Mozaik Peradaban Islam

Perang Badr (2)

in Sejarah

Last updated on July 31st, 2018 05:28 am

Dalam catatan DR. Syauqi Abu Khalil, ada setidaknya 8 Ghazwah dan Sariyyah yang terjadi sebelum pecahnya Perang Badr Al Kabir. Serangkaian kontak yang terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung di antara kedua kubu inilah yang semakin mengobarkan iklim permusuhan di antara kedua belah pihak (kaum Muslimin dan kaum kafir Mekkah).

—Ο—

 

Umumnya yang diketahui, bahwa peperangan dalam sejarah Islam hanya menyangkut situasi pertempuran dalam arti benturan fisik kedua belah pihak. Sehingga tidak sedikit yang menganggap bahwa Perang Badr adalah pertempuran pertama yang dilakoni oleh kaum Muslimin. Tapi pada masa awal kemunculan Islam, dikenal dua istilah perang yang memiliki pemaknaan berbeda, yaitu Ghazwah, jika pertempuran atau ekspedisi kaum Muslim didampingi oleh Rasulullah SAW secara langsung. Kedua, Sariyyah, yaitu ketika pertempuran atau ekspedisi kaum Muslim tidak didampingi langsung oleh Rasulullah SAW. [1]

Perang Badr yang kelak akan kita kisahkan, sebenarnya merupakan puncak dari serentetan Ghazwah dan Sariyyah dari tahun pertama hijrah hingga 17 Ramadhan 2 H.[2] Serangkaian kontak yang terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung di antara kedua kubu semakin mengobarkan iklim permusuhan di antara kaum Muslimin dan kaum kafir Mekkah.

Dalam catatan DR. Syauqi Abu Khalil, dalam karyanya berjudul Atlas Jejak Agung Muhammad, tercatat setidaknya terjadi 8 Ghazwah dan Sariyyah sebelum terjadinya Perang Badr Al Kabir. Antara lain:[3]

Pertama, Sariyyah di bawah pimpinan Hamzah bin Abdul Mithalib yang diutus ke Saif Al Bahr, termasuk wilayah Al-‘Aish, terjadi pada bulan Ramadhan 1 H. Hamzah memimpin 30 prajurit penunggang kuda (kavaleri) yang semuanya berasal dari kaum Muhajirin. Mereka bertemu dengan kafilah Abu Jahal ibn Hisyam yang terdiri dari 300 orang Mekkah. Namun Majdi ibn Amr Al Juhni menghalangi terjadinya konfrontasi kedua belah pihak sehingga masing-masing pulang tanpa terjadi pertempuran. Sebagian orang mengatakan panji perang yang dibawa oleh kelompok ini adalah panji perang pertama yang dalam sejarah Islam.

Kedua, Sariyyah di bawah pimpinan Ubaidah ibn Harist ibn Abdul Muthalib yang diutus ke Celah Marrah (Bathnu Rabigh) pada bulan Syawal 1 H. Ubaidah memimpin 60 orang Muhajirin dan berpapasan dengan kafilah Abu Sufyan ibn Harb bersama 200 orang temannya. Kedua pihak sempat saling melempar anak panah, tetapi tidak sampai terjadi pertempuran jarak dekat, meski kedua belah pihak sudah menyiapkan barisan formasi tempur. Sa’ad bin Abi Waqash yang melemparkan anak panah kala itu, dianggap sebagai panah pertama yang dilepaskan dalam sejarah Islam. Ibn Ishaq yang merupakan penulis Sirah Nabawiyah pertama berpendapat bahwa panji perang yang dibawa oleh Ubaidah ibn Harist inilah yang merupakan panji perang Islam yang pertama.

Terkait munculnya perbedaan tentang panji yang dibawa siapa yang disebut sebagai panji perang pertama dalam Islam, Ibn Hisyam berkata “Ini karena masa pengiriman sariyyah (ekspedisi perang) Hamzah bin Abdul Muththalib, dan sariyyah (ekspedisi perang) Ubaidah bin Al-Harts terjadi secara bersamaan. Oleh karena itu, banyak manusia menjadi bingung dalam hal ini. Sebagian ulama berkata bahwa Hamzah bin Abdul Muththalib meng-ucapkan syair-syairnya. Dalam syair-syairnya, ia berkata, bahwa panjinya adalah panji pertama yang diserahkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Jika Hamzah bin Abdul Muththalib berkata seperti itu, ia berkata benar insya Allah, dan ia tidak mungkin berkata bohong. Wallahu a lam mana yang benar dalam hal ini.” [4]

Ketiga, Sariyyah yang dipimpin oleh Sa’ad bin Abi Waqash yang diutus ke Al Kharar pada bulan Dzulqa’dah 1 H. Sa’ad memimpin 20 orang Muhajirin untuk memblokade kafilah dagang Quraisy. Ketika sariyyah itu tiba di Al Kharar, ternyata kafilah Quraisy sudah lewat sehari sebelumnya, sehingga mereka kembali pulang ke Madinah.

Keempat, Ghazwah Waddan (al-Abwa) yang terjadi pada bulan Safar 2H. Ibnu Ishaq berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam keluar dari Madinah hingga tiba di Waddan. Perang Waddan adalah Perang Al-Abwa’. Rasulullah ShallallahuAlaihi wa Sallam berniat menyerang orang-orang Quraisy dan Bani Dzamrah bin Bakr bin Abdu Manat bin Kinanah, namun beliau berdamai dengan Bani Dzamrah di Al-Abwa’ tersebut. Dalam perdamaian tersebut, Bani Dzamrah diwakili salah seorang dari mereka, yaitu Makhsyi bin Amr Adz-Dzamri. la pemimpin Bani Dzamrah pada zamannya. Setelah itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pulang ke Madinah dan tidak mendapatkan perlawanan. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menetap di Madinah hingga akhir bulan Shafar dan awal bulan Rabiul Awwal.” Ibnu Hisyam berkata, “Perang Waddan adalah perang pertama yang dilakukan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.”[5]

Kelima, Ghazwah Buwath. Ibnu Ishaq berkata, “Pada bulan Rabiul Awwal, Rasulullah SAW keluar dari Madinah untuk memerangi orang-orang Quraisy.” lbnu Hisyam berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menunjuk As-Saib bin Utsman bin Madz’un sebagai pemimpin sementara di Madinah.”[6] Buwath sendiri merupakan sebuah daerah di kawasan Radhwa. Menurut Syauqi Abu Khalil, Rasulullah SAW berangkat dari Madinah bersama 200 orang sahabat untuk memblokade salah satu kafilah dagang Quraisy yang di dalamnya terdapat Umayyah ibn Khalaf Al-Jumahi dan 200 orang Quraisy. Kafilah itu membawa 2500 ekor unta.[7] lbnu Ishaq berkata, “Tiba di Buwath, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memutuskan pulang ke Madinah, karena tidak mendapatkan perla-wanan. Beliau menetap di Madinah pada sisa bulan Rabiul Awwal, dan sebagian bulan Jumadil Ula.”[8]

Keenam, Ghazwah Safawan atau sering juga dikenal sebagai Perang Badr Pertama. Pada bulan Rabiul Awwal 2 H, Rasulullah SAW bersama para sahabat berupaya memburu Kurz ibn Jabir Al-Fihr yang telah menyerang sekawanan binatang ternak di padang gembalaan Madinah dan merampas sebagian hewan ternak. Beliau SAW mengejar sampai di sebuah lembah bernama Safawan yang terletak di wilayah Badr. Namun Kurz ibn Jabir Al-Fihr berhasil lolos dari kejaran, sehingga Rasulullah SAW dan pasukan kembalik ke Madinah.

Ketujuh, Ghazwah Dzul Usyairah yang terjadi pada bulan Jumada Al Tsaniyah 2 H. Rasulullah SAW bergerak bersama 150 atau 200 orang sahabat untuk memblokade kafilah dagang Quraisy. Sesampaunya di Dzul Usyairah yang merupakan wilayah Bani Mudlij – terletak di wilayah Yanbu’ – ternyata kafilah dagang itu sudah lewat beberapa hari sebelumnya menuju Syam. Merekapun kembali pulang.

Dan kedeplapan,  adalah Sariyyah di bawah pimpinan Abdullah ibn Jahsy Al-Asadi menuju kawasan Nikhlah (dekat Mekkah) pada bulan Rajab 2 H. Rasulullah SAW mengerahkan sariyyah yang terdiri atas 12 orang Muhajirin untuk mengintai kafilah dagang Quraisy. Lantas terjadilan pertempuran antara pasukan Abdullah ibn Jahsy dan pedagang Quraisy yang tiba dari arah Thaif pada akhir bulan Rajab. Pasukan Abdullah berhasil membawa harta pampasan perang dari kafilah dagang itu dan membunuh Amr ibn Al-Hadhrami serta menawan dua orang. Dalam sariyyah ini Abdullah ibn Jahsy bertindak sebagai pimpinan. (AL)

 

Bersambung…

Perang Badr (3)

Sebelumnya:

Perang Badr (1)

Catatan kaki:

[1] Gazwah secara bahasa berakar dari kata gazayagzu yang bermakna menyerang atau menyerbu, gazwan, gazawah, gazawan yang bermakna penyerbuan, penyerangan dan perang. Kata gazwah yang kata jamaknya gazawat semakna dengan qital, harb, dan ma’rakah. Dari akar katanya bisa ditarik kesimpulan jika secara pengertian gazwah selalu melibatkan perlawanan fisik sehingga ada pihak yang menang dan kalah. Sementara sariyyah secara bahasa berasal dari kata sara-yasri-suran, saryah, sirayah, dan sarayanan yang bermakna berjalan di waktu malam. Kata sariyyah semakna dengan sara yang bermakna sekelompok tentara. Sariyyah secara pengertian bermakna kegiatan memata-matai yang dilakukan sekelompok tentara pada waktu tertentu untuk memantau kegiatan musuh. Kegiatan ini bisa berakhir dengan perlawanan fisik antara dua kelompok sehingga ada yang menang dan kalah. Lihat, https://www.republika.co.id/berita/koran/dialog-jumat/15/05/22/noqzwj26-perbedaan-gazwah-dan-sariyyah, diakses 27 Juli 2018

[2] Menurut sejarah, gazwah yang dilakukan di era Madinah cukup banyak. Al-Waqidi dalam al-Magazi mengatakan jumlah gazwah mencapai 27 kali. Muhammad Ziyarah tidak menyebutkan secara jelas jumlah gazwah, tetapi dalam Dirasat fi at-Tarikh al-Islami ia menguraikan secara terperinci 23 peristiwa gazwah. Beberapa gizwah yakni Widan, Bawat, al-Asyirah, Badar, Sawiq, Kidr, Bahran, Uhud, Hamra al-Asad, Dumat al-Jandal, Ahzab, Bani Lihyan, al-Gabah, Bani Mustaliq, Fathu Makkah, Hunain, dan Tabuk. Sementara, sariyyah sendiri juga banyak dilakukan sahabat Nabi SAW di awal dakwah. Para pakar juga berbeda pendapat tentang jumlah sariyyah tersebut. Al-Waqidi mengatakan, jumlahnya 47 kali, sementara Ziyarah menyebut hanya 13 kali. Menurut Ziyarah beberapa sariyyah yang pernah dilakukan para sahabat antara lain sariyyah Hamzah bin Abdul Muttalib, Abdullah bin Jahsy, Qirdah, Bani Assad, Raji’, Bi’ru Ma’unah, Ijla’ Bani Nadir, Dariyah, Zi al-Qissah, dan Ka’ab bin Umair. Lihat, Ibid

[3] DR. Syauqi Abu Khalil, Atlas Jejak Agung Muhammad, Jakarta, Noura Books, 2015, hal. 70-88

[4] Lihat, Sirah Nabawiah Ibn Hisyam (jilid 1), Fadhli Bahri, Lc (Penj), Jakarta, Batavia Adv, 2000, hal. 450

[5] Ibid, hal. 446

[6] Ibid, hal. 452

[7] DR. Syauqi Abu Khalil, Op Cit, hal. 75

[8] Lihat, Sirah Nabawiah Ibn Hisyam (jilid 1), Op Cit

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*