Negus (1): Raja yang Melindungi Kaum Muslimin

in Tokoh

Last updated on January 2nd, 2020 06:42 am

Rasulullah Saw bersabda: ‘Bagaimana kalau kalian berangkat ke negeri Habasyah, karena rajanya tidak mengizinkan seorang pun didzalimi di dalamnya, dan negeri tersebut adalah negeri yang benar, hingga Allah memberi jalan keluar bagi penderitaan yang kalian alami?’

Gambar ilustrasi. Sumber: letstalkhistory.com.ng

Pengantar

Dalam satu riwayat Ibnu Ishaq berkata bahwa Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam berkata bahwa Ziyad bin Abdullah Al-Bakkai berkata dari Muhammad bin Ishaq Al-Muththalibi yang berkata,

“Ketika Rasulullah Saw melihat penderitaan yang dialami sahabat-sahabatnya, sedang beliau dalam keadaan segar bugar karena kedudukan beliau di sisi Allah dan di sisi pamannya, Abu Thalib; sementara beliau tidak mampu melindungi mereka terhadap penderitaan yang dialami, maka beliau bersabda kepada mereka, ‘Bagaimana kalau kalian berangkat ke negeri Habasyah, karena rajanya tidak mengizinkan seorang pun didzalimi di dalamnya, dan negeri tersebut adalah negeri yang benar, hingga Allah memberi jalan keluar bagi penderitaan yang kalian alami?’

Kemudian kaum Muslimin dari sahabat-sahabat Rasulullah Saw berangkat ke Habasyah, karena takut mendapatkan penderitaan yang lebih berat, dan lari kepada Allah dengan membawa agama mereka. Itulah hijrah pertama yang terjadi dalam Islam.”[1]

Sejarah mencatat, hijrah pertama kaum Muslimin ini terjadi pada tahun 615 M. Dan negeri Habasyah yang dimaksud oleh Rasulullah Saw tersebut, saat ini wilayahnya mencakup negara Ethiopia, Eritrea, dan Sudan. Negeri ini terletak di tepi Laut Merah, tidak jauh dari Kota Makkah. Orang-orang arab Makkah tinggal berjalan sekitar 60 Km ke arah barat menuju pelabuhan Jeddah, lalu menyebrang Laut Merah, maka sampailah ke negeri Habasyah. 

Pada zaman pra Islam, hubungan antara masyarakat Makkah dengan Habasyah sudah cukup intens.[2] Selain ke Yaman dan Syam (Suriah sekarang), ke Habasyah-lah daerah tujuan dagang kaum Quraisy masa itu. Posisi geo-politik Habasyah yang strategis membuatnya menjadi salah satu pasar global yang cukup popular. Bila Syam pada masa itu menjadi Makmur karena menjadi simpul yang menghubungkan antara sistem perdagangan dari Jalur Sutra dan Mediterania, maka Habasyah menjadi simpul yang menghubungkan antara sistem perdangangan dari peradaban di Samudera Hindia (seperti Persia, India, dan Nusantara) ke peradaban di pesisir Mediaterania (seperti Romawi dan Syam).

Adapun raja dari negeri Habasyah yang dimaksud Rasulullah tersebut tidak lain adalah Negus atau dalam istilah Arab disebut An-Najasyi. Negus atau An-Najasyi, dalam Bahasa Ethiopia adalah Raja atau penguasa. Sama seperti Kisra di Persia, Ceasar di Roma ataupun Sultan yang kemudian banyak digunakan sejumlah imperium Islam untuk menyebut rajanya.

Dalam sejarah bangsa Arab, baik sebelum dan setelah datangnya Islam, peran Negus ini sering kali muncul. Dalam riwayat Tabari, peran Negus ini muncul pertama kali ketika dia mengutus pasukannya untuk menaklukkan Yaman. Dan di dalam pasukan itulah muncul sosok terkenal dalam sejarah, yaitu Abrahah Abu Yaksum.[3]

Setelah berhasil menaklukkan Yaman, Abrahah kemudian mengambil alih tampuk kekuasan di Yaman dan menyatakan setia kepada Negus. Dia kemudian berambisi untuk menyaingi popularitas Kota Makkah dengan cara membangun gereja sebagai destinasi wisata ruhani bagi manusia. Konon, biaya membangun gereja tersebut tidak hanya disokong oleh Negus, tapi juga oleh Romawi.[4]

Dan sebagaimana sejarah kemudian mencatat, disebabkan rasa putus asa karena gagal mengalihkan pandangan manusia dari Kabah yang terletak di Kota Makkah, maka Abrahah memutuskan untuk menyerang kota suci tersebut dengan pasukan gajah. Namun upaya ini digagalkan oleh Allah SWT dengan mengirimkan burung Ababil yang menghancurkan pasukan besar tersebut. Dan di tahun yang sama pula, lahirlah Rasulullah Muhammad Saw ke dunia.[5]

Setelah 40 tahun berlalu, misi kerasulan pun dimulai di Kota Makkah. Tapi penolakan pun bermunculan, baik dari dalam lingkar keluarga Muhammad, ataupun di luar itu. Sebenarnya, ajaran yang dibawa Muhammad Saw bukan satu hal baru bagi masyarakat Arab kala itu. Dan penolakan kaum Quraisy Makkah pada ajaran itupun, bukan disebabkan karena ketidaktahuannya. Sebaliknya, justru disebabkan mareka tahu, bahwa ajaran tersebut akan secara radikal membongkar sistem kekuasaan jahiliyah yang sudah mereka rajut sekian waktu lamanya.

Itu sebabnya, berbagai cara mereka lakukan untuk menghentikan dakwah tersebut. Mulai dari cara persuasi, hingga intimidasi, penyiksaan, dan pembunuhan kepada mereka yang mengikuti ajaran Muhammad Saw.

Dan ketika situasi yang dihadapi kaum Muslimin awal tersebut sudah sulit dikendalikan, maka Rasulullah pun memerintahkan mereka untuk pergi ke Habsyah. Negeri yang menurut Rasul Saw dipimpin seorang raja yang “tidak mengizinkan seorang pun didzalimi di dalamnya.” Sosok inilah yang insyaAllah akan kita kisahkan dalam serial kali ini. (AL)

Bersambung…

Catatan kaki:


[1] Lihat, Sirah Nabawiah Ibn Hisyam (jilid 1), Fadhli Bahri, Lc (Penj), Jakarta, Batavia Adv, 2000, hal. 244

[2] Lihat, W. Montgomery Watt dalam kata pengantarnya untuk buku The History of al-Tabari (Ta’rikh al-rusul wa ‘l-muluk) VOLUME VI, Muhammad at Mecca, translated and annotated by W. Montgomery Watt and M. V. McDonald, State University of New York Press, hal. xliii

[3] Uraian lebih lanjut mengenai kisah Negus dan Abrahah, bisa merujuk pada salah satu artikel yang pernah diterbitkan oleh ganaislamika.com. Untuk membaca, bisa mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/kaum-quraisy-10-abrahah-dan-percaturan-politik-dunia-1/

[4] Uraian lebih jauh mengenai kisah Abrahah membangun gereja, bisa mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/kaum-quraisy-12-abrahah-dan-percaturan-politik-dunia-3/

[5] Uraian lebih jauh mengenai kisah hancurnya pasukan gajah, bisa mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/abdul-muthalib-5-menghadapi-abrahah/

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*