Mozaik Peradaban Islam

Naser-e Khosraw (5): Al-Ma’arri, Sang Filsuf Bermata Buta

in Tokoh

Last updated on November 12th, 2019 07:14 am

Meskipun kaya raya, Al-Ma’arri yang buta hanya makan sekerat roti sepanjang hari. Hartanya selalu dia berikan untuk orang-orang. Dia pernah berkata, “Aku tidak memiliki apa pun selain yang aku makan.”

Foto ilustrasi Al-Ma’arri, filsuf bermata buta. Sumber: History Answer

Di Suriah

Pada tanggal sebelas Rajab (11 Januari) kami meninggalkan kota Aleppo. Setelah tiga parasang[1] (sekitar 17 km-pen) terdapat sebuah desa yang bernama Jond Qennasrin. Keesokan harinya, setelah melakukan perjalanan sepanjang enam parasang (sekitar 34 km-pen), kami tiba Sarmin, sebuah kota yang tidak memiliki tembok dan benteng.

Enam parasang (sekitar 34 km-pen) lebih jauh lagi, adalah kota Maarrat al-Noman yang cukup padat. Kota itu memiliki dinding batu. Di samping gerbang kota aku melihat sebuah kolom batu berbentuk silinder, yang memiliki sesuatu yang tertulis di atasnya dalam sebuah teks yang bukan bahasa Arab.

Aku bertanya kepada seseorang apa itu, dan dia berkata bahwa itu adalah jimat untuk menolak kalajengking. Jika kalajengking dibawa dari luar dan dilepaskan, ia akan lari dan tidak tinggal di dalam kota. Aku memperkirakan kolom itu tingginya sekitar sepuluh ell (sekitar 5 meter-pen).[2]

Aku menemukan pasarnya sedang berkembang, dan masjid untuk salat Jumat dibangun di tengah kota, sehingga dari arah mana saja, siapapun yang ingin masuk ke masjid, dia harus menaiki tiga belas anak tangga.

Seluruh hasil pertanian mereka setidaknya menghasilkan gandum, yang mana sangat melimpah. Buah ara, zaitun, pistachio,[3] almond, dan anggur juga berlimpah. Sumber pengairan kota berasal dari hujan dan sumur.

Di kota itu ada seorang pria yang bernama Abu al-Ala al-Ma’arra (atau al-Ma’arri).[4] Meskipun bermata buta, dia adalah kepala kota dan sangat kaya, memiliki banyak budak dan pelayan. Setiap orang di kota itu, pada kenyataannya, seperti seorang budak baginya, tetapi dia sendiri telah memilih kehidupan zuhud.

Dia mengenakan pakaian kasar dan tinggal di rumah. Setengah maund[5](sekitar 8 gram) roti gandum akan dia bagi menjadi sembilan bagian, dan hanya dengan satu bagian untuk sepanjang siang dan malam, dia sudah merasa tercukupi. Selain itu, dia tidak makan apa pun.

Aku mendengar, dikatakan bahwa pintu rumahnya selalu terbuka, dan bahwa bawahan dan petugas-petugasnya melakukan seluruh pekerjaan kota, kecuali untuk pengawasan secara keseluruhan, yang mana dia lakukan sendiri. Dia mengingkari tentang kekayaannya kepada siapa pun, meski (kaya raya) dia sendiri terus berpuasa dan terjaga (untuk salat-pen) di malam hari, tidak ikut serta dalam urusan duniawi.

Orang ini telah mencapai peringkat yang sedemikian tinggi dalam dunia puisi dan sastra, sehingga semua orang terpelajar dari Suriah, Maghrib,[6] dan Irak mengakui bahwa di zaman ini tidak ada yang memiliki status yang sebanding dengannya.

Dia telah menulis sebuah buku…. di mana dia berbicara dalam perumpamaan yang penuh teka-teki. Meskipun mengalir dan menakjubkan, buku itu hanya dapat dimengerti oleh sedikit orang dan oleh mereka yang telah mempelajari bersamanya.

Dia bahkan telah dituduh mencoba menyaingi Alquran. Selalu ada lebih dari dua ratus orang dari berbagai penjuru yang berkumpul di sekitarnya, mempelajari literatur dan puisi. Aku telah mendengar bahwa dia sendiri telah menciptakan lebih dari seratus ribu baris puisi.

Seseorang pernah bertanya kepadanya, semenjak Allah telah memberinya semua kekayaan dan harta benda ini, lalu mengapa dia memberikannya kepada orang-orang dan hampir tidak makan apapun untuk dirinya sendiri.

Jawabannya adalah, “Aku tidak memiliki apa pun selain yang aku makan.” Ketika aku melewati kota itu, dia masih hidup…. (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Satu parasang setara dengan 3,5 mil. (Michael Wolfe)

[2] Kira-kira satu setengah kaki. (Michael Wolfe)

[3] Sejenis kacang mete, persebaran pohonnya ada di Asia Tengah dan Timur Tengah. (PH)

[4] Abu al-Ala al-Ma’arri (973-1057), dia dikenal sebagai seorang filsuf, penyair, dan penulis yang bermata buta. Digambarkan sebagai seorang “pemikir bebas yang pesimis”, al-Maʿarri pada masanya dianggap sebagai seorang rasionalis kontroversial. Dia mengatakan bahwa rasionalisme adalah sumber utama kebenaran dan alat pengungkap tentang ilahi. (PH)

[5] Kira-kira tiga setengah pon. (Michael Wolfe)

[6] Maghrib, sebuah wilayah yang mencakup Afrika Utara atau barat laut Afrika. Atau ada juga yang mengidentifikasikannya sebagai wilayah persebaran orang-orang suku Berber. (PH)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*