Mozaik Peradaban Islam

Islam di Kuba (1) Pengantar

in Lifestyle

Last updated on June 4th, 2019 01:45 pm


“Sembilan puluh sembilan persen Muslim Kuba adalah mualaf dan bukan keturunan Arab” – Ahmed Abuero, imam masjid Kuba

Lukisan tembok di salah satu jalan di Kuba. Foto: Merten Snijders/Lonely Planet

Apa yang akan Anda bayangkan jika mendengar nama Kuba? Negara Komunis, Ateis, Che Guevara, Fidel Castro, orang-orang Latin, Havana, Kiri, Sosialisme, atau apapun itu, namun tampaknya tidak akan ada satu pun yang mengasosiasikannya dengan Islam. Namun faktanya, di sana ada warganya yang menganut Islam, baik Suni maupun Syiah.

Jangankan Anda, banyak di antara orang Kuba sendiri yang tidak tahu bahwa di negara mereka ada orang asli Kuba yang beragama Islam. Joan Alvado, seorang jurnalis foto asal Barcelona, Spanyol, semenjak tahun 2014 telah memotret kehidupan Muslim Kuba, terutama di ibu kota Havana dan sekitarnya. “Tidak ada seorang pun di Havana, bahkan teman-teman Kuba saya, yang tahu bahwa ada Muslim di sana,” ujar Alvado mengisahkan pengalamannya.[1]

Menurut komunitas Muslim di Kuba, di negara mereka diperkirakan terdapat sekitar 10.000 Muslim, atau sekitar 0,1 persen dari total populasi penduduk Kuba. Tidak seperti Muslim di Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa yang penduduk Muslimnya kebanyakan adalah imigran, di Kuba, hampir seluruh pemeluk Islamnya adalah orang asli Kuba.

“Sembilan puluh sembilan persen Muslim Kuba adalah mualaf dan bukan keturunan Arab,” kata Ahmed Abuero, salah seorang imam masjid di Kuba, yang mengaku masuk Islam setelah membaca biografi Malcolm X, tokoh Muslim kulit hitam AS, pada tahun 1999.[2]

Ali, penduduk Kuba yang masuk Islam pada tahun 2014. Foto: Joan Alvado

“Banyak dari mereka yang sebelumnya adalah orang Kristen (Katolik) atau agama lain, atau beberapa dari mereka juga ateis,” ujar Alvado. Dia mengatakan alasan untuk masuk Islam bervariasi. Beberapa menganggap Islam sebagai agama yang “lebih benar atau murni ketimbang agama yang lain,” namun ada juga orang-orang yang beralih ke Islam karena alasan yang lebih pribadi dan spesifik.[3]

Selain orang-orang Katolik, juga ditemukan orang Islam yang tadinya menganut Santeria.[4] Santeria secara harfiah dalam bahasa Spanyol artinya adalah “Jalan para Santo (orang suci)”. Ia adalah agama yang berkembang pada masa perbudakan di Kuba. Agama ini merupakan pengembangan dari tradisi Yoruba yang dibawa oleh orang-orang Afrika-Karibia dengan beberapa penambahan unsur Katolik Roma.[5]

Beberapa ada yang mengaitkan Santeria dengan Voodoo (sering diasosiasikan dengan ilmu sihir, padahal itu tidak benar), mereka memang memiliki keterkaitan, namun sesungguhnya berbeda. Persamaannya adalah mereka berangkat dari akar kebuyaan yang sama, yaitu Yoruba.[6]

Lalu bagaimana pada awalnya Islam masuk ke Kuba dan berkembang? Untuk menjawabnya, artikel ini akan mengulas terlebih dahulu tentang sejarah singkat Kuba dan situasi politiknya. Setelahnya akan dibahas juga tentang kehidupan Muslim di Kuba, alasan-alasan mereka masuk Islam, bagaimana sulitnya hidup sebagai Muslim di Kuba, dan bagaimana respon pemerintah Sosialis Kuba dalam menyingkapi pertumbuhan Islam.

Fidel Castro dan Kebangkitan Sosialisme

Kuba adalah satu negara di Hindia Barat. Di antara negara kepulauan lainnya yang berada di sana, Kuba adalah yang terbesar. Dan di antara negara-negara yang berada di sekitar Laut Karibia, Kuba adalah salah satu negara yang memiliki pengaruh terbesar.

Selama berabad-abad, tepatnya sejak tahun 1492, negara ini dijajah oleh Spanyol. Sebelum dijajah oleh Spanyol, penduduk asli Kuba adalah orang-orang Indian. Pada tahun 1898, Kuba meraih kemerdekaannya sendiri. Kemudian pada hari Tahun Baru 1959, pasukan revolusioner yang dipimpin oleh Fidel Castro, dengan dibantu oleh tokoh legendaris Ernesto “Che” Guevara, menggulingkan pemerintahan diktator Fulgencio Batista.

Dua tahun kemudian Castro memproklamirkan bahwa dasar-dasar dari revolusi Kuba adalah Marxis-Leninis. Di tengah sengitnya Perang Dingin, Kuba menjadi terisolasi secara ekonomi dari negara-negara tetangganya di utara yang berhaluan Barat (Demokrasi-Kapitalis). Meski lokasinya dekat dengan AS, yang merupakan pemimpin Blok Barat, namun Kuba lebih mengembangkan hubungan yang dekat dengan Uni Soviet, yang merupakan pemimpin Blok Timur (Komunis).

Namun, dengan jatuhnya Uni Soviet pada awal 1990-an, tanpa pelindung mereka, Kuba menjadi semakin terisolir. Waktu itu Kuba mengalami krisis ekonomi dan finansial yang oleh rakyat Kuba disebut sebagai período especial (periode khusus). Pada masa-masa ini kehidupan di Kuba sangat sulit, banyak dari kebutuhan dasar seperti makanan, transportasi, tenaga listrik, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang tidak terpenuhi. Meski demikian, kebanyakan rakyat Kuba tetap merasa bangga dengan watak revolusi negara mereka.[7] (PH)

Bersambung ke:

Catatan Kaki:


[1] Lucy Westcott, “Why Cuba’s Muslim Population Is Growing”, dari laman https://www.newsweek.com/2017/01/06/why-cubas-muslim-population-growing-535773.html, diakses 1 Mei 2019.

[2] Kamilia Lahrichi, “Islam thrives in communist Cuba”, dari laman https://www.usatoday.com/story/news/world/2016/07/01/cuba-islam-religion/86564292/, diakses 1 Mei 2019.

[3] Benazir Wehelie, “Practicing Islam in Catholic Cuba”, dari laman https://edition.cnn.com/2016/04/10/living/cnnphotos-cuban-muslims/index.html, diakses 1 Mei 2019.

[4] Ibid.

[5] BBC, “Santeria”, dari laman http://www.bbc.co.uk/religion/religions/santeria/, diakses 1 Mei 2019.

[6] “The Yoruba Faith”, dari laman https://www.howard.edu/library/reference/cybercamps/camp2002/YorubaFaith.htm, diakses 1 Mei 2019.

[7] Franklin W. Knight dan Sandra H. Levinson, “Cuba”, dari laman https://www.britannica.com/place/Cuba, diakses 1 Mei 2019.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*