Mozaik Peradaban Islam

Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW (9): Peristiwa Penting di Tahun Gajah (2)

in Sejarah

Last updated on March 15th, 2020 10:03 am

Abrahah berkata, “Aku sudah membangun untukmu paduka Raja, gereja yang tak pernah dibuat padanannya untuk seorang raja pun sebelum engkau; dan aku tidak akan menyerah sebelum mengalihkan ibadah haji orang Arab ke sana.”

Ilustrasi Abrahah dan pasukan gajahnya. Foto: Madain Project

Orang-orang Himyar, yang menaklukan Saba dan berkuasa lama di Yaman, pernah memperluas kerajaan mereka hingga ke Ethiopia di sebelah barat Laut Merah. Namun, gelombang pengaruh kerajaan Himyar, orang Yunani dan Romawi menyebutnya sebagai Kerajaan Homerit, akhirnya sirna. Seorang jenderal perang dari Kekaisaran Aksum, sebelah utara Ethiopia, Abrahah al-Asyram berhasil menaklukan Kerajaan Himyar di jazirah Arabia Selatan sekitar tahun 530 M.[1]

Abrahah termasuk agresif dan berupaya untuk melakukan ekspansi dengan ekspedisi militer guna memperluas wilayah-wilayah di sekitarnya. Sejarawan mencatat diantara mega proyek yang berhasil dibangun oleh Abrahah adalah al-Qullais, sebuah katedral di Sanaa, Yaman.[2] Abrahah adalah seorang pemeluk Kristen.

Disebut al-Qullais karena bangunannya menjulang tinggi. Katedral ini dibangun dengan sistem kerja paksa dimana mereka yang belum mulai kerja saat matahari terbit, maka harus merelakan tangannya dipotong.[3] Lantai katedral dibangun dari marmer dan batu berukir emas dari istana Balqis. Semua pintunya berlapis emas dan dindingnya diusap dengan wangi-wangian. Salib-salib di sana terbuat dari emas dan perak. Mimbarnya dari gading dan kayu eboni.

Sebuah tempat yang diduga sebagai sisa-sisa katedral al-Qullais pada masa kini. Foto: Madain Project

Dalam suratnya kepada Raja Najasy, Abrahah menulis. “Aku sudah membangun untukmu paduka Raja, gereja yang tak pernah dibuat padanannya untuk seorang raja pun sebelum engkau; dan aku tidak akan menyerah sebelum mengalihkan ibadah haji orang Arab ke sana”.[4] Al-Qullais adalah gereja termegah yang pernah dibangun di dunia untuk menggantikan Kabah sebagai pusat ziarah utama di Semenanjung Arabia. Selain itu, dia ingin memindahkan pusat perdagangan Quraisy ke Sanaa pula.

Ketika suku-suku Arab mengetahui surat itu, mereka mengambil sikap bermusuhan dengan Abrahah. Hingga seorang laki-laki dari Bani Malik bin Kinanah pergi menuju Yaman. Laki-laki ini masuk ke al-Qullais kemudian mengotori gereja dengan kotoran hewan, sebagai bentuk sikap perlawanan.[5] Abrahah marah besar dan bersumpah akan menyerang Kabah dengan pasukan besar, di mana gajah perang berada di barisan terdepan. Deklarasi perang dikumandangkan, dia berangkat menuju Makkah, diperkirakan sekitar tahun 570 M.

Berita-berita tentang rencana penyerbuan Abrahah menyebar ke seluruh daratan Arabia. Seorang bangsawan dari keluarga ningrat Yaman, Dzu Nafar, berusaha untuk menghentikan gubernur Abyssinia ini. Dia menyerukan sukunya dan juga suku-suku Arab lain untuk memerangi Abrahah dan membela Kabah. Namun, sayang beberapa suku Arab yang bergabung bersamanya dalam pertempuran menghadapi Abrahah menderita kekalahan telak.

Kemudian, Abrahah melanjutkan perjalanannya hingga tiba di wilayah Tihamah, pesisir Laut Merah. Pasukannya kembali diserang oleh Nafil bin Habib al-Khathami yang telah memobilisasi dua suku Arab bersama sepasukan dari beberapa suku Arab lainnya. Tapi Abrahah kembali memenangkan pertempuran. Bahkan Nafil akhirnya tertawan.

Sebagai tebusan untuk hidupnya, Nafil menawarkan untuk bertindak sebagai pemandu jalan pasukan Abrahah menuju Makkah. Ketika pasukan Abrahah mencapai tempat yang disebut al-Mughammis, sekitar 3,2 km dari Makah, pasukannya berhenti dan berkemah.[6] Di sini mereka menjarah apa pun yang bisa mereka temukan. Termasuk dua ratus unta yang merupakan milik Abdul Muthalib, kakek Muhammad SAW.

Abrahah mengirim perwiranya, bernama Hanatah al-Hiyari, beserta detasemen penunggang kuda ke Makkah untuk memberitahu suku Quraisy bahwa dia datang tidak untuk bertempur tetapi hanya untuk menghancurkan Kabah.  Bagi yang ingin menghindari pertumpahan darah, dia harus datang ke kamp-nya di al-Mughammis. “Apabila orang Quraisy tidak melawan, maka mereka akan selamat,” ujar Abrahah kepada Hanatah.[7]

Suku Quraisy Kinanah, Hudhayl dan beberapa suku Arab tetangga lainnya memutuskan tidak akan melawan. Tiba di Makkah, Hanatah menuju kediaman Abdul Muthalib, pemimpin Makkah. Setelah mendengar pesan Abrahah, Abdul Muthalib mengatakan, “Kami sama sekali tidak ingin berperang. Kabah adalah Rumah Allah. Itu rumah yang telah dibangun Nabi Ibrahim. Allah akan berbuat apa saja yang dianggap-Nya pantas.”[8]

Deklarasi perang Abrahah yang dibawa Hanatah adalah kali pertama negeri Hijaz yang aman bakal diserang dan dijajah asing. Persia dan Romawi sebenarnya berambisi untuk mengekspansi Hijaz untuk memperluas kekuasaan kedua imperium dunia tersebut. Namun, beratnya medan padang pasir, panjangnya jalur logistik, dan dan tidak terpusatnya tentara Arab yang dituju membuat Persia dan Romawi kewalahan.[9] Itulah sebabnya negeri Hijaz sebagai Tanah Arab tidak pernah dijajah bangsa lain.

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Abrahah berkuasa di Yaman sejak 530 M hingga 575 M. Lihat Jawwad Ali, Sejarah Arab Sebelum Islam: Daulah, Mamlakah, Kabilah, dan Imarah [Lanjutan], Jilid 3, (Alvabet, 2018), hal 489.

[2] Ibid, hal 517.

[3] Lihat Ali Husni Al-Kharbuthli, Sejarah Ka’bah, (Pustaka Turos, 2015), hal 154

[4] Ibid.

[5] Lihat Ja’far Subhani, Ar-Risalah: Sejarah Nabi Muhammad SAW, (Lentera, 2009, cetakan kedelapan), hal 83.

[6] Ibid

[7] Ibid, hal 84.

[8] Ibid.

[9] Ali Husni Al-Kharbuthli, Op.Cit, hal 150

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*