Dalam Perang Khaibar, terdapat sebuah pertarungan paling legendaris yang dicatat oleh sejarawan. Ini terjadi ketika Ali bin Abi Thalib tiba di gerbang benteng Nai’im, yang juga merupakan benteng terbesar dan terkuat di Khaibar. Di Benteng ini terdapat pendekar paling ternama Yahudi bernama Marhab. Ia datang menantang duel Ali bin Abi Thalib lengkap dengan segala atribut perangnya. Marhab bahkan mengenakan baju zirah dua lapis, beserta helm pelindung kepala (mighfar), dan perisai. Namun semua upaya Marhab tidak berhasil melindunginya dari pedang Zulfiqar. Pedang ini demikian digjaya. Baju besi Marhab tak ubahnya seperti kayu lapuk.
—Ο—
Sebagaimana sudah dikisahkan sebelumnya, Perang Khaibar adalah salah satu perang yang paling alot dan sulit dimenangkan oleh Rasulullah SAW. Sejak kedatangan beliau ke Khaibar pada 26 Muharram 7 H, benteng-bentang itu tak juga takluk hingga 20 hari setelahnya. Jangankan menaklukkan, bahkan untuk mendekati benteng-benteng tersebut saja, kaum mulimin mengalami kesulitan yang luar biasa. Mereka langsung dihujani oleh batu, panah dan ketapel yang mampu menjangkau hingga jarak 300 meter. Beberapa kali Rasul mengutus pasukan dan berkali-kali juga beliau mengganti komandan pasukan-pasukan tersebut, namun benteng-benteng tersebut tak kunjung ditaklukkan.[1]
Ketika semua upaya dari para sahabat sudah dilakukan, maka akhirnya Rasulullah mengucapkan sabdanya yang terkenal, sebagaimana tercatat dalam Hadist Shahih Bukhari:[2]
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي حَازِمٍ قَالَ أَخْبَرَنِي سَهْلُ بْنُ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَوْمَ خَيْبَرَ لَأُعْطِيَنَّ هَذِهِ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلًا يَفْتَحُ اللَّهُ عَلَى يَدَيْهِ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيُحِبُّهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ قَالَ فَبَاتَ النَّاسُ يَدُوكُونَ لَيْلَتَهُمْ أَيُّهُمْ يُعْطَاهَا فَلَمَّا أَصْبَحَ النَّاسُ غَدَوْا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّهُمْ يَرْجُو أَنْ يُعْطَاهَا فَقَالَ أَيْنَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ فَقِيلَ هُوَ يَا رَسُولَ اللَّهِ يَشْتَكِي عَيْنَيْهِ قَالَ فَأَرْسَلُوا إِلَيْهِ فَأُتِيَ بِهِ فَبَصَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي عَيْنَيْهِ وَدَعَا لَهُ فَبَرَأَ حَتَّى كَأَنْ لَمْ يَكُنْ بِهِ وَجَعٌ فَأَعْطَاهُ الرَّايَةَ فَقَالَ عَلِيٌّ يَا رَسُولَ اللَّهِ أُقَاتِلُهُمْ حَتَّى يَكُونُوا مِثْلَنَا فَقَالَ انْفُذْ عَلَى رِسْلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ وَأَخْبِرْهُمْ بِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللَّهِ فِيهِ فَوَاللَّهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ بِكَ رَجُلًا وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ
“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Abdurrahman dari Abu Hazim ia berkata; telah mengabarkan kepadaku Sahal bin Sa’ad radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda pada waktu perang Khaibar: “Sungguh esok hari aku akan menyerahkan bendera komando ini kepada seorang laki-laki yang lewat tangannya Allah akan memenangkan peperangan ini. Dia adalah orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya.” Sahal berkata; “Maka semalaman orang-orang memperbincangkan siapa diantara mereka yang akan diberikan kepercayaan itu.” Keesokan harinya, orang-orang telah berkumpul di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan masing-masing berharap mendapat kepercayaan tersebut. Beliau bertanya: “Dimanakan Ali bin Abu Thalib?.” Para sahabat menjawab; “Dia sedang sakit mata, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda; “Datangilah dan bawa dia kemari”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu meludahi matanya dan mendo’akannya. Seketika matanya sembuh seakan tidak ada bekas sakit sebelumnya. Akhirnya beliau menyerahkan bendera komando perang tersebut kepadanya. ‘Ali berkata; “Wahai Rasulullah, “Aku akan memerangi mereka hingga mereka menjadi seperti kita.” Beliau berkata; “Laksanakanlah dengan tenang hingga kamu singgah pada tempat tinggal mereka lalu ajaklah mereka menerima Islam dan kabarkan kepada mereka apa yang menjadi kewajiban mereka dari hak-hak Allah. Sungguh seandainya Allah memberi hidayah kepada seseorang lewat perantaraan kamu, hal itu lebih baik buatmu dari pada unta merah (harta yang paling baik).”
Dalam kisah yang lain dikatakan, bahwa ketika mengutus Ali bin Abi Thalib, Rasulullah SAW kemudian memberikan baju perangnya, sebab baju perang Ali sudah ia jual sebagai mas kawin ketika melamar Fatimah binti Rasulullah SAW. Setelah Ali mengenakan baju perang, lalu Beliau SAW sendiri yang menyematkan Pedang Zulfiqar ke pinggang Ali, dan memberikan panji perang kepadanya. Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan kemenakannya itu beserta serombongan pasukan kaum Muslimin untuk menyerang benteng Khaibar.[3]
Singkat cerita, satu persatu benteng-bentang Khaibar berhasil ditaklukkan oleh pasukan yang dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib. Dalam pertempuran tersebut, terdapat sebuah pertarungan paling legendaris yang dicatat oleh sejarawan. Ini terjadi ketika Ali bin Abi Thalib tiba di gerbang benteng Nai’im, yang juga merupakan benteng terbesar dan terkuat di Khaibar. Di Benteng ini ada sosok bernama Marhab, seorang pendekar Yahudi paling ternama. Ia datang menantang duel Ali bin Abi Thalib lengkap dengan segala atribut perangnya. Marhab bahkan mengenakan baju zirah dua lapis, beserta helm pelindung kepala (mighfar), dan perisai.
Namun ternyata, semua upaya Marhab tidak berhasil melindunginya dari pedang Zulfiqar. Pedang ini demikian digjaya. Baju besi Marhab tak ubahnya seperti kayu lapuk. Dengan mudah Ali mencincang baju zirah tersebut hingga terbelah berkali-kali. Demikian dahsyatnya serangan yang dilancarkan oleh Ali dan Pedang Zulfiqar, hingga para sahabat mendengar suara benturan yang sangat keras. Sampai akhirnya pedang Zulfiqar membelah helm besi yang menutupi kepala Marhab hingga menembus kepala sampai ke gigi geraham. Pendekar Yahudi yang paling ditakuti itupun roboh berkalang tanah.[4]
Bersambung…
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1] Lihat, O. Hashem, Muhammad Sang Nabi; Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara Detail, Jakarta, Ufuk Press, 2007, hal. 222
[2] Lihat, Hadits Shahih Al-Bukhari No. 3888, https://www.hadits.id/hadits/bukhari/3888, diakses 7 Juli 2018; Lihat juga, Shahih Bukhari, jilid 5, hal. 76
[3] Lihat, http://balaghah.net/old/nahj-htm/id/id/makalah/48(0).htm, diakses 9 Juli 2018
[4] Lihat, O. Hashem, Op Cit, hal. 227