarga Ibnu Jubair datang dari Makkah sebagai bagian dari pasukan yang dikirim oleh Khalifah Damaskus pada tahun 740. Di Spanyol selatan, yang mereka sebut dengan Andalus, mereka tiba di sebuah dunia Kristen dengan akar peradaban Romawi — tempat kelahiran kaisar Hadrian dan Trajan, Filsuf Stoic Seneca, dan penyair Lucan. Di sana mereka melihat teater, saluran air, jembatan, dan masyarakat yang sebelumnya diperintah oleh kode Visigothic.
Di atas fondasi yang kaya ini, mereka kemudian menerapkan keunggulan budaya Timur: Arsitektur Moor yang berasal dari Dinasti Sasaniyah Persia, seni bergaya Bizantium yang berkilauan, sains baru mazhab Ptolemy dari Alexandria, dan tentu saja Islam.
Hanya dengan berlayar sehari dari pantai utara berbatu Maroko, di lembah Mediterania yang subur di Andalusia, para pemukim baru ini mendirikan perpaduan peradaban yang kelak akan menerangi Eropa selama delapan abad kemudian.
Di Cordoba, misalnya, sejak tahun 756, Amir Muslim pertama, Abdurrahman I, memperluas rencana pembangunan kota di sepanjang Sungai Guadalquivir dengan desain yang mencerminkan kota-kota di Damaskus, mulai dari benteng, istana, hingga pinggiran kotanya. Pohon kurma yang pertama di Spanyol, tumbuh di halaman istananya.
Namun Abdurrahman sesungguhnya datang ke Spanyol bukan untuk berlibur dan bersenang-senang. Dia terusir dari Suriah ketika berlangsung revolusi Abbasiyah, melarikan diri dari pembantaian terhadap keluarganya dan seluruh pejabat Dinasti Umayyah.
Sebagai seseorang yang selamat dari kekerasan antar kelompok, Abdurrahman berusaha menghindari bencana yang sama di Spanyol. Dalam hal ini, dia mendapat dukungan dari mazhab Islam yang mendorong toleransi beragama dan pluralisme antar ras.
Baca juga:
Bagaikan cahaya bintang yang hampir mati, tradisi Umayyah, yang padam di Damaskus, terus memancarkan sinarnya ke Spanyol yang jauh. Karena sifatnya yang terbuka terhadap perbedaan, Abdurrahman mendorong dirinya dan keturunannya untuk mengembangkan negara Muslim yang berperberadaban tinggi.
Berlaku sebagai komandan dari wilayah tersebut, dia mendeklarasikan rencana untuk memperlakukan seluruh penganut kepercayaan dan ras apapun dengan setara, masing-masing orang berhak memperoleh perlakuan hukum yang sama.
Dalam tiga puluh tahun berikutnya, Abdurrahman menegakkan keadilan dalam bidang ekonomi dan hukum. Dia meletakkan pondasi dasar toleransi sosial yang diterapkan selama berabad-abad kemudian, sesuatu yang belum pernah disaksikan baik di Eropa maupun Timur Tengah. La Convivencia, era keemasan toleransi di Spanyol, digagas oleh Abdurrahman. Di bawah panji-panjinya, budaya Arab, Kristen, dan Yahudi berkembang dan berdampingan selama berabad-abad.[3]
Sebelum dia meninggal, pada tahun 788, Abdurrahman telah menaklukkan dan mengorganisir wilayah yang membentang dari Portugal hingga ke Prancis selatan. Dengan membantu orang-orang Basque mengejar Charlemagne di wilayah Pegunungan Pyrenees, tanpa diketahuinya, kiprahnya telah menginspirasi terciptanya alur cerita epik nasional Prancis, The Song of Roland. (PH)
Bersambung ke:
Sebelumnya:
Catatan Kaki:
[1] Lokasi yang dimaksud adalah sebuah selat di Laut Mediterania yang pada masa kini disebut dengan Selat Gibraltar.
[2] Jenderal Berber yang dimaksud adalah Thariq bin Ziyad. Bahkan penamaan “Gibraltar” itu sendiri berasal dari namanya sendiri, “Jabal Thariq”, yang mana karena kesulitan pelafalan orang-orang Barat akhirnya perlahan menjadi terdengar “Gibraltar”. Gana Islamika pernah menerbitkan tulisan yang khusus membahas episode ini. Lihat “Penaklukan Andalusia (3): Thariq bin Ziyad, Sang Jenderal dari Afrika”, dalam laman https://ganaislamika.com/penaklukan-andalusia-3-thariq-bin-ziyad-sang-jenderal-dari-afrika/.
[3] “La Convivencia” artinya adalah “Hidup Bersama”, yakni ketika Andalusia menjadi tempat pusat kemajuan politik, ekonomi, dan budaya. Ini adalah suatu masa ketika para seniman berhasil menciptakan karya-karya yang luar biasa, dan selain itu, dalam bidang kedokteran, ilmu pengetahuan, matematika, dan sejenisnya mengalami kemajuan yang sangat pesat. Selengkapnya lihat Doug Motel, “La Conviviencia and The Golden Ages of Andalusia”, dari laman http://www.esotericquest.org/articles/conviviencia.html, diakses 10 Oktober 2018.