Mozaik Peradaban Islam

Simbol Bulan Sabit dan Bintang dalam Islam (3): Masa Dinasti Ustmaniyah

in Budaya Islam

Last updated on November 18th, 2018 11:52 am

“Banyak sumber sejarah yang menyatakan bahwa penggunaan simbol ini dimulai ketika Dinasti Ustmaniyah berkuasa. Namun, sumber sejarah lain menyatakan bahwa bukan Ustmaniyah yang pertama kali menggunakannya.”

–O–

Pada artikel sebelumnya kita telah membahas bahwa pada masa Rasulullah dan kekhalifahan Islam yang tidak jauh setelahnya tidak ditemukan simbol bulan sabit dan bintang yang digunakan sebagai identitas masyarakat Muslim. Jadi, sejak kapan simbol ini digunakan dan dikenal luas sebagai simbol Islam? Pada umumnya catatan sejarah menyatakan bahwa simbol bulan sabit dan bintang mulai diasosiasikan dengan Islam ketika Dinasti Ustmaniyah (Ottoman) berkuasa.

Dalam rentang waktu kekuasaan yang sangat panjang (1299-1924) dan wilayah kekuasaan yang sangat luas, sangat wajar apabila Dinasti Ottoman mampu menancapkan pengaruhnya yang dalam terhadap dunia Muslim. Selama berabad-abad, Ottoman memiliki beberapa macam bendera, namun sebagian besarnya merupakan kombinasi lambang bulan sabit dan bintang yang dipadukan dengan latar berwarna merah atau hijau.[1]

Pada Juni 1793, bendera yang sekarang digunakan sebagai bendera nasional Turki, resmi digunakan untuk angkatan laut Ottoman, meskipun sudut pada bintangnya pada waktu itu masih berjumlah delapan, bukan lima seperti pada saat ini. Pengurangan jumlah titik bintang dilakukan baru sekitar tahun 1844. Desain terakhir ini dipastikan merupakan desain yang sama seperti yang diresmikan oleh negara Turki pada 5 Juni 1936, mengikuti revolusi yang dipimpin oleh Atatürk, yang telah mendirikan republik Turki pada tahun 1923 setelah runtuhnya Dinasti Ustmaniyah.[2]

Bendera Turki hari ini. Photo: Photoxpress

Legenda mengatakan, Ottoman sudah menggunakan simbol bulan sabit dari sejak dinasti itu didirikan pada tahun 1299. Simbol itu diilhami dari mimpi Ustman (Osman), pendiri Dinasti Ottoman.[3] Aşıkpaşazade, atau Darwish Ahmad, adalah seorang sufi abad ke-15 yang menuliskan sejarah tentang Ottoman. Berikut ini adalah mimpi Osman yang dimaksud sebagaimana dikisahkan oleh Aşıkpaşazade:

“Dia (Osman) melihat bulan muncul dari dada pria suci itu (Sheikh Edebali, ulama terkemuka pada masa itu) dan mulai terbenam di dadanya sendiri. Sebuah pohon kemudian tumbuh dari pusarnya dan bayangannya melingkungi dunia. Di bawah bayangannya ada gunung-gunung, dan aliran-aliran sungai mengalir keluar dari kaki setiap gunung. Beberapa orang minum dari air yang mengalir ini, yang lain menyirami kebun, sementara yang lain menyebabkan air mancur mengalir. Ketika Osman terbangun dia menceritakan kisah itu kepada orang suci itu, dia berkata, ‘Osman, putraku, selamat, karena Allah telah memberikan kekaisaran kepadamu dan keturunanmu, dan putriku Malhun akan menjadi istrimu’.”[4]

Meski demikian, legenda tersebut sulit untuk diyakini kebenarannya, pasalnya, dalam sejarah politik dan kerajaan di Timur Tengah, asal-usul Dinasti Ottoman adalah salah satu bidang penelitian yang paling banyak dipelajari, namun paling sedikit dipahami. Hal tersebut dikarenakan sampai saat ini sebenarnya tidak pernah ditemukan satupun dokumen autentik yang ditulis pada masa Osman. Pada abad ke-14, atau 100 tahun setelah masa Osman, memang ditemukan sedikit dokumen tentang Osman. Namun dokumen-dokumen tersebut ketepatan kisahnya diragukan, karena kebanyakan isinya adalah legenda, hagiografi, dan kronik analistik.[5]

Versi lainnya mengatakan bahwa Ottoman mulai menggunakan bulan sabit dan bintang pada tahun 1453,[6] yakni ketika Sultan Ottoman Mehmed II — atau biasa disebut Mehmed sang penakluk — mengalahkan Konstantinopel, mengakhiri kekuasaan Kekaisaran Kristen Bizantium yang telah berkuasa selama 1.123 tahun di sana. Mehmed II kemudian memindahkan ibukota Ottoman ke Konstantinopel, bekas ibu kota Bizantium, di mana dia mengkonsolidasikan kekuasaannya.[7]

Koin dari Kekaisaran Bizantium pada abad ke-1. Photo: cngcoins.com

Dikisahkan, setelah penaklukan itu Mehmed mengadopsi simbol bulan sabit dan bintang yang sebelumnya merupakan lambang resmi kenegaraan Bizantium. Tetapi Mehmed tidak mengadopsinya begitu saja, ada beberapa macam perubahan yang mana tampaknya hasil dari inovasi Mehmed. Dari semua kemungkinan, menurut Franz Babinger, sejarawan penulis buku Mehmed the Conqueror and His Time, inilah yang paling masuk akal.[8]

 

Bukan Ottoman

Het’um, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Hayton of Corycus di dunia Barat, adalah seorang negarawan dan jenderal Armenia. Pada tahun 1307, di Poitiers, Prancis, dia mendiktekan sebuah karya sejarah. Pada tahun yang sama, hasil pendikteannya diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh sekretarisnya, Nicholas Falcon, dan diterbitkan menjadi sebuah buku yang berjudul La Flor des Estoires d’Orient (Flower of the Histories of the East). Buku tersebut terdiri dari empat volume yang mayoritas isinya membicarakan sejarah Asia dan sejarah penaklukan Muslim ke berbagai wilayah.[9]

Menariknya dalam salah satu halaman manuskrip buku tersebut yang ditemukan antara tahun 1310-1325, ditemukan sebuah lukisan yang menggambarkan Perang Yarmuk. Perang Yarmuk adalah perang antara Kekhalifahan Islam di masa Umar bin Khattab melawan Kekaisaran Bizantium di masa Heraclius. Perang tersebut terjadi pada tahun 636 M di perbatasan Suriah dan Yordan pada hari ini.[10] Di dalam manuskrip tersebut digambarkan tentara Muslim sedang membawa bendera dengan simbol bulan sabit dan bintang, sementara itu, tentara Bizantium membawa bendera dengan simbol bintang saja.

Lukisan dari manuskrip buku La Flor des Estoires d’Orient tahun 1307. Kiri menggambarkan tentara Bizantium, dan kanan tentara Muslim. Photo: BNF Nouvelle acquisition française 886 fol. 9v/Wikimedia

Hal yang perlu dicermati, meskipun manuskrip tersebut menggambarkan kisah pada tahun 636, namun manuskripnya sendiri dibuat pada tahun 1307. Sementara itu pada era kekhalifahan Umar bin Khattab, dari sumber Islam sendiri tidak ditemukan riwayat yang menceritakan Muslim menggunakan simbol bulan sabit dan bintang ketika berperang. Kemudian apabila manuskrip ini dihubungkan dengan legenda mimpi Osman, buku sejarah La Flor des Estoires d’Orient dibuat dalam waktu yang hampir bersamaan dengan berdirinya Dinasti Ottoman, atau pada saat dinasti ini masih merintis dan belum memiliki nama besar. Jadi besar kemungkinannya, Het’um atau siapapun yang membuat gambarnya (mengingat Het’um hanya mendiktekan, dan bukan dia yang menulisnya), sudah memiliki informasi yang mengasosiasikan simbol bulan sabit dan bintang dengan Islam bahkan sebelum era Dinasti Ottoman. Namun pada akhirnya, sampai sejauh ini, belum dapat dipastikan siapa sebenarnya yang pertama kali mengasosiasikan bulan sabit dan bintang dengan Islam. (PH)

Bersambung ke:

Simbol Bulan Sabit dan Bintang dalam Islam (4): Bendera Negara (1)

Sebelumnya:

Simbol Bulan Sabit dan Bintang dalam Islam (2): Masa Nabi Muhammad SAW

Catatan Kaki:

[1] Whitney Smith, “Flag of Turkey”, dari laman https://www.britannica.com/topic/flag-of-Turkey, diakses 14 November 2018.

[2] Ibid.

[3] Huda, “A History of the Crescent Moon in Islam”, dari laman https://www.thoughtco.com/the-crescent-moon-a-symbol-of-islam-2004351, diakses 14 November 2018.

[4] Caroline Finkel, Osman’s Dream: The Story of the Ottoman Empire 1300-1923 (Basic Books: 2006), hlm 2-3.

[5] Cemal Kafadar, Between Two Worlds: The Construction of the Ottoman State (University of California Press: 1995) hlm xii.

[6] Franz Babinger, Mehmed the Conqueror and His Time (Princeton University Press, 1992) hlm 108.

[7] Eamon Gearon, Turning Points in Middle Eastern History, (Virginia: The Great Courses, 2016), hlm 158.

[8] Franz Babinger, Loc.Cit.

[9] Het’um, Flower of the Histories of the East, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Robert Bedrosian, dari laman https://www.podgorski.com/main/hetum-history-tatars.html, diakses 14 November 2018.

[10] “Battle of Yarmouk”, dari laman https://www.britannica.com/topic/Battle-of-Yarmouk-636, diakses 14 November 2018.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*