Mozaik Peradaban Islam

Siapa Penggubah Syair Cinta Nabi Barzanji (8): Sayyid Jafar Barzanji (3): Latar Belakang Mazhab dan Tarekat (1)

in Studi Islam

Last updated on March 13th, 2021 02:11 pm

Beberapa kalangan menduga bahwa Sayyid Jafar Barzanji bermazhab Syiah. Benarkah demikian? Artikel ini akan mengupasnya.

Lukisan Persia dari abad ke-19 yang menggambarkan Ahlul Bait Nabi, yaitu Ali, Hasan, dan Husein. Pelukis tidak diketahui. Foto: Public Domain.

Belakangan, muncul sebuah dugaan bahwa Sayyid Jafar Barzanji bermazhab Syiah. Adalah KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau akrab disapa Gus Baha, seorang ulama kenamaan Nahdlatul Ulama, yang menyebutkan bahwa Jafar Barzanji bermazhab Syiah Zaidiyah.

Adapun alasan Gus Baha berpendapat demikian adalah karena menurutnya Islam pertama kali dibawa ke Indonesia oleh orang Syiah Zaidiyah. Alasan lainnya yang disebutkan beliau adalah karena kitab tersebut tidak menyebutkan nama-nama sahabat Nabi lainnya selain dari golongan Ahlul Bait (keluarga Nabi).[1]

Bukan hanya Gus Baha yang berpendapat demikian, bahkan Buku Ensiklopedi Islam Nusantara terbitan Departemen Agama pun menyatakan seperti itu. Berikut ini adalah kutipannya:

“Oleh karena itulah, tradisi barzanji ini kemudian berkembang pesat di kalangan pesantren-pesantren yang tersebar di Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Nahdlatul Ulama (NU) yang notabene dianggap sebagai pesantren besar dianggap sebagai organisasi pelestari tradisi ini. Hal ini dikarenakan pengaruh Syiah di NU sangat besar dan mendalam.

“Kebiasaan membaca barzanji atau diba’i yang menjadi ciri khas masyarakat NU berasal dari tradisi Syiah. Makanya kemudian Kiai Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pernah menyebut bahwa salah satu pengaruh tradisi Syiah dalam corak keislaman di Indonesia adalah praktik nyanyian (biasa disebut juga pujian) menjelang salat yang biasa dipraktikkan di kalangan warga nahdliyyin (NU).

“Nyanyian itu berisi pujian untuk ahl albait atau keluarga Nabi, istilah yang sangat populer di kalangan Syiah maupun nahdliyyin. Bunyi nyanyian itu ialah: Li khamsatun uthfi biha, harra al Waba’ al Hathimah, al Mushthafa wa al Murtadla, wa Ibnuahuma wa al Fathimah.

“Terjemahannya: Aku memiliki lima ‘jimat’ untuk memadamkan epidemi yang mengancam; mereka adalah al-Musthafa (yakni Nabi Muhammad), al-Murtadla (yakni Ali bin Abi Talib, menantu dan sepupu Nabi), kedua putra Ali (yakni Hasan dan Husein), dan Fatimah (istri Ali).

“Gus Dur menyebut gejala ini sebagai ‘Syiah kultural’ atau pengaruh Syiah dari segi budaya, bukan dari segi akidah.”[2]

Gus Baha kemudian mengklarifikasi isi ceramahnya tersebut, dengan mengatakan bahwa Jafar Barzanji adalah seorang Ahlussunnah wal Jamaah (Sunni). Namun, beliau kembali menjelaskan, berdasarkan ilmu sosiologi, yang suka memperbandingkan berbagai kultur, bahwa benar isi Kitab Barzanji memiliki kemiripan dengan tradisi Syiah.[3]

Selain Gus Baha, ada juga dari kalangan Salafi-Wahabi yang menyebutkan bahwa Jafar Barzanji adalah seorang Syiah, dan bahkan secara terang-terangan mengatakan bahwa Kitab Barzanji “menyimpang”, “salah”, dan “bid’ah”.

Mereka menulis, “Jafar al-Barzanji al-Madani, dia adalah khatib di Masjidil Haram dan seorang mufti dari kalangan Syafiiyyah. Wafat di Madinah pada tahun 1177 H/1763 M dan di antara karyanya adalah Kisah Maulid Nabi saw.

“Sebagai seorang penganut paham tasawuf yang bermadzhab Syiah tentu Jafar al-Barzanji sangat mengkultuskan keluarga, keturunan, dan Nabi Muhammad saw. Ini dibuktikan dalam doanya, ‘Dan berilah taufik kepada apa yang Engkau ridhai pada setiap kondisi bagi para pemimpin dari keturunan az-Zahra di bumi Nu’man.”[4]

Jika kita menyimak dua pernyataan di atas, golongan Salafi-Wahabi tersebut membedakan antara dua hal. Bahwa secara mazhab fikih, Jafar Barzanji adalah penganut mazhab Syafii, dan sementara secara Tasawuf, beliau adalah seorang Syiah.

Mufti Syafiiyyah

Sekarang mari kita telusuri saja dari teks-teks sejarah mengenai kebenaran dugaan bahwa Jafar Barzanji adalah seorang Syiah.

Pada tahun 1984, William Ochsenwald menerbitkan sebuah buku yang berjudul Society and the State in Arabia. The Hijaz under Ottoman Control, 1840-1908. Isi buku tersebut merupakan sebuah studi tentang wilayah Hijaz ketika berada di bawah kekuasaan Kesultanan Turki Utsmani (1840- 1908).

Studi tersebut menunjukkan, bahwa dalam rentang waktu 67 tahun Turki Utsmani berkuasa di Hijaz, keluarga Barzinji yang menetap di Madinah memiliki pengaruh yang besar. Jabatan mufti mazhab Syafii di kota tersebut seringkali berada di tangan mereka, dan Jafar Barzanji adalah salah satunya.[5]

Hal lainnya yang menguatkan bukti bahwa Jafar Barzanji adalah penganut mazhab Syafii adalah karena keluarga Barzanji yang berasal dari Kurdi, secara tradisional adalah pengikut mazhab Syafii. Orang-orang Kurdi umumnya pada abad ke-17 adalah para pengikut Syafii.

Bahkan di Kurdistan, terdapat sebuah wilayah yang bernama Syahrazur, tempat dilahirkannya ulama-ulama Syafii yang kelak memiliki nama besar, salah satunya adalah Ibrahim al-Kurani. Banyak orang-orang Indonesia yang belajar kepada ulama-ulama asal Syahrazur ini di Makkah dan Madinah.

Perlu diketahui, keluarga Barzanji (yakni keluarga asal Jafar Barzanji), adalah keluarga ulama ternama yang juga berasal dari Syahrazur ini.[6]

Namun, dugaan bahwa Jafar Barzanji adalah seorang pengikut mazhab Syiah bukannya tanpa sebab, tak ada asap bila tak ada api. Kita akan mengulasnya dalam artikel selanjutnya. (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Lihat ceramah Gus Baha di dalam tautan berikut ini: https://www.youtube.com/watch?v=IIJyZrovWs0, diakses 12 Maret 2021.

[2] Muhammad Idris Mas’udi, Berjanjen, dalam Suwendi, Mahrus, Muh. Aziz Hakim, dan Zulfakhri Sofyan Pono (tim editor), Ensiklopedi Islam Nusantara: Edisi Budaya (Kementrian Agama RI: Jakarta, 2018), hlm 46.

[3] Lihat klarifikasi Gus Baha di dalam tautan berikut ini: https://www.youtube.com/watch?v=HytydHAhrVU, diakses 12 Maret 2021.

[4] Abu Ahmad Zainal Abidin, “Barzanji, Kitab Induk Peringatan Maulid Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam”, dari laman https://almanhaj.or.id/2583-barzanji-kitab-induk-peringatan-maulid-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam.html, diakses 12 Maret 2021.

[5] William Ochsenwald, Society and the State in Arabia. The Hijaz under Ottoman Control, 1840-1908 (Columbus: Ohio State University Press, 1984), hlm 52, dalam Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia (Mizan: Bandung, 1995),hlm 86.

[6] Martin van Bruinessen, Ibid., hlm 78-79.

2 Comments

  1. Mohon maaf, ini yang perlu dikroscek terlebih dahulu, apakah syiah ini mazhab fikih apa mazhab tauhidnya? Kalau misalkan memang mazhab tauhidnya, penjalasan syafii mazhab tentu belum bisa jadi argumentasi, imam syafii sendiri sampai pernah dituduh mutasyayyi’.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*