Mozaik Peradaban Islam

Kisah Nabi Luth (3): Keburukan Terbesar Setelah Kemusyrikan

in Studi Islam

Last updated on October 3rd, 2019 11:56 am

Quraish Shihab menyatakan, “Keburukan paling besar dan yang tiada taranya dari kaum Nabi Luth as., — setelah kemusyrikan — adalah homoseksual.”

Foto Ilustrasi: Digital Fotografi karya Alessandro Bavari yang berjudul Sodoma e Gomorra/Sumber: celesteprize

Dalam artikel sebelumnya, telah dijelaskankan bahwa Nabi Luth tidak menyeru kaumnya untuk Ketauhidan, namun mengapa Allah tetap mengutus nabi untuk kaum ini, menunjukkan bahwa perkara homoseksual memang persoalan yang serius.

Untuk penjelasannya sekarang mari kita lanjutkan kembali tafsir Surat Al-A’raf Ayat 80-81 oleh Quraish Shihab yang bagian awalnya sudah disinggung dalam artikel sebelumnya. Berikut ini adalah kelanjutannya:

Di sisi lain perlu diingat bahwa penekanan tentang keburukan tersebut tidaklah jauh dari persoalan aqidah, ketuhanan, dan tauhid. Karena keduanya adalah fitrah. Syirik adalah pelanggaran terhadap fitrah, homo seksual pun merupakan pelanggaran fitrah. Allah Yang Maha Esa itu telah menciptakan manusia bahkan makhluk memiliki kecenderungan kepada lawan jenisnya, dalam rangka memelihara kelanjutan jenisnya.

Kenikmatan yang diperoleh dari hubungan tersebut bersumber dari lubuk hati masing-masing pasangan bukan hanya kenikmatan jasmani, tetapi kenikmatan rohani dan gabungan kenikmatan dari dua sisi itulah yang menjadi jaminan sekaligus dorongan bagi masing-masing untuk memelihara jenis dan sebagai imbalan kewajiban dan tanggung jawab memelihara anak keturunan.

Mereka yang melakukan homoseksual hanya mengharapkan kenikmatan jasmani yang menjijikkan sambil melepaskan tanggung jawabnya. Ini belum lagi dampak negatif terhadap kesehatan jasmani dan rohani yang diakibatkannya.

Homoseksual merupakan perbuatan yang sangat buruk, sehingga ia dinamai fahisyah. Ini antara lain dapat dibuktikan bahwa ia tidak dibenarkan dalam keadaan apa pun. Pembunuhan misalnya, dapat dibenarkan dalam keadaan membela diri atau menjatuhkan sanksi hukum; hubungan seks dengan lawan jenis dibenarkan agama kecuali dalam keadaan berzina, itu pun jika terjadi dalam keadaan syubhat, maka masih dapat ditoleransi dalam batas-batas tertentu. Demikian seterusnya. Tetapi homoseksual, sama sekali tidak ada jalan untuk membenarkannya.

Hubungan seks yang merupakan fitrah manusia hanya dibenarkan terhadap lawan jenis. Pria mencintai dan birahi terhadap wanita demikian pula sebaliknya. Selanjutnya fitrah wanita adalah monogami, karena itu, poliandri (menikah/berhubungan seks pada saat sama dengan banyak lelaki) merupakan pelanggaran fitrah wanita, berbeda dengan lelaki yang bersifat poligami, sehingga buat mereka poligami — dalam batas dan syarat-syarat tertentu – tidak dilarang agama.

Kalau wanita melakukan poliandri atau lelaki melakukan hubungan seks dengan wanita yang berhubungan seks dengan lelaki lain, atau terjadi homoseksual baik antara lelaki dengan lelaki maupun wanita dengan wanita, maka itu bertentangan dengan fitrah manusia. Setiap pelanggaran terhadap fitrah mengakibatkan apa yang diistilahkan dengan uqubatul fitrah (sanksi fitrah).

Dalam konteks pelanggaran terhadap fitrah seksual, sanksinya antara lain apa yang dikenal dewasa ini dengan penyakit AIDS. Penyakit ini pertama kali ditemukan di New York Amerika Serikat pada 1979 pada seorang yang ternyata melakukan hubungan seksual secara tidak normal. Kemudian ditemukan pada orang-orang lain dengan kebiasaan seksual serupa.

Penyebab utama AIDS adalah hubungan yang tidak normal itu, dan inilah antara lain yang disebut fahisyah di dalam Alquran. Dalam satu riwayat yang oleh sementara ulama dinyatakan sebagai hadits Nabi Muhammad saw. dinyatakan bahwa:

“Tidak merajalela fahisyah dalam satu masyarakat sampai mereka terang-terangan melakukannya kecuali tersebar pula wabah dan penyakit di antara mereka yang belum pernah dikenal oleh generasi terdahulu.”

Pelampauan batas yang menjadi penutup ayat ini mengisyaratkan bahwa kelakuan kaum Nabi Luth as. itu melampaui batas fitrah kemanusiaan, sekaligus menyia-nyiakan potensi mereka yang seharusnya ditempatkan pada tempatnya yang wajar, guna kelanjutan jenis manusia.[1]       

Kemudian dalam ayat lainnya disebutkan, “Apakah kamu mendatangi jenis lelaki di antara seluruh alam, dan kamu tinggalkan apa yang telah diciptakan untuk kamu oleh Tuhan kamu yakni istri-istri kamu bahkan kamu adalah pelampau-pelampau batas.” (Q.S Asy-Syuara [26] : 165-166)

Quraish Shihab menjelaskan, bahwa ayat di atas menyatakan bahwa perbuatan homoseksual yang mereka lakukan itu, berbeda dengan jenis-jenis makhluk yang lain. Makhluk hidup yang lain bila melakukan hubungan seks, maka itu dilakukannya dengan lawan jenisnya, yakni jantan dengan betina, lelaki dengan perempuan, sedangkan kaum Luth itu, melakukannya dengan sesama jenis lelaki.

Dalam kenyataan alam, ditemukan bahwa segala sesuatu, Allah ciptakan berpasang-pasangan, dan semua bila melakukan hubungan seks, atau kawin, secara naluriah akan mencari pasangannya yang berbeda jenis kelamin.

Ikan-ikan mengarungi samudra yang luas menuju ke tempat terpencil, untuk memenuhi bertemu dengan lawan seksnya, dan setelah itu kembali lagi ke samudra. Burung-burung demikian, bahkan bukan hanya binatang dan tumbuh-tumbuhan, atom pun – yang negatif dan positif, elektron dan proton — bertemu untuk saling tarik menarik demi memelihara eksistensinya.

Demikian naluri makhluk, masing-masing memiliki pasangan dan berupaya bertemu dengan pasangannya. Agaknya tidak ada satu naluri yang lebih dalam dan kuat dorongannya melebihi naluri dorongan pertemuan dua lawan jenis, pria dan wanita, jantan dan betina, positif dan negatif.

Itulah ciptaan dan pengaturan Ilahi, sebagaimana diungkapkan dalam firman Allah, “Segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu menyadari (kebesaran Allah).” (Q.S Az-Zariyat [51]: 49

Kaum Nabi Luth disebut oleh Nabi Luth dengan sebutan qaumun adun. Kata adun adalah bentuk jamak dari kata adiy, yaitu yang melampaui batas haq/kewajaran dengan melakukan kebatilan, kata pelampauan batas yang menjadi penutup ayat ini (Q.S Asy-Syuara [26] : 165-166) mengisyaratkan bahwa kelakuan kaum Nabi Luth itu melampaui batas fitrah kemanusiaan, sekaligus menyia-nyiakan potensi mereka yang seharusnya ditempatkan pada tempatnya yang wajar, guna kelanjutan jenis manusia.

Untuk memberikan penilaian terhadap umat Nabi Luth, Quraish Shihab bahkan menyatakan, “Keburukan paling besar dan yang tiada taranya dari kaum Nabi Luth as., — setelah kemusyrikan — adalah homoseksual.” Jadi menurutnya, keburukan yang paling buruk setelah kemusyrikan adalah perilaku homoseksual.[2] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Tafsir Surat Al-A’raf Ayat 80-81 dalam Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Vol 5 (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm 159-160.

[2] Tafsir Asy-Syuara Ayat 165-166 dalam Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Vol 10 (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm 120-122.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*