Mozaik Peradaban Islam

Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW (10): Peristiwa Penting di Tahun Gajah (3)

in Sejarah

Last updated on April 14th, 2020 12:21 pm

Gajah paling besar kendaraan Abrahah, bernama Mahmud, tidak mau berdiri ketika diarahkan sang pawang menuju Makkah. Tapi jika diarahkan ke Yaman atau Syam, gajah itu justru berdiri dan hendak berlari.

Foto ilustrasi: Thumbnail Zaineb Kashi/YouTube

Abdul Muthalib tidak punya pilihan selain bertemu dengan Abrahah. Abdul Muthalib bersama puteranya Abu Thalib pergi menuju barak militer di al-Mughammis. Ketika Abrahah melihatnya, dia sangat terkesan sehingga dia bangkit dari kursi untuk menyambutnya. Abrahah tidak bisa berbicara dengan bahasa Arab, sehingga harus berkomunikasi dengan Abdul Muthalib melalui seorang penerjemah.

Terjadi dialog yang cukup menarik antara Abdul Muthalib dengan Abrahah, seperti dikisahkan cukup rinci dalam Sirah Ibnu Hisyam. Abdul Muthalib berkata kepada penerjemah, “Keperluanku hendaknya Abrahah mengembalikan 200 ekor unta yang dirampasnya dariku.”[1] Abrahah terkejut dengan permintaan ini. Dia kecewa kepada Abdul Muthalib karena hanya memikirkan untanya daripada agamanya yang sedang diserang.

“Sesungguhnya aku kagum kepadamu ketika aku melihatmu. Apakah engkau membicarakan 200 ekor unta yang aku rampas darimu dan engkau meninggalkan rumah yang tiada lain adalah agamamu dan agama nenek moyangmu. Padahal aku datang untuk menghancurkannya dan engkau tidak sedikit pun menginggungnya,” ujar Abrahah kepada Abdul Muthalib.[2]

Abdul Muthalib menjawab, “Sesungguhnya aku adalah pemilik atas unta-unta itu, dan Rumah tersebut mempunyai Pemilik yang akan melindunginya….”

Abrahah menyela, “ Dia (Pemiliknya) itu tidak layak menghalangiku.

Abdul Muthalib berkata, “Itu terserah antara engkau dengan-Nya.”[3]

Abdul Muthalib kembali dengan untanya ke Makkah. Kepada penduduk Makkah, kakek pertama Rasul itu, menyarankan untuk mengungsi ke lembah-lembah dan bukit-bukit di atas kota. Lalu dia melantunkan syair yang dicatat banyak sejarawan:

Wahai penduduk Makkah Sang Raja telah datang pada kalian

Bersama pasukan Gajah yang di gadingnya ada perisai

Orang Najasyi ini pasukannya telah berjalan

Bersama singa-singa dengan pedang-pedang berkilauan

Dia ingin menghancurkan Kabah kalian, semoga Allah mencegahnya[4]

Abdul Muthalib mempersembahkan sebagian untanya yang dikembalikan Abrahah sebagai kurban. Lantas dia pergi ke Kabah, berdiri di sampingnya lalu berdoa kepada Yang Mahakuasa. Abdul Muthalib memegang pintu Kabah, menangis sambil berdoa kepada Allah SWT:

“Ya Allah, kami tidak melekatkan iman kami kepada siapa pun selain Engkau, untuk selamat dari kejahatan dan bencana. Ya Tuhan, tolaklah mereka dari Rumah Suci-Mu, musuh Kabah adalah musuh-Mu. Wahai Pemberi Rezeki, putuskan tangan mereka agar mereka tidak mencermari Rumah-Mu. Bagaimanapun, keselamatan Rumah-Mu adalah tanggung jawab-Mu.”[5]

Keesokan harinya, Abrahah dengan pasukan besarnya berangkat untuk menghancurkan Kabah. Pasukan mulai bergerak. Dikisahkan ketika hendak berangkat, gajah paling besar yang dikendarai Abrahah, bernama Mahmud, tidak mau berdiri ketika diarahkan sang pawang menuju Makkah. Tapi jika diarahkan ke Yaman atau Syam, gajah itu justru berdiri dan hendak berlari.[6]  

Sebelum gajah benar-benar berangkat menuju Makkah. Tiba-tiba langit menjadi gelap dan suara aneh terdengar. Sekawanan burung hitam dalam jumlah besar muncul dari arah laut, membawa batu-batu kecil.[7] Setiap burung memiliki tiga kerikil seukuran kacang polong kering, satu di paruhnya dan satu di antara cakar setiap kaki.

Burung-burung itu menghujani pasukan Abrahah dengan batu-batu tersebut sehingga kepala mereka pecah, daging mereka terkoyak dan ceceran darah terlihat di mana-mana.[8] Siapapun yang terkena batu itu pasti mati dengan segera. Abrahah sendiri telah menderita luka berat. Mereka membawanya ke Yaman, namun anggota tubuhnya mulai terpisah dari bagiannya masing-masing. Menurut beberapa laporan, Abrahah mati tak lama setelah itu.

Kegagalan Abrahah merupakan sejarah menakjubkan sekaligus titik tolak penting bagi kemajuan Bangsa Arab, khususnya suku Quraisy. Hingga penanggalan peristiwa berikutnya dikaitkan dengan Perang Gajah ini. Peristiwa ini telah mengangkat wibawa Makkah sekaligus kedudukannya dalam tradisi ziarah dan perniagaan.

Menurut Sejarawan Muhammad Husein Haikal, sejak itu masyarakat Makkah semakin giat untuk memajukan kota mereka yang pada akhirnya memberikan aneka kemakmuran dan kejayaan yang sulit dibayangkan akan terjadi di daerah gurun pasir.[9]  

Bangsa Arab sangat bersyukur kepada Tuhan karena telah melindungi Rumah-Nya. Pemilik Kabah telah menghancurkan pasukan Abrahah dengan caranya mengirim burung-burung. Rasulullah SAW mengingatkan bangsa Arab atas peristiwa ini melalui sebuah surat pendek dalam Alquran yang diberi nama Surat al-Fil (Gajah). (SN)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Lihat Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam Jilid I, (Darul Falah, 2000), terjemahan Fadhli Bahri, hal 39.

[2] Ibid.

[3] Ibid.

[4] Lihat Ali Husni Al-Kharbuthli, Sejarah Ka’bah, (Pustaka Turos, 2015), hal 160.

[5] Lihat Ja’far Subhani, Ar-Risalah : Sejarah Nabi Muhammad SAW, (Lentera, 2009, cetakan kedelapan), hal 85.

[6] Ali Husni Al-Kharbuthli, Op.Cit, hal 161.

[7] Ja’far Subhani, Op.Cit, hal 85.

[8] Sejarawan al-Mas’udi menyebut bahwa Allah Swt mengirim burung Ababil, melempari pasukan Abrahan dengan batu Sijjil. Ali Husni Al-Kharbuthli, Op.Cit, hal 161

[9] Ibid, hal 163.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*