Mozaik Peradaban Islam

Perjalanan Intelektual Imam Bukhari (6): Standar Baru Ala Bukhari (2)

in Tokoh

Last updated on August 28th, 2021 01:23 pm

Bukhari membuat standar baru yang belum pernah diterapkan pada kitab-kitab hadis mana pun yang dibuat oleh orang lain sebelum masanya, yaitu penyusunan hadis secara tematis.

Sahih Bukhari yang dikemas dalam bentuk buku secara berjilid-jilid pada masa kini. Foto: Arabische Boeken

Tempat kelahiran Bukhari adalah salah satu lokasi terpenting di Jalur Sutra kuno, yaitu jaringan rute perdagangan yang, sejak sekitar 100 SM, menghubungkan Cina (dan ekspor sutranya) ke berbagai negara seperti India, Asia Tengah, Persia, Arab, dan Mediterania timur.

Pasukan Arab Muslim memulai misi penaklukkan Persia pada tahun 633 M, sekitar setahun setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. Pada masa-masa berikutnya berbagai pemerintahan Muslim datang silih berganti di wilayah tersebut dan Persia menjadi jantung peradaban Muslim.

Setelah hampir dua abad kedatangan Muslim di tanah Persia, Bukhari dilahirkan di Bukhara. Dan meski dengan rentang waktu yang selama itu, Bukhara terhitung masih termasuk wilayah pinggiran bagi dunia Muslim.

Ayah Bukhari meninggal ketika dia masih bayi. Bukhari adalah anak yang dewasa sebelum waktunya, yang kecerdasan alamiahnya sudah terlihat dari sejak usia yang begitu muda. Dikatakan bahwa dia mulai mempelajari hadis pada usia 10 tahun, dan dia dengan cepat mampu menyampaikan argumen keilmuannya kepada para ulama yang lebih tua dan dihormati.[1]

Titik balik dalam kehidupan Bukhari terjadi ketika dia berusia akhir belasan tahun (atau dalam versi lain disebutkan ketika usianya 16 tahun),[2] yaitu pada saat dia melaksanakan ziarah haji ke Makkah bersama ibu, saudara laki-laki, dan anggota keluarga lainnya.

Setelah menunaikan ibadah haji, sementara anggota keluarganya pulang ke kampung halaman, Bukhari memutuskan untuk tinggal di Makkah dan melanjutkan studi hadisnya di sana. Tidak diragukan lagi, dia begitu senang berada di jantung agama Islam, tempat agama ini dilahirkan.

Secara alamiah, Makkah adalah tempat yang menarik bagi orang-orang terpelajar dari seluruh dunia Islam. Sebabnya adalah, pada masa itu kaum muda Muslim dapat mendengar, menyimak, dan mempelajari berbagai pendapat dan aliran yang mungkin ada dalam keyakinan Islam.

Namun, setelah beberapa waktu, Bukhari memutuskan bahwa hanya bertemu dengan mereka yang berziarah ke Makkah saja bukanlah pendekatan yang cukup menyeluruh untuk studinya, jadi dia mulai mengembara ke seluruh wilayah dunia Muslim.

Selama 16 tahun berikutnya, Bukhari melakukan perjalanan ke seluruh Jazirah Arab—yang kini meliputi Yaman, Oman, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, dan Irak selatan dan Yordania—Mesir, Suriah, Irak , dan tanah airnya di Persia.

Ke mana pun dia pergi, dia mewawancarai setiap ulama yang dia bisa, mengumpulkan hadis-hadis dalam jumlah yang teramat banyak yang belum pernah dicoba dilakukan oleh siapa pun.

Selama 16 tahun perjalanannya, Bukhari dikatakan telah mewawancarai 1.080 ulama terkemuka. Dari seluruh wawancara ini, Bukhari berhasil mengumpulkan sebanyak 600.000 hadis. Dan untuk karya kumpulan hadis yang akhirnya dihasilkan Bukhari, dia telah menyeleksi sekitar 7.500 hadis yang menurutnya dapat dianggap otentik atau sahih.

Untuk menentukan mana hadis yang asli dan palsu, Bukhari dan rekan-rekan pengumpul hadisnya berkeliling ke dunia Muslim, berbicara kepada para ulama yang dapat menyampaikan hadis dari jalur transmisi (rantai periwayat) yang dapat dibuktikan, tidak terputus, dan dapat dipercaya, dari sejak zaman Nabi Muhammad saw hingga ke zaman para ulama yang diwawancarai ini.[3]

Dan sebagaimana telah disinggung sebelumnya, Bukhari menerapkan standar yang begitu tinggi kepada para periwayat ini supaya hadis yang mereka riwayatkan bisa masuk ke dalam kategori sahih. Untuk menunjukkan hasil penelitiannya terhadap para periwayat ini, Bukhari kemudian menerbitkan buku yang berjudul al-Tarikh al-Kabir (Sejarah Besar), isinya adalah biografi para periwayat tersebut.[4]

Hadis Tematis

Setelah membuat pengantar tentang biografi para periwayat tersebut, barulah Bukhari menerbitkan buku kumpulan hadis sahihnya yang berjudul al-Jami al-Musnad al-Sahih al-Mukhtasar min umur Rasul Allah wa sunnanihi wa ayyamihi, yang jika diterjemahkan berarti Kumpulan Pilihan Hadis Sahih Nabi, Amalan, dan Waktunya. Kitab karya Bukhari ini lebih sering disebut sebagai Sahih Bukhari.[5]

Selain standar baru tentang penyeleksian para periwayat yang ketat, Bukhari juga membuat standar baru lainnya yang belum pernah diterapkan pada kitab-kitab hadis mana pun yang dibuat oleh orang lain sebelum masanya, yaitu penyusunan hadis secara tematis.[6]

Dengan cara seperti ini, hadis Bukhari menjadi kitab yang sangat penting untuk dijadikan sumber referensi karena lebih tertata. Untuk mempermudah pencarian topik di dalamnya, sekitar 7.500 hadis ini disusun ke dalam sekitar 90 bab tematik yang luas yang mencakup serangkaian subjek yang kompleks, baik tentang urusan agama maupun kehidupan sehari-hari.

Dalam hadis Bukhari, Anda dapat menemukan segala macam topik, mulai dari sabda Nabi Muhammad saw hingga riwayat-riwayat tentang penciptaan alam semesta. Selain itu di dalamnya ada juga instruksi tentang bagaimana, kapan, dan di mana seseorang harus salat.

Hal lainnya adalah, kitab ini mencakup topik-topik seperti bimbingan pernikahan, pengaturan pemakaman, aturan-aturan dalam melakukan perang suci, atau jihad kecil— sementara itu jihad yang lebih besar, atau yang lebih penting, adalah perjuangan tanpa kekerasan dan tanpa akhir untuk menjadi orang yang lebih baik.

Di samping petunjuk-petunjuk tentang melaksanakan agama agar lebih jelas, ada juga hadis-hadis yang berupa anjuran untuk membebaskan budak, apa yang harus dilakukan jika seseorang menemukan harta benda yang hilang, pentingnya harta pribadi dan sopan santun, pembatasan pinjaman dan pembayaran, dan bagaimana mengendalikan emosi seseorang.[7]

Meskipun Sahih Bukhari dikatakan sebagai kitab hadis yang terbaik, dengan standar keotentikan yang begitu tinggi, yang mana kemudian standar ini menjadi acuan bagi kitab-kitab hadis selanjutnya, ia bukannya bebas kritik. Ada catatan-catatan kritis baik dari kalangan ulama Muslim itu sendiri maupun dari pengamat hadis non-Muslim. Hal ini akan kita bahas pada seri selanjutnya. (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Eamonn Gearon, The History and Achievements of the Islamic Golden Age (The Great Courses: Virginia, 2017), hlm 57.

[2] Encyclopædia Britannica Ultimate Reference Suite, “Bukhārī, al-.” (Chicago: Encyclopædia Britannica, 2014).

[3] Eamonn Gearon, Op.Cit., hlm 57-59.

[4] Encyclopædia Britannica Ultimate Reference Suite, Loc.Cit.

[5] Eamonn Gearon, Op.Cit., 59.

[6] G.H.A. Juynboll, Muslim tradition Studies in Chronology, Provenance and Authorship of Early Hadith (Cambridge University Press: Cambridge, 1983), hlm 21-22.

[7] Eamonn Gearon, Op.Cit., 59-60.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*