Untuk pertama kalinya, bangsa Mongol melakukan penyerangan terhadap peradaban besar Tiongkok. Siapapun, termasuk Genghis Khan sendiri, tidak pernah tahu bahwa ini akan menjadi pembuka bagi penaklukan peradaban besar lainnya.
Setelah penolakannya untuk menjadi negara bawahan Dinasti Jurchen Jin, atau dengan kata lain, ini adalah deklarasi perang, Genghis Khan kembali ke markasnya di Sungai Kherlen, dan pada musim semi tahun 1211, atau Tahun Domba, dia memanggil para perwakilannya ke dalam khuriltai. Karena semua orang tahu masalah ini harus diputuskan, orang-orang dapat menggunakan hak veto hanya dengan tidak hadir; jika terlalu sedikit orang yang datang ke khuriltai, Genghis Khan tidak akan bisa melanjutkan rencana ini. Dengan mengorganisir diskusi publik yang panjang, semua orang di komunitas dimasukkan ke dalam proses, dan yang paling penting, semua orang harus mengerti mengapa mereka harus berperang.
Meskipun di medan perang para prajurit dikondisikan untuk selalu patuh tanpa pertanyaan, namun di dalam khuriltai, bahkan seseorang yang memiliki pangkat terendah pun diperlakukan sebagai mitra junior yang diharapkan dapat memahami situasi dan kondisi dan menyuarakan pendapatnya. Mekanisme yang dijalankan adalah, para tokoh senior bertemu terlebih dahulu dalam pertemuan publik besar untuk membahas masalah ini, kemudian secara individual mereka pergi ke unitnya masing-masing untuk melanjutkan diskusi dengan para prajurit bawahannya. Untuk memiliki komitmen penuh dari setiap prajurit, penting bahwa masing-masing, dari yang tertinggi hingga yang terendah, berpartisipasi dan tahu di mana dia harus memosisikan diri dalam sebuah skema yang lebih besar.
Dengan mengikutsertakan perwakilan dari negara-negara sekutu (Khari), Uighur dan Tangut,[1] Genghis Khan memperkuat hubungannya dengan mereka, dan dengan demikian dia dapat melindungi bagian-bagian wilayahnya yang terbuka ketika meluncurkan invasi ke tempat lain. Di hadapan para pengikut dan sekutunya, Genghis Khan perlu menginspirasi mereka dengan keberanian dan pemahaman tentang perang ini. Selain itu dia juga mengemukakan dua tujuan, bahwa mereka memiliki kehormatan untuk membalas kesalahan-kesalahan Jurchen di masa lalu, dan kesempatan yang jauh lebih luas dan tak terbatas dari kekayaan yang sangat banyak dari kota-kota Dinasti Jurchen Jin.
Menurut dokumen Sejarah Rahasia Bangsa Mongol, begitu Genghis Khan merasa yakin bahwa orang-orang dan sekutunya berdiri teguh bersamanya, secara terbuka dia meminta undur diri dari para delegasi khuriltai yang berkumpul, dia meminta waktu khusus untuk berdoa secara pribadi di gunung terdekat. Di sana dia melepas topi dan ikat pinggangnya, membungkuk di hadapan Langit Biru Abadi, dan menceritakan persoalan yang dia hadapi kepada Dewa-nya. Dia menceritakan berbagai penderitaan yang dialami oleh rakyatnya dan menceritakan dengan detail penyiksaan dan pembunuhan leluhurnya oleh orang-orang Jurchen. Dia menjelaskan bahwa bukan dia yang memulai perseteruan dan menginginkan perang terhadap mereka.
Dalam ketidakhadiran Genghis Khan, orang-orang Mongol membagi diri ke dalam tiga kelompok: laki-laki, wanita, dan anak-anak. Mereka semua berkumpul untuk berdoa dan berpuasa. Selama tiga hari dan tiga malam yang gelisah, bangsa Mongol berkumpul menunggu tanpa penutup kepala dan kelaparan. Mereka menunggu keputusan Langit Biru Abadi dan perintah dari Genghis Khan. Malam demi malam mereka menggumamkan doa Mongol kuno dan mengucapkan “huree, huree, huree” (artinya semacam “Amin” dalam agama Islam atau Kristen) ke Langit Biru Abadi.
Saat fajar pada hari keempat, Genghis Khan telah datang kembali dan berkata kepada mereka, “Langit Biru Abadi telah menjanjikan kita kemenangan dan pembalasan.”
Dengan keputusan Genghis Khan untuk menyeberangi Gobi dan menyerang Jurchen pada tahun 1211, dia telah memulai sesuatu yang besar, bukan hanya menyerang ke perbatasan Tiongkok, tetapi: Dia telah menyalakan api yang pada akhirnya akan menghancurkan dunia. Tak seorang pun, bahkan Genghis Khan sendiri, bisa melihat apa yang akan terjadi. Pada waktu itu dia tidak menunjukkan tanda-tanda ambisi global apa pun karena dia hanya berjuang untuk satu perang dalam satu waktu, dan kali ini, baginya adalah saat yang tepat untuk melawan Jurchen.
Dimulai dari kampanye militer melawan Jurchen, tentara Mongol yang terlatih dan terorganisir dengan baik akan menyerbu mulai dari dataran tinggi dan menyerbu semuanya dari Sungai Indus hingga ke Danube, dari Samudra Pasifik hingga ke Laut Mediterania. Dalam sekejap, hanya tiga puluh tahun, para prajurit Mongol akan mengalahkan setiap pasukan, merebut setiap benteng, dan meruntuhkan tembok setiap kota yang mereka temui. Kelak, orang-orang Kristen, Muslim, Buddha, dan Hindu, semuanya akan segera berlutut di hadapan sepatu bot berdebu dari pasukan berkuda Mongolia yang buta huruf.
Ketika pasukan Mongol berangkat menuju kota-kota yang indah di selatan, orang-orang Jurchen yang terlalu percaya diri menunggu dan mengolok-olok mereka. Seorang cendekiawan China mencatat perkataan pemimpin Dinasti Jurchen Jin, Golden Khan, yang mengacu kepada Genghis Khan, “Kerajaan kami bagaikan lautan, milikmu hanyalah segelintir pasir. Bagaimana kami bisa takut kepadamu?” ujarnya.[2]
Dia akan segera mengetahui jawabannya. (PH)
Bersambung ke:
Sebelumnya:
Catatan Kaki:
[1] Jika pembaca kebingungan dari mana tiba-tiba muncul nama “Tangut” dalam artikel ini, memang sebelumnya penulis belum pernah menceritakannya. Sebagai gambaran, beberapa tahun sebelumnya, dalam rentang waktu tahun 1207-1209, bangsa Mongol meluncurkan serangan terhadap bangsa ini dan berhasil mengalahkan mereka.
Orang-orang Tangut – yang juga dikenal dengan sebutan Xia – tadinya merupakan orang-orang suku Tibet yang mendirikan kerajaan di sepanjang hulu Sungai Kuning, atau Provinsi Gansu di China pada masa kini. Ketika Genghis Khan menyerang, jumlah prajurit mereka mencapai 150.000 orang, hampir dua kali lipatnya pasukan Mongol.
Melalui serangan ini Genghis Khan mendapatkan pelajaran baru untuk melawan wilayah yang kota-kotanya bertembok, berparit, dan berbenteng, misalnya dengan cara memblokade jalur makanan dan merekayasa jalur kebutuhan air untuk masyarakatnya. Dan ini cukup untuk dijadikan bekal rasa percaya diri untuk melawan Dinasti Jurchen Jin. Informasi lainnya tentang Tangut, lihat Kallie Szczepanski, “The Tangut People of China”, dalam laman https://www.thoughtco.com/who-were-the-tangut-195426, diakses 19 Maret 2019.
[2] Jack Weatherford, Genghis Khan and the Making of the Modern World (Crown and Three Rivers Press, 2004, e-book version), Chapter 4.
Afwan admin, maaf admin. Fotonya saya save ya izinnnnn????
Silakan saja, kami juga dapatnya dari sumber lain. Jika hendak ditampilkan kembali di media publikasi, silakan sebut saja sumber aslinya. Kita belajar menghormati karya cipta orang lain 🙂