Mozaik Peradaban Islam

Konya, Turki (1): Makam Sang Maulana Jalaluddin Rumi

in Travel

Last updated on October 7th, 2018 08:25 am

“Datanglah, siapapun engkau. Meskipun engkau mungkin seorang kafir, penyembah berhala, ataupun penyembah api. Datanglah, persaudaraan kita bukan bagian dari keputusasaan.” ~ Jalaluddin Rumi

–O–

Konya adalah sebuah kota yang terletak di Turki Tengah, dulunya kota ini bernama Ikonium. Kota ini berada di ketinggian 1.027 meter, berada di tepi barat daya Dataran Tinggi Anatolia yang dikelilingi oleh dataran subur yang sempit. Di bagian sebelah baratnya terdapat Gunung Bozkir, sementara itu jauh di sebelah selatannya terdapat Pegunungan Taurus.[1] Konya adalah sebuah daerah dataran tinggi yang hijau di tengah-tengah area sekitarnya yang kering.[2]

Bagi sebagian Muslim, kota ini dipertimbangkan sebagai salah satu kota suci karena di sana terdapat makam Jalaluddin Rumi (1207–1273), salah satu mistikus, sufi, filsuf, dan penyair Islam terbesar di dunia.[3] Semasa hidupnya, dan sejak kematiannya pada tahun 1273, para peziarah dari berbagai macam tempat telah berdatangan ke Konya. Hari ini, makam Rumi adalah tempat wisata yang paling banyak dikunjungi di Turki setelah Istana Topkapi di Istanbul.[4]

Kompleks Pemakaman Jalaluddin Rumi pada hari ini di Konya, Turki. Photo: Ron Stockton

 

Kota Kuno

Konya adalah kota yang usianya sudah sangat tua. Ia adalah salah satu kota metropolitan tertua di dunia. Berdasarkan penggalian di Bukit Alâeddin yang berada di tengah kota, hasilnya menandakan bahwa Konya telah menjadi pusat perabadaban dari sejak 3.000 tahun sebelum Masehi. Menurut legenda bangsa Phrygian tentang banjir besar, Konya adalah kota pertama yang bangkit setelah datangnya banjir yang menghancurkan umat manusia. Masih ada legenda lain yang mengaitkan nama kunonya dengan eikon (gambar), atau kepala Gorgon, ketika prajurit mitologi Yunani,  Perseus, menaklukkan penduduk pribumi sebelum mendirikan kota Yunani.[5]

Kota Konya telah dikenal dengan nama yang berbeda selama berabad-abad. Hampir 4.000 tahun yang lalu bangsa Hittit menyebutnya Kuwanna, selanjutnya bangsa Phrygian menyebutnya Kowania, bangsa Romawi menyebutnya Ikonium, dan bangsa Turki menyebutnya Konya. Ketika zaman Romawi, kota ini dikabarkan pernah dikunjungi oleh Santa Paulus, salah satu tokoh suci penyebar ajaran Kristen, dan karena lokasinya yang berada di rute perdagangan kuno, Konya terus berkembang di era Bizantium (Kekaisaran Romawi Timur). Masa keemasan Konya terjadi pada abad ke-12 dan ke-13 ketika ia dijadikan ibu kota oleh Kesultanan Seljuk Rum. Antara tahun 1150 sampai 1300, Sultan Rum telah memperindah Konya, mendirikan banyak bangunan dan masjid yang indah.[6]

 

Jalaluddin Rumi

Jalaluddin Rumi dilahirkan pada tahun 1207 di kota Balkh di Khurasan (dekat Mazar-I-Sharif, Afghanistan masa kini), Rumi adalah putra seorang cendekiawan Islam yang cemerlang. Pada usia 12 tahun, dia melarikan diri dari invasi bangsa Mongol. Rumi dan keluarganya pergi terlebih dahulu ke Mekah, dan kemudian menetap di kota Rum pada tahun 1228. Rumi datang pada saat yang tepat, karena waktu itu Kesultanan Seljuk Rum sedang dalam masa kejayaannya. Di sana Rumi diperkenalkan kepada ajaran Sufisme oleh Burhanuddin, murid ayahnya, di bawah bimbingannya Rumi mempelajari  berbagai ajaran tradisi sufi. Setelah kematian ayahnya pada tahun 1231, Rumi pergi ke Aleppo dan Damaskus, Suriah, untuk menuntut ilmu. Dia kembali ke Konya pada tahun 1240 dan menjadi seorang guru sufi. Hanya dalam waktu beberapa tahun, karena kefasihan yang luar biasa, pengetahuan teologis, dan kepribadiannya yang menarik, dia telah mengumpulkan sejumlah pengikut yang selalu mengelilinginya.[7]

Melalui ajarannya, Sang Maulana (Guru, gelar yang diberikan kepada Rumi) mengajak orang-orang untuk datang ke Konya. Seolah-olah dia dapat menangkap ruh kota Konya yang telah didiami manusia dari berbagai peradaban selama berabad-abad, Rumi menuliskan sebuah syair tentang cinta dan toleransi:

“Datanglah, siapapun engkau

Meskipun engkau mungkin seorang kafir, penyembah berhala, ataupun penyembah api

Datanglah, persaudaraan kita bukan bagian dari keputusasaan

Meskipun engkau telah melakukan kesalahan ratusan kali

Kami adalah gerbang harapan, datanglah sebagai dirimu sendiri.”[8]

Di kemudian hari, Rumi mendirikan sebuah sekte sufi mistik yang disebut Maulawiyyah.[9] Rumi mengatakan bahwa cinta adalah satu-satunya hal yang diperlukan untuk mencapai Tuhan. Tanaman atau binatang juga mungkin mencintai, tetapi hanya manusia yang memiliki kapasitas untuk mencintai dengan tubuh, akal, pikiran, dan ingatannya. Sang Maulana juga mengagungkan percintaan kepada seorang wanita, sebab jika seseorang mencintai orang lain, maka sesungguhnya dia juga mencintai dirinya sendiri, kemanusiaan, alam semesta, dan Tuhan. Cinta yang terindah adalah “Cinta akan Kebenaran,” itu hanya dapat dimulai ketika seseorang telah mencapai tingkat kebijaksanaan seperti ini.[10]

Para Maulawi (pengikut Rumi) sedang melakukan ritual “Sema”. Photo: Globe Post Turkey

Dalam praktiknya, Maulawi (pengikut Rumi) akan melakukan suatu ritual tarian yang disebut dengan “Sema”. Ritual ini melambangkan dunia yang bersatu dalam cinta, dan menjaga langkah agar selalu selaras dengan rotasi dunia yang universal. Sementara salah satu tangan mereka menunjuk ke langit, tangan yang lain menunjuk ke bumi yang berarti “Cinta dari Tuhan menyebar ke bumi”. Semangat cinta mengalir tanpa henti dari Tuhan dan abadi. Sementara itu melodi dari seruling buluh menggambarkan kerinduan manusia untuk kembali ke sumber awalnya.[11] Karena ritual inilah dunia Barat menyebut sekte yang didirikan Rumi sebagai “The Whirling Dervishes” (Darwish yang berputar-putar).[12] (PH)

Bersambung ke:

Konya, Turki (2): Pasang Surut Maulawiyyah

Catatan Kaki:

[1] “Konya, Turkey”, dari laman https://www.britannica.com/place/Konya, diakses 4 Oktober 2018.

[2] Norbert C. Brockman, Encyclopedia of Sacred Places: Volume 1 (ABC-CLIO, LLC, 2011), hlm 280.

[3] Ibid.

[4] Kevin Gould, “Konya, in a whirl of its own”, dari laman https://www.theguardian.com/travel/2010/apr/10/konya-turkey-jelaluddin-rumi-dervish, diakses 4 Oktober 2018.

[5] “Konya, Turkey”, Ibid.

[6] Martin Gray, “Shrine of Rumi, Konya”, dari laman https://sacredsites.com/middle_east/turkey/shrine_of_rumi_konya.html, diakses 4 Oktober 2018.

[7] Ibid.

[8] Kevin Gould, Ibid., dan Situs Resmi Keluarga Jalaluddin Rumi, “Mevlana Celaleddin-i Rumi”, dari laman http://mevlana.net/index.html, diakses 4 Oktober 2018.

[9] “Mawlawīyah”, dari laman https://www.britannica.com/topic/Mawlawiyah, diakses 4 Oktober 2018.

[10] Turkish Cultural Foundation, “Mevlana Celaleddin Rumi (1207-1273)”, dari laman http://www.turkishculture.org/philosophers/mevlana/mevlana-celaleddin-rumi-25.htm, diakses 4 Oktober 2018.

[11] Ibid.

[12] “Konya, Turkey”, Ibid.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*