Mozaik Peradaban Islam

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (13): Jamuka

in Sejarah

Last updated on February 23rd, 2019 03:06 pm


Jamuka adalah sepupu jauh Temujin yang memiliki garis keturunan murni yang disebut “tulang putih”. Sementara itu Temujin berasal dari garis keturunan campuran yang disebut dengan “tulang hitam”. Hal ini kelak akan menjadi persoalan besar.

Setelah penyelamatan Borte yang dramatis, Temujin dengan kelompok kecilnya memutuskan untuk bergabung dengan kelompok pengikut Jamuka yang jumlahnya lebih besar. Temujin membawa keluarga dan sejumlah kecil pengikutnya untuk tinggal di daerah perkemahan Jamuka di daerah luas yang subur yang bernama Lembah Khorkhonag. Lembah itu terletak di antara Sungai Onon yang merupakan wilayah leluhur Temujin dan Sungai Kherlen.[1]

Sesampainya di sana, mengingat ikatan anda di antara mereka berdua sewaktu masih kecil,[2] mereka memutuskan untuk memperbaharui ikatan mereka kembali. Keduanya berkata, “Mari kita perbaharui janji persaudaraan kita, sekarang mari kita saling mencintai lagi!”[3] Untuk ketiga kalinya dalam masa muda mereka, Temujin dan Jamuka membuat sumpah persaudaraan kembali. Kali ini mereka bersumpah sebagai dua orang pria dewasa dalam sebuah upacara yang disaksikan oleh para pengikut mereka.[4]

Berdiri di hadapan sebuah pohon di tepi tebing, mereka masing-masing saling menukarkan sabuk emas dan kuda-kuda mereka yang kuat. Dengan bertukar sabuk, masing-masing telah berbagi aroma tubuhnya, dan karenanya, itu juga dianggap sebagai penyatuan jiwa. Sabuk, bagi bangsa Mongol merupakan simbol kehormatan seorang laki-laki. Di depan para pengikutnya, mereka bersumpah untuk “saling mencintai” dan membuat dua kehidupan menjadi satu, tidak pernah meninggalkan satu sama lain. Setelahnya mereka merayakannya dengan sebuah jamuan makan, dan juga mabuk-mabukan. Usai pesta, sebagai simbol, Temujin dan Jamuka tidur berdua dalam satu tenda dalam satu selimut yang sama, sebagaimana saudara kandung yang tumbuh bersama yang saling berbagi selimut.

Dengan memindahkan kelompok kecilnya menjauh dari wilayah pegunungan menuju ke padang rumput yang terbuka dengan Jamuka, Temujin dan keluarganya telah mengubah gaya kehidupan pemburu menjadi penggembala. Meskipun sepanjang hidupnya Temujin tetap menyukai berburu, namun kini keluarganya tidak pernah lagi bergantung sepenuhnya dengan cara bertahan hidup seperti itu. Kini mereka dapat menikmati standar hidup yang lebih tinggi dengan pasokan daging dan produk susu yang lebih stabil sebagai bagian dari kelompok Jamuka.

Bocah penggembala di padang rumput Mongolia pada masa kini. Photo: Nick Hall

Temujin harus banyak belajar dari orang-orang Jamuka tentang cara hidup menggembala, di mana adat istiadat yang mapan mengatur semua aspek dari rutinitas tahunan. Dia juga mesti belajar secara khusus pengetahuan-pengetahuan tentang – yang oleh orang Mongol disebut – Lima Moncong. Yang dimaksud dengan Lima Moncong adalah sapi, yak, kuda, kambing, domba, dan unta. Karena sapi dan yak struktur tubuhnya mirip, kedua hewan ini dikelompokkan dalam satu kategori yang sama. Setiap hewan tersebut menyediakan bahan subsisten yang penting selain makanan, terkecuali kuda yang dianggap sebagai kelas tertinggi, mereka tidak dimanfaatkan untuk pekerjaan lain selain sebagai kendaraan.

Tentu saja, mengingat pertikaian yang konstan antar klan di wilayah padang rumput, dengan bergabung bersama Jamuka, maka Temujin juga telah memilih untuk mendedikasikan hidupnya untuk menjadi seorang prajurit, sebuah peran yang ternyata dia temukan bahwa dia sangat berbakat di dalamnya. Ikatan anda antara Temujin dan Jamuka juga menjadi keuntungan tersendiri, karena dalam hierarki yang lebih besar, Temujin tidak dianggap sebagai pengikut biasa. Dokumen Sejarah Rahasia Bangsa Mongol menggambarkan bahwa Temujin sangat menikmati menjadi pengikut dan belajar banyak dari Jamuka selama satu setengah tahun. Tetapi mungkin bagi seseorang yang telah tega membunuh saudara tirinya yang lebih tua, karena tidak mau tunduk terhadap dominasinya, situasi seperti ini mungkin tidak akan bertahan lama.

Di luar persoalan di atas, struktur tradisi hierarki lama Mongol juga turut memainkan peran penting. Dalam hierarki kekerabatan Mongol, setiap garis keturunan disebut dengan “tulang”. Bagi yang memiliki silsilah yang lebih dekat, yang dikenal sebagai “tulang putih”, mereka tidak diperkenankan untuk kawin silang. Sementara itu, siapa yang memiliki silsilah lebih jauh, yang disebut “tulang hitam”, diperbolehkan untuk kawin campur. Karena mereka semua saling terkait, setiap silsilah mengklaim bahwa mereka berasal dari keturunan orang penting, tetapi kekuatan klaim ini juga sebenarnya tergantung kepada kemampuan dari masing-masing untuk menegakkannya.

Temujin dan Jamuka adalah sepupu jauh, tetapi dari tulang yang berbeda, mereka telah melacak bahwa nenek moyang mereka berasal dari satu orang wanita yang sama, namun dari dua laki-laki yang berbeda. Jamuka merupakan keturunan dari suami pertamanya, yang merupakan penggembala padang rumput. Sementara itu Temujin merupakan keturunan dari seorang pemburu di hutan yang dalam sejarah lisan Mongol disebut sebagai Bodonchar si bodoh. Bodonchar dikisahkan membunuh suami pertama wanita tersebut dan lalu menculik dan menjadikannya sebagai istri. Berdasarkan silsilah ini, Jamuka kemudian mengklaim bahwa dia adalah keturunan dari anak laki-laki pertama dari suami pertama yang merupakan penggembala padang rumput, yang statusnya lebih tinggi.

Kisah-kisah seperti ini seringkali digunakan oleh masyarakat padang rumput Mongolia untuk membentuk sebuah ikatan jika diperlukan, tetapi kadang itu juga dapat dijadikan sebuah alasan untuk permusuhan. Dan bagi Temujin dan Jamuka, hubungan kekerabatan di antara mereka bisa jadi menghasilkan dua output yang berbeda: ikatan atau permusuhan. Seringkali persoalan kekerabatan ini bergerak dalam ruang lingkup yang abu-abu, tergantung kebutuhan, oleh karenanya ia seringkali digunakan untuk bernegosiasi atau menegakkan klaim status sosial mereka.[5] (PH)

Bersambung….

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (14): Berpisah dengan Jamuka

Sebelumnya:

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (12): Menyelamatkan Borte

Catatan Kaki:


[1] Jack Weatherford, Genghis Khan and the Making of the Modern World (Crown and Three Rivers Press, 2004, e-book version), Chapter 2.

[2] Kisah pertemuan pertama Temujin dan Jamuka di masa kecil dapat dilihat pada artikel sebelumnya dari seri ini yang berjudul “Bangsa Mongol dan Dunia Islam (6): Begter si Kakak Tiri”, artikel tersebut dapat diakses pada laman https://ganaislamika.com/bangsa-mongol-dan-dunia-islam-6-begter-si-kakak-tiri/.

[3] Igor de Rachewiltz, The Secret History of the Mongols: A Mongolian Epic Chronicle of the Thirteenth Century (Western Washington University, 2015), hlm 41.

[4] Jack Weatherford, Loc.Cit.

[5] Ibid.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*