Mozaik Peradaban Islam

Naser-e Khosraw (6): Tennis, Kota Tekstil Abad Pertengahan

in Tokoh

Last updated on November 12th, 2019 07:14 am

Di kota Tennis mereka menenun buqalamun, yang tidak ditemukan di tempat lain mana pun di dunia. Ini adalah kain berwarna-warni yang muncul dengan warna berbeda pada waktu yang berbeda dalam sehari.

Dari masa peradaban kuno, bangsa Mesir sudah menenun linen. Di atas adalah foto linen dari abad ke 24-18 SM. Foto: imgur

Setelah dari Yerusalem aku memutuskan untuk berlayar ke Mesir melalui jalur laut dan dari sana kembali ke Makkah…. Tak lama, aku tiba di sebuah pelabuhan yang bernama Tina, dari sana engkau dapat melanjutkan ke Tennis (atau Tinnis).[1] Aku naik perahu dan berlayar ke Tennis, yang berada di sebuah pulau.

Ini adalah kota yang menyenangkan dan sangat jauh dari daratan utama, sehingga engkau bahkan tidak dapat melihat pantainya dari ketinggian. Kota ini penduduknya padat dan memiliki pasar yang bagus dan dua masjid utama. Aku memperkirakan ada sepuluh ribu kios, seratus di antaranya adalah apotek….

Mereka menenun linen dengan berbagai warna, yang digunakan untuk serban, jubah, dan pakaian wanita. Warna linen buatan Tennis tidak ada bandingannya di mana pun, kecuali dengan linen putih yang ditenun di Damietta. Apa yang ditenun di pusat kerajinan istana tidak boleh dijual kepada siapa pun.

Aku pernah mendengar bahwa raja Persia pernah mengirim dua puluh ribu dinar ke Tennis untuk membeli satu setelan pakaian dari bahan khusus milik mereka. (Utusan-utusannya) tinggal di sana selama beberapa tahun tetapi tidak berhasil mendapatkannya.

Apa yang paling terkenal dari para penenun ini adalah bahan “khusus” kepunyaan mereka. Aku mendengar bahwa seseorang di sana telah membuatkan serban untuk sultan Mesir yang harganya lima ratus dinar emas. Aku melihat sendiri serban itu dan diberi tahu bahwa harganya empat ribu dinar.

Di kota Tennis ini mereka menenun (sejenis kain yang disebut) buqalamun, yang tidak ditemukan di tempat lain mana pun di dunia. Ini adalah kain berwarna-warni yang muncul dengan warna berbeda pada waktu yang berbeda dalam sehari. Itu diekspor baik ke timur dan ke barat dari Tennis.

Aku pernah mendengar bahwa penguasa Bizantium pernah mengirim pesan kepada Sultan Mesir bahwa dia akan menukar seratus kota di wilayahnya dengan Tennis saja. Sultan tentu saja tidak menerima, mengetahui bahwa yang dia inginkan terhadap kota ini adalah linen dan buqalamun.

Ketika air Sungai Nil naik, ia mendorong air asin dari laut menjauh dari Tennis, sehingga sepanjang sepuluh parasang[2] (sekitar 56 km) airnya menjadi segar. Waktu itu, selama sepanjang tahun, tangki bawah tanah yang disebut dengan masnaas, diperkuat dan dibangun di pulau itu.

Ketika air sungai Nil mendorong air laut yang asin untuk mundur, mereka mengisi tangki-tangki ini dengan membuka jalur air dari laut ke dalamnya, dan kota ini dapat bertahan selama setahun penuh karena persediaan ini. Ketika seseorang memiliki kelebihan air, dia akan menjualnya kepada orang lain, dan ada juga (pemilik) masnaa yang baik hati, yang memberikan airnya untuk para musafir.

Populasi penduduk kota ini adalah lima puluh ribu orang, dan ada pada waktu tertentu setidaknya seribu kapal, baik itu milik para saudagar dan sultan, menjangkar di sana; Karena tidak ada apa pun di sana, semua yang dikonsumsi harus dibawa masuk dari luar.

Oleh karena itu, semua transaksi eksternal dengan penduduk pulau dilakukan melalui kapal, dan ada garnisun bersenjata lengkap yang ditempatkan di sana sebagai tindakan pencegahan terhadap serangan oleh orang-orang Frank dan Bizantium.

Aku mendengar dari sumber yang dapat dipercaya, bahwa setiap harinya seribu dinar mengalir dari sana ke dalam kas sultan. Setiap hari, orang-orang kota menyerahkan sejumlah (uang) itu kepada pemungut pajak, dan dia pada gilirannya mengirimkannya ke kas sebelum menunjukkan defisit. Tidak ada yang diambil dari siapa pun dengan paksaan.

Harga penuh dibayar untuk semua linen dan buqalamun yang ditenun untuk Sultan, sehingga orang-orang bekerja dengan senang hati — tidak seperti di beberapa negara lain, di mana para pengrajin dipaksa bekerja untuk Wazir dan Sultan!

Mereka menenun alas untuk tandu unta dan kain pelana bergaris untuk para bangsawan; sebagai imbalannya, mereka mengimpor buah-buahan dan bahan makanan dari pedesaan di Mesir.

Mereka juga membuat perkakas dari besi dengan kualitas istimewa, seperti gunting, pisau, dan sebagainya. Aku melihat sepasang gunting besar yang diimpor dari sana ke Mesir dan dijual seharga lima dinar. Mereka membuatnya sedemikian rupa, sehingga ketika as dicabut, gunting itu tercerai berai, dan ketika as itu dipasangkan kembali, ia dapat bekerja kembali….

Kami berangkat ke Mesir. Ketika kami sampai di tepi pantainya, kami menemukan sebuah perahu yang sedang melaju ke Sungai Nil. Di pantai dekat Sungai Nil, alirannya terpecah menjadi banyak cabang dan mengalir secara terpisah ke laut. Cabang tempat kami berada bernama Rumesh.

Perahu berlayar sampai kami tiba di sebuah kota yang bernama Salehiyya, yang sangat subur. Banyak kapal yang mampu membawa hingga dua ratus kharvars[3](sekitar 30 ton-pen) komoditas untuk dijual di toko-toko di Kairo yang berasal dari sana. Jika tidak dilakukan dengan cara seperti itu, tidak mungkin dapat membawa perbekalan ke kota menggunakan hewan dengan efisiensi yang seperti itu.

Kami turun di Salehiyya dan malam itu juga melanjutkan perjalanan ke kota. Pada hari Minggu…. (3 Agustus 1047),…. kami sudah berada di Kairo. (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Kota ini sekarang berada di Mesir, namun pada saat Shalahuddin al-Ayyubi berkuasa, pada tahun 1192-1193 dia memerintahkan agar kota itu dikosongkan karena lokasinya jauh dari pusat kota dan secara geografis menurutnya tempat itu memiliki banyak kekurangan. Tennis kemudian hanya difungsikan untuk pos pertahanan militer, terutama untuk menangkal serangan Pasukan Salib yang datang melalui jalur laut. Segala kepentingan komersial di kota itu kemudian dipindahkan ke Damietta (Domyat). (PH)

[2] Satu parasang setara dengan 3,5 mil. (Michael Wolfe)

[3] 100 maunds, atau sekitar 350 pound. (Michael Wolfe)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*