Mozaik Peradaban Islam

Mushab bin Umair (5): Misi ke Yastrib

in Tokoh

Last updated on December 11th, 2019 12:52 pm

Yang pertama di antara kaum Muhajirin yang datang kepada kami adalah Mushab bin Umair yang berasal dari suku Banu Abdid Daar. Kemudian datang Ibnu Ummi Maktum, yang merupakan seorang buta yang berasal dari suku Bani Fihr.

Sesampainya Mushab bin Umair di Yastrib (Madinah), dia mendapati bahwa kaum Muslimin di sana tidak lebih dari dua belas orang, yakni hanya orang-orang yang telah berbaiat di bukit Aqabah.[1] Bara bin Azib meriwayatkan tentang peristiwa kedatangan Mushab ke Madinah, “Muslim pertama (dari Makkah) yang hijrah ke kami (di Madinah) adalah Mushab bin Umair dan Ibnu Ummi Maktum.

“Mereka berdua mulai mengajari kami Alquran. Setelah itu, Ammar, Bilal dan Sa’d hijrah, diikuti oleh Umar yang ditemani oleh dua puluh orang lainnya.

“Aku belum pernah melihat orang-orang Madinah lebih bahagia pada kesempatan apa pun selain saat mereka tiba. Pada saat mereka tiba, aku sudah belajar Surah al-A’la di antara Surah Mufassal (surat-surat pendek dan panjang kalimat antara ayatnya juga pendek-pen) lainnya.”[2]

Dalam riwayat versi lainnya, Bara bin Azib dilaporkan mengatakan, “Yang pertama di antara kaum Muhajirin yang datang kepada kami adalah Mushab bin Umair yang berasal dari suku Banu Abdid Daar. Kemudian datang Ibnu Ummi Maktum, yang merupakan seorang buta yang berasal dari suku Bani Fihr.

“Setelah itu, Umar bin Khattab – tiba dengan dua puluh pria berkuda. Ketika kami bertanya kepadanya apa yang terjadi pada Rasulullah, dia mengatakan bahwa Rasulullah akan menyusulnya. Rasulullah dan Abu Bakar tiba setelah itu. Pada saat Rasulullah tiba, aku sudah belajar beberapa Surat dari Surat Mufassal.”[3]

Sekarang mari kita kembali kepada kisah Mushab bin Umair. Berikut ini adalah ringkasan kegiatan Mushab selama di Madinah berdasarkan riwayat dari Urwa bin Zubair:

Setelah kaum Anshar meminta dikirim seseorang untuk mengajar mereka, dengan demikian Rasulullah mengutus Mushab bin Umair, yang berasal dari suku Bani Abdud Daar. Di Madinah dia tinggal bersama suku Bani Ghanam didampingi Asad bin Zurarah. Di sana dia mulai menyeru orang-orang ke Islam, menyebarkan Islam, dan memperbanyak penganutnya. Hal ini dia lakukan secara rahasia.

Urwa bin Zubair meriwayatkan lebih lanjut dengan mengatakan tentang dakwah yang disampaikan Mushab bin Umair kepada Saad bin Muadz dan bagaimana dia menjadi seorang Muslim, diikuti oleh konversi seluruh Bani Abdil Ashhal ke dalam Islam.  

Setelah itu, suku Bani Najjar membujuk tuan rumah Mushab bin Umair, Asad bin Zurarah, dan Mushab bin Umair pun terpaksa tinggal bersama Saad bin Muadz. Di sana dia melanjutkan dakwahnya dan Allah membimbing orang-orang di tangannya sampai hampir tidak ada rumah orang Anshar yang tidak memiliki Muslim di dalamnya. Bahkan para pemimpin Anshar menerima Islam, termasuk Amr bin Jamuh.

Berhala-berhala kaum Anshar bahkan hancur. Orang-orang Muslim menjadi dominan di Madinah dan urusan mereka berjalan lancar. Mushab bin Umair kemudian kembali ke Rasulullah dengan gelar “al-Muqri” (Sang Pembimbing).[4]

Beberapa bulan setelah kedatangan Mushab di Madinah, jumlah orang-orang yang memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya terus meningkat. Pada musim haji berikutnya setelah peristiwa perjanjian Aqabah, Kaum Muslimin Madinah mengirim utusan mereka kembali menemui Nabi di Makkah. Dan para utusan ini dipimpin oleh guru mereka, oleh duta utusan Nabi, yaitu Mushab bin Umair.

Dengan tindakannya yang tepat dan bijaksana, Mushab telah membuktikan bahwa pilihan Rasulullah atas dirinya tepat. Dia memahami tugas dengan sepenuhnya, hingga tidak terlanjur melampaui batas sebagaimana yang telah ditugaskan.

Dia sadar bahwa tugasnya adalah menyeru kepada Allah, menyampaikan berita gembira akan lahirnya sebuah agama yang mengajak manusia mencapai hidayah Allah, dan membimbing mereka ke jalan yang lurus. Akhlak Mushab mengikuti pola hidup Rasulullah yang diimaninya, yang mengemban kewajiban hanya untuk menyampaikan saja, tanpa memaksa.[5]

Tetapi bagaimanapun, pada kenyataannya apa yang terjadi di Madinah tidak sesederhana seperti ringkasan di atas. Pada seri kelanjutan artikel ini, penulis nanti akan menyampaikan bagaimana dakwah Mushab di Madinah berjalan berdasarkan penuturan dari periwayat-periwayat lain dengan lebih terperinci. (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Khalid Muhammad Khalid, Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah, terjemahan ke bahasa Indonesia oleh Mahyuddin Syaf, dkk (CV Penerbit Diponegoro: Bandung, 2001), hlm 47.

[2] Diriwayatkan oleh Baihaqi sebagaimana dikutip dalam Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah (Vol 3, hlm 197), dikutip kembali dalam Hazrat Maulana Muhammad Yusuf Kandehelvi, The Lives of The Sahabah (Vol.1), diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Mufti Afzal Hossen Elias (Zamzam Publisher: Karachi, 2004) hlm 348.

[3] Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, dan Muslim sebagaimana dikutip dalam Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah (Vol 3, hlm 188), dikutip kembali dalam Hazrat Maulana Muhammad Yusuf Kandehelvi, Loc.Cit.

[4] Tabrani dan Abu Nuaim dalam Dala’il (hlm 108) dan Haithami (vol 6, hlm 62) telah berkomentar terhadap hadist ini seperti narasi di atas sebagaimana dikutip dalam Hazrat Maulana Muhammad Yusuf Kandehelvi, Op.Cit., hlm 136-137.

[5] Khalid Muhammad Khalid, Loc.Cit.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*