Mozaik Peradaban Islam

Siapa Penggubah Syair Cinta Nabi Barzanji (5): Sayyid Jafar Barzanji (1)

in Studi Islam

Last updated on March 8th, 2021 01:40 pm

Judul asli Kitab Barzanji adalah al-Iqd al-Jawahir, ia digubah oleh Sayyid Jafar Barzanji. Penempatan gelar sayyid di depannya menandakan bahwa dia adalah seorang keturunan Nabi dari jalur Imam Husein, sementara nama Barzanji menandakan bahwa dia orang Kurdi.

Foto ilustrasi: Lukisan tentang prajurit Kurdi dari abad ke-19 yang sedang membaca buku, pelukis tidak diketahui.

Demikianlah, kita telah membahas bahwa keluarga Barzanji (atau bisa juga disebut Barzinji) dan ulama-ulama Kurdi pada umumnya telah memberikan pengaruh yang begitu besar terhadap orang-orang Indonesia yang belajar di Makkah dan Madinah.

Setelah Muhammad bin Abdul Rasul Barzinji (atau akrab disapa Muhammad Madani) menjadi syekh tarekat di Madinah, generasi Barzanji berikutnya juga terus menjadi tokoh-tokoh yang berpengaruh. Hingga tibalah saatnya lahir seorang Barzanji yang membuat nama keluarga ini menjadi begitu terkenal di dunia, dia adalah Sayyid Jafar Barzanji (1690-1764). Jafar Barzanji adalah cicit dari Muhammad Madani, nama lengkapnya adalah Jafar bin Hasan bin Abdul Karim bin Muhammad.[1]

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, keluarga Barzanji adalah keluarga keturunan Nabi Muhammad saw dari Imam Musa Kazhim. Berikut ini adalah silsilah lengkap dari Jafar Barzanji: Jafar bin Hasan bin Abdul Karim bin Muhammad bin Sayyid Rasul bin Abdul Syed bin Abdul Rasul bin Qalandar bin Abdul Syed bin Isa bin Husain bin Bayazid bin Abdul Karim bin Isa bin Ali bin Yusuf bin Mansur bin Abdul Aziz bin Abdullah bin Ismail bin al-Imam Musa al-Kazhim bin al-Imam Jafar ash-Shadiq bin al-Imam Muhammad al-Baqir bin al-Imam Zainal Abidin bin al-Imam Husein bin Sayidina Ali bin Abi Thalib ra dan Sayidatina Fatimah az-Zahra ra binti Rasulullah saw.[2]

Jafar Barzanji tiada lain adalah penggubah Kitab Barzanji yang menjadi subjek utama dari penulisan artikel ini. Kitab Barzanji bukan nama sebenarnya dari kitab tentang ringkasan sirah Nabi tersebut, nama sebenarnya adalah al-Iqd al-Jawahir (bahasa Arab, artinya “Kalung Permata”),[3] atau ada juga sebagian ulama yang menyebutnya Iqd al-Jawhar fi Maulid an-Nabiyyil Azhar.[4]

Kitab Barzanji barangkali adalah karya yang paling populer dari semua kitab tentang maulid, dan di banyak tempat telah menjadi bagian dari ritual baku Tarekat Qadiriyah. Meskipun tradisi peringatan Maulid Nabi tidak benar-benar diterima sepenuhnya oleh seluruh kalangan Islam, namun di Indonesia peringatan maulid beserta pembacaan Kitab Barzanji adalah kegiatan yang benar-benar populer dan dikenal secara luas.[5]

Ada beberapa pendapat mengenai apa alasan Kitab Barzanji itu digubah, yang pertama menyatakan bahwa kitab tersebut disusun untuk meningkatkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad saw.[6]

Kedua, kitab tersebut dibuat untuk mengikuti sayembara yang diselenggarakan oleh Sultan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi (1138-1193) pendiri Dinasti Ayyubiyah (1171-1260) di Mesir. Latar belakangnya adalah berkenaan dengan tradisi maulid yang rutin diselenggarakan oleh dinasti sebelumnya, yaitu Fatimiyah.

Dinasti Fatimiyah (909-1171) adalah dinasti Islam yang bercorak Syiah di Mesir. Setelah dinasti ini runtuh dan digantikan oleh Dinasti Ayyubiyah, Sultan Salahuddin tidak menghilangkan tradisi tersebut meskipun dia seorang Sunni. Sebaliknya, dia berpendapat bahwa tradisi maulid dapat memperkokoh keimanan dan ketakwaan kepada rasul-Nya sekaligus juga menambah semangat juang.

Waktu itu, Dinasti Ayyubiyah sedang menghadapi Perang Salib III (1189-1192). Menurut Sultan Salahuddin, tradisi maulid dapat membangkitkan semangat jihad (perjuangan) dan ittihad (persatuan). Selain itu, dia juga menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin.

Seluruh ulama dan sastrawan lalu diundang untuk mengikuti sayembara tersebut. Pemenang sekaligus juara pertama dari sayembara tersebut adalah Jafar Barzanji dengan gubahannya yang berjudul al-Iqd al-Jawahir, atau yang di kemudian hari lebih dikenal dengan sebutan Kitab Barzanji.[7]

Dari kedua pendapat tersebut, bagaimanapun tampaknya pendapat pertama yang lebih masuk akal, meskipun tidak ada penjelasan lebih lanjut. Sebab apabila kita mengikuti pendapat yang kedua, kronologis waktu dari dua tokoh tersebut, yaitu Sultan Salahuddin dan Sayyid Jafar Barzanji terpaut jauh. Keduanya hidup di masa yang berbeda, tahun kelahiran mereka terpaut sampai 500 tahun lebih.

Bisa saja orang yang menyatakan pendapat kedua itu berargumen bahwa meskipun Sultan Salahuddin telah wafat, namun tradisi sayembara itu diteruskan oleh keturunannya. Namun argumen ini juga otomatis akan tertolak, sebab Dinasti Ayyubiyah sendiri berakhir tahun 1260, masih cukup jauh dengan masa hidup Jafar Barzanji. (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia (Mizan: Bandung, 1995), hlm 83.

[2] Rara Zarary, “Kisah di Balik Lahirnya Kitab Barzanji”, dari laman https://tebuireng.online/kisah-dibalik-lahirnya-kitab-barzanji/, diakses 4 Maret 2021.

[3] Martin van Bruinessen, Loc.Cit.

[4] Eva Riantika Diani, Pendidikan Akhlak Menurut Syekh Ja’far Al-Barzanji dalam Kitab Al-Barzanji dan Relevansinya (Dikaitkan Dengan Konteks Saat Ini), (Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2018, tidak diterbitkan), hlm 51-52.

[5] Martin van Bruinessen, Op.Cit., hlm 83-84.

[6] KH Imam Syamsudin, “Kitab Barzanji: dari Kurdistan ke Nusantara”, dari laman https://jabar.nu.or.id/detail/kitab-barzanji–dari-kurdistan-ke-nusantara, diakses 4 Maret 2021.

[7] Wasisto Raharjo Jati, Tradisi, Sunnah & Bid’ah: Analisa Barzanji Dalam Perspektif Cultural Studies (Jurnal el Harakah, Vol 14 No.2, 2012), hlm 229-230.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*