Manusia, sebagian menyerap kehidupan fisik yang serba-sementara, sebagian lain menembus kehidupan non-fisik yang tak-terbatas, dan sebagian lain melebur dan menyatu dengan Sumber Kehidupan Mutlak.
Allah SWT berfirman:
Dialah yang menurunkan air dari langit, kemudian lembah-lembah mengalirkannya sesuai dengan kadar masing-masing. Arus air lalu membawa buih yang mengapung. Pada apa (logam) yang mereka leburkan dalam api untuk membuat perhiasan atau peralatan juga terdapat buih (atau ampas) seperti yang terdapat pada arus (air). Begitulah Allah mengumpamakan antara haq dan batil. Maka itu, buih (baik pada air maupun pada logam) bakal hilang sia-sia, sedangkan apa yang bermanfaat bagi manusia bakal menetap di bumi. Seperti itulah Allah membuat perumpamaan (bagi manusia).” (QS 13: 17).
Ayat ini menyebutkan sejumlah hal, yaitu proses penurunan, langit, air, lembah-lembah yang mengalirkan air sesuai dengan kadar masing-masing, buih-buih mengapung yang muncul dari arus air, bahan untuk membuat perhiasan dan peralatan, buih atau ampas, haqq dan kebatilan, kesia-siaan buih, dan sifat menetap pada sesuatu yang bermanfaat.
Semua kata itu lalu ditutup dengan kalimat “seperti itulah Allah membuat perumpamaan (bagi manusia)”. Kalimat akhir ini untuk mengingatkan bahwa suatu perumpamaan atau analogi tidaklah sama dengan makna-makna yang diumpamakan. Bila perumpamaan dan yang diumpamakan dianggap sama dan identik, maka perumpamaan itu berubah menjadi persamaan dan gugurlah perumpamaan.
Begitu pula, bila perumpamaan itu sama-sekali bertentangan (mutually exclusive) dengan hakikat yang diumpamakan, tujuan perumpamaan juga menjadi gugur. Jadi, perumpamaan dan yang diumpamakan mempunyai sisi perbedaan dan sisi persamaan atau hubungan yang secara matematis dilambangkan dengan a < b.
Alquran adalah teks yang menolak untuk direduksi menjadi sekadar data empiris. Kata-kata dalam Alquran mempunyai sisi yang tampak dan terpahami dalam contoh objektif-empiris serta sisi yang tak-tampak dalam makna substantifnya.
Misalnya, istilah kursi, singgasana (‘arsy), pena, lembaran, langit dan sebagainya dalam Alquran tidak hanya merujuk pada contoh-contoh objektif-empirisnya, melainkan mengajak kita untuk menyelami makna yang tersirat di baliknya.
Jadi, kursi bukan saja bermakna tempat duduk yang terbuat dari kayu melainkan juga bermakna kekuasaan, singgasana bermakna kebesaran, pena bermakna Penetapan atau Keputusan, lembaran berarti wadah bagi pelaksanaan ketetapan atau keputusan dan langit¾seperti kata an-Nasafi¾ bermakna pemberi limpahan.
Kata anzala (menurunkan) menggambarkan makna pelimpahan atau penganugerahan (emanation) dari Atas ke bawah. Langit adalah khazanah yang menyimpan berbagai limpahan dan anugerah. Dan air adalah anugerah kehidupan.
Ayat ini mengumpamakan proses pelimpahan atau penganugerahan dalam tahapan yang berangsur-angsur; dari langit mengalirlah air ke bumi, lalu ke lembah-lembah. Setiap lembah akan menampung dan mengalirkan air sesuai dengan kadar yang dimilikinya. Di permukaan arus air yang mengalir ke lembah-lembah mengapunglah berjuta-juta buih.
Jadi, ketika hujun turun, arus menerpa permukaan bumi dan mengalir ke lembah-lembah dan sungai-sungai, sesuai dengan kadar dan kapasitas masing-masing. Pada permukaan air, buih-buih mengapung.
Di balik perumpamaan ini, ada bermacam-macam makna yang dapat kita gali. Misalnya, kadar manusia memahami hakikat adalah berbeda-beda. Sebagian orang menangkap Hakikat di balik semua hakikat, sebagian lain menangkap makna-makna non-fisik di balik hakikat fisik dan sebagian lain hanya mampu memahami alam wujud sebatas pada kenyataan fisik dan kehidupan material yang berlangsung beberapa saat ini, dan pemahaman terakhir ini bisa diumpamakan sebagai pemahaman buih.
Makna lainnya, air adalah sumber kehidupan, yang turun dari Pelimpah kehidupan sesuai dengan kadar-kadar tertentu. Sebagian menyerap kehidupan fisik yang serba-sementara, sebagian lain menembus kehidupan non-fisik yang tak-terbatas, dan sebagian lain melebur dan menyatu dengan Sumber Kehidupan Mutlak. Demikianlah tangga-tangga penyempurnaan manusia sebagai makhluk Allah yang paling mulia. (MK)
Seri Pengantar Teosofi Islam Selesai.
Sebelumnya: