Usaid, pemimpin musyrik Bani Abdil Ashhal di Yastrib, sambil membawa tombak mendatangi Mushab yang sedang berdakwah, berkata, “Engkau akan meninggalkan kami sendirian jika engkau menyayangi hidupmu!”
Abdullah bin Abi Bakr bin Muhammad bin Amr bin Hazm dan banyak lainnya meriwayatkan bahwa Asad bin Zurarah membawa Mushab bin Umair ke wilayah suku Bani Abdil Ashhal dan Bani Zafar. Mereka memasuki salah satu kebun suku Bani Zafar di mana terdapat sebuah sumur yang disebut Bir Maraq. Keduanya duduk di kebun dan banyak Muslim berkumpul di sana bersama mereka.
Pada masa itu, Saad bin Muadz dan Usaid Bin Hudhair adalah dua pemimpin suku Bani Abdil Ashhal dan masih musyrikin, yang teguh kepada agama nenek moyang mereka. Saad bin Muadz juga merupakan sepupu Asad bin Zurarah.
Ketika kedua pemimpin ini mendengar tentang pertemuan itu, Saad bin Muadz berkata kepada Usaid Bin Hudhair, “Apakah engkau tidak memiliki ayah (tidak menghormati diri sendiri)?! Pergilah kepada dua orang yang telah datang ke daerah kita untuk membodohi kaum kita yang mudah tertipu.
“Peringatkan dan tegurlah mereka karena telah datang ke daerah kita. Aku akan melakukannya untukmu jika bukan karena adanya hubungan Asad bin Zurarah yang dimilikinya denganku seperti yang engkau tahu. Dia adalah sepupuku dan aku tidak mungkin berhadap-hadapan dengannya.”
Usaid mengambil tombaknya dan pergi ke mereka. Ketika Asad melihatnya mendekat, dia berkata kepada Mushab, “Dia adalah pemimpin kaumnya. Dia datang untukmu, jadi ikhlas lah kepada Allah ketika berbicara kepadanya.”
Mushab berkata, “Aku akan berbicara kepadanya jika dia mau duduk (mendengarkan).”
Usaid berdiri di hadapan mereka dan mulai bersumpah serapah kepada mereka. Dia berkata, “Mengapa engkau mendatangi kami? Apakah engkau datang untuk membodohi kaum kami yang mudah tertipu? Engkau akan meninggalkan kami sendirian jika engkau menyayangi hidupmu!”
Mushab berkata kepadanya, “Maukah engkau duduk dan mendengarkan sebentar saja? Jika engkau menyukai apa yang engkau dengar, engkau boleh menerimanya. Jika tidak, kami akan berhenti melakukan apa yang engkau tidak sukai.”
Usaid berkata, “Itu adalah usulan yang adil.”[1]
Sampai di sini, sejarawan Khalid Muhammad Khalid dari al-Azhar memberikan komentarnya. Menurutnya, Usaid sebenarnya adalah orang yang berakal dan berpikiran sehat. Dan sekarang ini dia diajak oleh Mushab untuk berbicara dan meminta pertimbangan kepada hati nuraninya sendiri. Yang dimintanya hanyalah agar dia bersedia mendengar dan bukan yang lainnya.
Jika Usaid menyetujui, dia akan membiarkan Mushab, dan jika tidak, maka Mushab berjanji akan meninggalkan daerah dan kaum mereka untuk mencari tempat lain, dengan tidak merugikan ataupun dirugikan siapa pun.[2]
Sekarang mari kita lanjutkan kembali riwayat dari Abdullah bin Abi Bakr bin Muhammad bin Amr bin Hazm.
Dia (Usaid) kemudian meletakkan tombaknya ke tanah dan duduk. Mushab lalu berbicara kepadanya tentang Islam dan membacakan Alquran kepadanya. Mushab dan Asad dapat mengatakan bahwa dilihat dari raut dan kelembutan yang mereka lihat pada wajah Usaid, mereka tahu bahwa dia telah menerima Islam bahkan sebelum dia dapat menyatakannya.
Usaid berkata, “Betapa luar biasa dan indahnya ini! Apa yang harus engkau lakukan ketika engkau ingin bergabung dengan jamaah agama ini?”
Mereka berkata kepadanya, “Mandilah, bersihkan dirimu dengan baik, bersihkan kedua pakaianmu (bagian atas dan bawah), ucapkanlah syahadat kebenaran dan lakukanlah salat.”
Usaid lalu bangkit, mandi, mencuci pakaiannya, membaca syahadat dan kemudian berdiri untuk melakukan dua rakaat salat. Dia kemudian berkata kepada keduanya, “Di belakangku adalah seorang pria yang akan segera aku kirim kepada kalian. Jika dia mengikuti kalian, maka tidak akan ada satu jiwa pun dari kaumnya yang tidak akan mengikutinya. Dia adalah Saad bin Muadz.”[3] (PH)
Bersambung ke:
Sebelumnya:
Catatan Kaki:
[1] Hazrat Maulana Muhammad Yusuf Kandehelvi, The Lives of The Sahabah (Hayatus Sahabah) Vol.1, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Mufti Afzal Hossen Elias (Zamzam Publisher: Karachi, 2004) hlm 207.
[2] Khalid Muhammad Khalid, Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah, terjemahan ke bahasa Indonesia oleh Mahyuddin Syaf, dkk (CV Penerbit Diponegoro: Bandung, 2001), hlm 48.
[3] Hazrat Maulana Muhammad Yusuf Kandehelvi, Op.Cit., hlm 207-208.