Di Kuba, setiap kelompok, Suni dan Syiah maksud saya, melakukan kegiatan mereka masing-masing. Tetapi, pada tingkat personal, kami bergaul dengan Syiah dengan sangat baik dan kami selalu menganjurkan untuk hidup berdampingan secara sehat dan damai.
Berdasarkan pemantauan penulis, kini di Kuba terdapat tiga organisasi Islam yang menaungi umat Muslim di sana. Ketiga organisasi itu adalah: Pertama, Liga Islamica de Cuba (Liga Islam Kuba/LIC); Kedua, Cuban Association for the Diffusion of Islam (Asosiasi Kuba untuk Penyebaran Islam/CADI); dan Ketiga, Islamic Center (Pusat Islam), berbeda dengan dua sebelumnya yang Suni, Islamic Center bermadzhab Syiah.
Berhubung informasi tentang Islamic Center sangat terbatas, penulis akan mengulas terlebih dahulu tentang ini, baru setelahnya yang lainnya, yang memiliki informasi lebih banyak. Pemimpin Islamic Center adalah seseorang yang bernama Reza, dia belajar tentang Islam selama berbulan-bulan di Universitas Qom, Iran.
Sekretariat Islamic Center bernama Fatima Zahra Center, diambil dari nama putri Nabi Muhammad SAW dan istrinya Khadijah RA. Para penganut Syiah Kuba biasa salat dan mempelajari Alquran di sini. Di sana terdapat foto pemimpin revolusi Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini.
Ketika ditanya tentang bagaimana arah organisasinya di Kuba, Reza menjelaskan, “Yang paling penting adalah melibatkan para intelektual Islam untuk membimbing kita.” Dia menambahkan, “Dengan semua yang terjadi di dunia saat ini, kita harus menjaga integritas Islam di Kuba. Kita tidak bisa membiarkannya diserang oleh para ekstremis yang tidak ada hubungannya dengan agama yang telah saya temukan dan cintai.”[1]
Berbeda dengan yang sering digambarkan oleh media, pemimpin ketiga organisasi ini, meskipun berbeda haluan, menyatakan bahwa Suni dan Syiah di Kuba hidup berdampingan dengan damai, terlepas apapun perbedaan pandangan di antara mereka.
Pedro Lazo Torres, atau Imam Yahya, Presiden LIC, mengatakan, “Ada Syiah dan Suni dalam komunitas Islam kami, dan kami berdiri dalam satu titik untuk menghormati semua yang memiliki pemikiran berbeda, tidak peduli apapun keyakinan mereka, atau bahkan jika mereka Kristen atau Yahudi.”[2]
Zakina, adalah seorang Muslim Syiah, dia masuk Islam pada tahun 2011, sebelumnya dia bernama asli Rosa. Pada awalnya dia belajar Islam sendiri karena di Kuba sulit ditemukan ulama. Pada saat yang bersamaan, karena akses yang terbatas ke Internet di negara Komunis yang tertutup, informasi tentang Islam biasanya hanya didapatkan melalui cerita dari mulut ke mulut, atau melalui kisah-kisah dari orang-orang yang telah melakukan perjalanan ke negara Muslim.
Seolah terputus dari pemberitaan dari berbagai media tentang konflik di berbagai dunia di antara sesama Muslim, Muslim Kuba memiliki dunianya sendiri. Misalnya seperti apa yang dialami oleh Zakina, untuk mendalami agama Islam, dia pergi ke Fatima Zahra Center untuk mendengarkan ceramah, tetapi apabila hendak salat, dia pergi ke Masjid Abdallah, yang mana dikelola oleh LIC yang bermadzhab Suni. Dan di sana tidak ada yang mempermasalahkannya.[3]
Masjid Abadallah adalah masjid pertama di Kuba yang terbuka bagi para Muslim di Kuba dan diperbolehkan oleh pemerintah, resmi dibuka pada tahun 2015. Sebelumnya Muslim Kuba beribadah di rumah masing-masing, atau di rumah pribadi yang difungsikan menjadi masjid. Masjid Abdallah didanai oleh pemerintah Arab Saudi dan Turki.[4]
Manzanillo, atau sekarang telah berganti nama menjadi Abu Duyanah, adalah adalah Presiden CADI yang Suni, terkait isu Suni-Syiah, dia memberikan komentarnya, “Ada percabangan, tetapi itu terjadi di seluruh dunia, dan tidak hanya dengan Muslim. Ada percabangan di dalam Hindu, Kristen, Buddha, Yahudi, Komunis, dan dalam setiap agama dan gaya hidup di planet ini.”
Dia menambahkan, “Di Kuba, setiap kelompok, Suni dan Syiah maksud saya, melakukan kegiatan mereka masing-masing. Tetapi, pada tingkat personal, kami bergaul dengan Syiah dengan sangat baik dan kami selalu menganjurkan untuk hidup berdampingan secara sehat dan damai.”
“Sebabnya adalah, di sini di Kuba, orang-orang baik dari kedua kelompok berusaha keras untuk mencegah tokoh-tokoh jahat menabur segala jenis perselisihan. Kami sadar bahwa terdapat lebih dari satu Muslim yang ingin mengubah Kuba menjadi Suriah atau Irak berikutnya, dan itu adalah sesuatu yang tidak baik bagi kita, dan saya pribadi percaya bahwa Kuba perlu perubahan, kita perlu keluar dari kebiasaan ini,” pungkas Abu Duyanah.[5] (PH)
Bersambung ke:
Sebelumnya:
Catatan Kaki:
[1] Vincent Jolly, “A Saudi Hand Guides Quiet Rise Of Islam In Cuba”, dari laman https://www.worldcrunch.com/culture-society/a-saudi-hand-guides-quiet-rise-of-islam-in-cuba, diakses 13 Juni 2019.
[2] Manuel Guerra Pérez, “Islam in Cuba, an Unknown World”, dari laman https://havanatimes.org/interviews/islam-in-cuba-an-unknown-world/, diakses 13 Juni 2019.
[3] Vincent Jolly, Loc.Cit.
[4] Penjelasan lebih lengkap tentang masjid ini sudah pernah diulas dalam artikel Gana Islamika sebelumnya: Islam di Kuba (6): Mezquita Abdallah, Masjid Pertama Kuba, dalam laman https://ganaislamika.com/islam-di-kuba-5-mezquita-abdallah-masjid-pertama-kuba/
[5] Charly Menendez Castillo, “A Conversation with a Cuban Muslim”, dari laman https://havanatimes.org/interviews/a-conversation-with-a-cuban-muslim/, diakses 13 Juni 2019.