Mozaik Peradaban Islam

Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW (11): Kelahiran Nabi Agung Umat Islam (1)

in Sejarah

Last updated on April 17th, 2020 12:34 pm

Ketika Nabi lahir empat belas beranda istana kekaisaran Persia runtuh, api abadi kaum zoroaster padam, berbagai berhala di Kabah hancur, dan bintang-bintang yang tak pernah terlihat sebelumnya bermunculan.

Foto ilustrasi: Nicholas Buer/nicholasbuer.com

Aminah mulai merasakan kontraksi dan tanda-tanda akan melahirkan. Hal itu terjadi kira-kira pada dini hari Senin, 29 Agustus 580 M atau 12 Rabiul-Awwal, 53 tahun sebelum hijrah. Hanya berselang 55 hari setelah penyerangan Abrahah ke Kabah, Aminah melahirkan secara normal.[1]

Dalam versi lain, sejarawan mencatat pada hari Jumat sesudah fajar, 17 Rabiul-Awwal, bayi agung yang bakal mengubah dunia, lahir dari rahim Aminah.[2]

Dia melahirkan di rumah iparnya, Abu Thalib, yang jaraknya sekira 150 meter sebelah barat dari Kabah, diantara dua gunung Abu Qubais dan Khandamah di Mekah.[3] Bidan bayi yang membantu persalinannya adalah Syifa, ibunda Abdurrahman bin Auf.[4]

Anak yang baru lahir itu sehat, berkulit cerah, berambut hitam lebat, alisnya melengkung, bola matanya hitam, dan bulu matanya hitam lentik.[5]

Hingga ketika matahari telah terbit, Aminah mengirim utusan untuk mengabarkan berita gembira kepada Abdul Muthalib akan kelahiran cucunya.[6] Sang kakek datang dengan tergesa-gesa dan dengan kasih sayang menggendong cucunya dengan kedua tangannya.

Di tengah rasa suka cita, bayi mungil itu dia bawa ke Kabah sambil mendendangkan pujian, “Segala puji bagi Allah yang telah memberiku bayi laki-laki yang tampan penciptaannya ini…. Aku meminta perlindungan dari kejahatan musuh, dan dari orang iri yang tidak pernah tenang.”[7]

Ketika peristiwa kelahiran Nabi ini, beberapa sumber sejarah menyebutkan terjadi sejumlah kejadian besar di antaranya: jatuhnya empat belas beranda istana kekaisaran Persia, padamnya api abadi zoroaster, hancur dan tumbangnya berbagai berhala di Kabah, serta terbitlah bintang-bintang yang tak pernah terlihat sebelumnya.[8]

Pada malam ketika Nabi dilahirkan, ada seorang Rahib Yahudi di Makkah, bernama Yusuf yang sedang mengamati langit dipenuhi dengan bintang-bintang yang cahayanya memancar hingga ke bumi.[9]

Malam itu dia berkeliling menghampiri tempat berkumpulnya orang-orang Quraisy dan bertanya, “Apakah malam ini di tempat kalian ada yang melahirkan seorang anak lelaki?”

Orang-orang Quraisy merasa heran dengan polah Yahudi Makkah ini dan lalu menjawab, “Demi Allah! Kami tidak mengetahui!”

Salah seorang Yahudi itu kemudian berkata, “Ingat-ingatlah apa yang aku katakan kepada kalian. Malam ini telah lahir Nabinya umat ini!”[10]

Yusuf sang rohaniawan Yahudi tak berpuas hati. Dia terus mencari tempat kelahiran anak tersebut hingga sampai ke rumah Aminah binti Wahab. Ketika sang rahib menyaksikan anak itu dari dekat, maka telihat olehnya tanda-tanda kenabian di bahu bayi tersebut.

Sebuah tanda hitam seperti tahi lalat hitam di belakang punggunya yang berdekatan dengan bahu sebelah kanan. Tahi lalat itu dua baris, di mana baris pertama Laa Ilaaha Illallah dan baris kedua Muhammadur-Rasulullah.[11] Yusuf berteriak dengan sekuat tenaga, “Kenabian telah keluar dari Bani Israil hingga hari kiamat.”[12]

Di Madinah, sejumlah pemuka Yahudi juga mengamati kejadian alam yang tidak lazim itu. Dalam catatan Ibnu Hisyam, pada malam kelahiran Nabi, berdasarkan riwayat Hasan bin Tsabit, seorang Yahudi memanjat ke tempat yang tinggi, lalu berteriak “Hai kaum Yahudi…Hai kaum Yahudi!”

Akibatnya orang-orang datang menghampirinya. “Apa yang terjadi?” tanya mereka.

Dia berteriak dengan suara keras di atas Menara Yatsrib, “Hai orang-orang Yahudi!”

Ketika orang-orang Yahudi telah berkumpul di sekitarnya dia berkata, “Pada malam ini, telah muncul bintang Ahmad yang dia lahir dengannya.”[13]

Riwayat dari Ibnu Abbas menyebutkan bahwa, “Ketika Rasulullah dilahirkan, para Rahib Yahudi berkata, ‘Ahmad telah dilahirkan tadi malam, sebab bintang itu telah tampak.’ Mereka mengetahui dan menetapkan serta mengatakan yang demikian itu, hanya saja mereka iri dan dengki.”[14] Sejak itu, segilintir Ahlul-Kitab tidak senang atas lahirnya seorang Nabi dari keturunan Nabi Ismail AS.

Dalam kisah lain, Zubair bin Batha, seorang rohaniawan Yahudi, berkata, “Aku menemukan sebuah kitab yang dibacakan ayahku kepadaku. Di dalamnya disebut nama Ahmad, seorang Nabi yang keluar dari tanah Qurzh, yang memiliki sifat begini dan begini.”

Sepeninggal ayahnya, Zubair menceritakannya lagi, kendati Nabi ketika itu belum lahir. Tiba-tiba dia telah mendengar Nabi Muhammad SAW telah muncul di Makkah, sehingga dia membuka lagi kitab tersebut lalu menghapusnya dan menyembunyikan perihal Nabi SAW. Dia berkata, “Bukan dia.”[15]

Mereka merasa iri dan dengki mana kala Nabi akhir zaman seperti yang diberitakan Taurat maupun Injil bukan berasal dari keturunan Nabi Ishaq dan Nabi Yakub AS. Di sinilah terlihat inkonsistensi segelintir kaum Yahudi atas penantian mereka selama bertahun-tahun menunggu kelahiran nabi terakhir.[16]

Demikianlah kalangan Ahlul-Kitab mengetahui detail ciri dan sifat Nabi penutup. Bahkan, sosok Nabi tersebut mereka kenal seperti anak-anaknya sendiri, namun sebagian mereka justru mengingkarinya.

“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil), mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 146). (SN)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Lihat Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad, Dalam Sorotan Al-Quran dan Hadis-Hadis Shahih, (Lentera Hati, 2018), hal 200.

[2] Lihat Ja’far Subhani, Ar-Risalah: Sejarah Nabi Muhammad SAW, (Lentera, 2009, cetakan kedelapan), hal 100.

[3] Sayed Ali Asgher Razwy, Muhammad Rasulullah Saw: Sejarah Lengkap Kehidupan dan Perjuangan Nabi Islam Menurut Sejarawan Timur & Barat, (Zahra, 2004), hal 43.

[4] Lihat O Hashem, Muhammad Sang Nabi, Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara Detail (Ufuk Press, 2006), hal 57.

[5] Lihat Fuad Hashem, Sirah Muhammad Rasulullah, (Mizan, 1989), hal 84.

[6] Lihat Aisyah Abdurrahman binti Syathi’, Sayidah Aminah, Ibunda Nabi Muhammad SAW, (Lentera, 2004), hal 197.

[7] Ibid, hal 198.

[8] Lihat Sayid Mundzir al-Hakim, Muhammad Rasulullah Saw Sang Adiinsan,  (Al-Huda, 2009), hal 76.

[9] Lihat Sayid Ja’far Arif Kashfi, Muhammad Saw dan Kaum Yahudi, (Titisan, 2016), hal 87.

[10] Lihat Abdul Hamid Judah As-Sahhar, Sejarah Nabi Muhammad 1-12 Periode Makkah, (Mizan, 2000), hal 85.

[11] Sayid Ja’far Arif Kashfi, Op.Cit, hal 211.

[12] Ibid, hal 87.

[13] Lihat Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam Jilid I, (Darul Falah, 2000), terjemahan Fadhli Bahri, hal 131.

[14] Lihat Ibnul Jauzi, Al-Wafa: Kesempurnaan Pribadi Nabi Muhammad, (Pustaka Al-Kautsar, 2006), hal 26.

[15] Lihat Muhammad Rey Syahri, Penebar Rahmat, Muhammad Menurut Muhammad, (Al-Huda, 2010), hal 49.

[16] Abdul Hamid Judah As-Sahhar, Op.Cit, hal 85.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*