Mozaik Peradaban Islam

Sultan al-Muzhafar Saifuddin Qutuz: Sosok yang Membelokkan Takdir Sejarah (4)

in Tokoh

Last updated on June 1st, 2018 05:59 am

Panglima pasukan Mamluk bernama Baibar al-Bunduqdari. Ia adalah jenderal ternama dan sosok yang berhasil mengalahkan pasukan Louis XI dalam Perang Salib VII. Ia melarikan diri ke Syam ketika masa pemerintahan Aybak, dan kembali ke Mesir bersama pasukannya pada masa pemerintahan Qutuz. Kehadirannya dalam pertempuran menghadapi Mongol, memberi energi dan suntikan moril pada masukan Mamluk.

—Ο—

 

Sebagaimana sudah disampaikan sebelumnya, Sultan al-Muzhafar Saifuddin Qutuz beserta bala tentaranya bertolak meninggalkan Mesir pada 26 Juli 1260. Pasukannya dipimpin oleh seorang seorang panglima yang sepak terjangnya di dalam pertempuran sudah sangat terkenal, bernama Baibar al-Bunduqdari. Sebagaimana layaknya Qutuz, Baibar juga adalah seorang Mamluk yang terdidik dalam dunia keprajuritan. Dalam pertempuran ini, Baibar menjadi lakon yang amat penting.

Sama dengan Shajar al Durr, Baibar juga berasal dari suku Turki Kipchak, yang dihancurkan oleh tentara Mongol pada tahun 1242. Ia dan juga Shajar al Durr adalah korban yang ditawan, lalu dijual sebagai budak kepada Malik al Salih, Sultan Ayyubiyah yang diterakhir di Mesir. Ia bergabung dalam satuan militer Mesir lebih dahulu dari Qutuz yang tiba pada masa pemerintahan Aybak. Kiprah Baibar dalam dunia kemiliteran mulai terdengar dalam Perang Salib VII.

Dikisahkan, Malik al Saleh pergi meninggalkan Mesir untuk melakukan pertempuran di Syam, dan mengamanatkan urusan dalam negeri Mesir pada istri kesayangannya, Shajar al Durr. Tapi tiba-tiba terdengar kabar bahwa tentara Perang Salib yang dipimpin oleh Louis IX dari Perancis, sedang berlayar ke Mesir, yang bertujuan untuk mendaratkan 1.800 kapal dan 50.000 orang di kota Delta Sungai Nil, Damietta. Dengan pasukan cadangan yang tersisa di Mesir, Shajar al Durr berusaha menahan laju pasukan Louis IX sambil menunggu kedatangan Sultan kembali dari Syam.[1]

Tapi malang, Sultan dikabarkan terluka, dan harus pulang dalam kondisi di tandu. Sejarah mencatat, Shajar al Durr mengambil alih semua kendali pemerintahan selama situasi kritis ini. Ia secara penuh mempercayakan semua urusan kepada saudara-saudaranya sesama Mamluk, salah satunya adalah Baibar.

Pada Februari 1250, Baibar memperoleh kemenangan besar militer pertamanya sebagai komandan tentara Ayyūbid di kota Al-Manṣūrah pada bulan Februari 1250 melawan pasukan tentara salib yang dipimpin langsung oleh Louis IX dari Prancis. Louis IX akhirnya berhasil ditangkap dan kemudian dibebaskan dengan sejumlah tebusan besar.[2]

Tak lama kemudian, tersiar kabar bahwa Malik Al Salih wafat, dan semua kendali pemerintahan di pegang oleh Shajar al Durr sebagai istri sekaligus orang kepercayaan Sultan. Sebagai gantinya, Shajar al Durr mendaulat putra Malik al Shalih dari istri yang lain bernama Turan Syah sebagai Sultan Mesir. Tapi Turan Syah tidak memerintah lama. Adalah Baibar yang membunuh sultan baru tersebut dan menyediakan jalan bagi Shajar al Durr untuk menjadi Sultana Mesir, sekaligus memulai lembar pertama sejarah Dinasti Mamluk.

Tapi situasi kemudian berubah. Sebagaimana sudah dikisahkan sebelumnya, bukan satu hal yang mudah bagi kaum hawa ketika itu memimpin sebuah Dinasti, terlebih di Mesir. Akhirnya, untuk menghindari polemik yang tidak perlu, Sharaj al Durr menikahi Aybak, yang secara otomatis menjadi Sultan.

Pada masa ini, kita tidak mengetahui hubungan langsung antara Baibar dengan Qutuz yang mungkin saja sudah menjabat sebagai wakil Sultan. Namun sejarah hanya mencatat, hubungan Baibar dengan Aybak tidak akur. Sampai satu ketika, Baibar membuat Aybak demikian marah. Untuk menghindari kemurkaan Sultan, Baibar melarikan diri bersama pasukannya ke Syam, dan tinggal di sana hingga tahun 1260 M, atau ketika Qutuz menjabat sebagai Sultan Mesir.

Mendengar Aybak telah tiada, dan Qutuz naik tahta menggantikanya, Baibar datang bersama pasukannya ke Mesir. Kedatangan mereka disambut meriah layaknya pahlawan perang. Di Mesir, siapa yang tak kenal dengan reputasinya. Dia adalah pahlawan Perang Salib, yang menaklukkan Raja Louis XI dan menawannya. Di tengah ancaman invasi pasukan Mongol, kedatangan Baibar beserta pasukannya menjadi menyemangat yang luar biasa. Sangat wajar bila Qutuz kemudian sangat memuliakan Baibar. Qutuz memberikan pada Baibar sebuah desa untuk bermukimnya, serta sebuah kedudukan yang sangat tinggi di dalam pasukan.[3]

Dengan kekuatan pasukan yang sudah digandakan tersebut, Qutuz lebih percaya diri menantang pasukan Mongol. Dari Mesir, mereka bergerak ke arah Timur laut, menuju Damaskus. Setibanya di Gaza, pasukan kecil Baibar bertemu dengan pasukan Mongol yang sedang berpatroli. Terjadi pertempuran kecil yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Baibar. Pasukan Mongol yang tersisa kemudian kembali dan melaporkan bahwa pasuak Mesir sedang bergerak menuju Damaskus.

Jalur ekspedisi Pasukan Mongol di Syam dan Palestina. Sumber gambar: wikivisually.com

Mendengar ini, pasukan Mongol yang dipimpin oleh Jenderal bernama Kitbuqa, langsung mempersiapkan diri. Kitbuqa sebenarnya juga sedang menuju Mesir. Ketika berita adanya pasukan Qutuz menunju ke Utara, ia sedang menetap sementara di Baalbek (hari ini di Lebanon tengah). Tanpa menunda waktu lagi, Kitbuqa mengumpulkan pasukannya dan mulai berbaris ke selatan, menuruni sisi timur Danau Tiberias. (AL)

Bersambung…

Sultan al-Muzhafar Saifuddin Qutuz: Sosok yang Membelokkan Takdir Sejarah (5)

Sebelumnya:

Sultan al-Muzhafar Saifuddin Qutuz: Sosok yang Membelokkan Takdir Sejarah (3)

Catatan kaki:

[1] Lihat, Tom Verde “Malika III: Shajarat Al-Durr”, http://www.aramcoworld.com/en-US/Compilations/2017/Malika/Malika-III-Shajarat-al-Durr, diakses 22 Desember 2017.

[2] Lihat, https://www.britannica.com/biography/Baybars-I, diakses 26 Mei 2018

[3] Ibid

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*