Mozaik Peradaban Islam

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (53): Khan Versus Sultan (4)

in Sejarah

Last updated on April 12th, 2019 02:41 pm


Pada Maret tahun 1220, Genghis Khan dan pasukannya tiba di luar dinding kota Bukhara pada dini hari. Ketika fajar terbit, pasukan Mongol telah memenangkan pertempuran. Juzjani mengatakan, “(Genghis Khan) mahir dalam sihir dan tipu daya, dan beberapa setan adalah temannya.”

Ilustrasi penaklukkan Bukhara, karya Angus McBride

Kepada penduduk pedesaan (atau kota-kota kecil) di sekitar kota Bukhara, Genghis Khan mengirimkan utusannya – sebagaimana yang biasa dia lakukan – untuk mengumumkan tentang kehadiran pasukan besar Mongol dan memberikan penawaran untuk menyerah atau menghadapi kengerian. Beberapa penduduk yang kurang memahami siapa lawan yang akan mereka hadapi mencoba melukai dan menyakiti utusan Mongol tersebut.

Sebelum itu terjadi, sang utusan berteriak, “Aku adalah seorang Muslim dan putra seorang Muslim! Dengan mencari keridhoan Allah aku datang sebagai utusan untuk kalian, atas perintah Genghis Khan yang tidak tergoyahkan, untuk menarikmu keluar dari pusaran kehancuran dan pertumpahan darah. Adalah Genghis Khan sendiri yang telah datang dengan ribuan prajurit. Pertempuran telah mencapai sejauh ini. Jika kalian terhasut untuk melawan dengan cara apa pun, dalam waktu satu jam benteng kalian akan menjadi tanah datar dan lautan darah. Tetapi jika kalian mau mendengarkan nasihat dan peringatan dengan telinga yang cerdas dan berpikir, dan kemudian tunduk dan patuh pada perintahnya, hidup dan harta kalian akan tetap dijamin aman.”[1]

Menurut Juvaini, umumnya para penduduk dan pemimpin mereka lebih memilih untuk menyerah, dan mereka dapat terhindar dari bencana dan diperlakukan dengan baik oleh Genghis Khan. Ada beberapa yang melakukan perlawanan namun jumlahnya tidak banyak. Genghis Khan kemudian memerintahkan untuk mengumpulkan para pemuda lokal, mereka akan bergabung dengan pasukan Mongol untuk penyerangan berikutnya.

Pada Maret tahun 1220, atau awal bulan Muharram tahun 617 Hijriyah menurut Juvaini, Genghis Khan dan pasukannya tiba di luar dinding kota Bukhara pada dini hari, mereka kemudian mendirikan perkemahannya di hadapan gerbang kota Bukhara. Juvaini menggambarkan, “Dan pasukannya lebih banyak dari semut atau belalang, jumlah mereka sangat besar melampaui perkiraan atau perhitungan, detasemen demi detasemen terus berdatangan, masing-masing seperti gelombang besar lautan, dan mereka berkemah di sekeliling kota.”[2]

Sebelum perang dimulai, pasukan pertahanan Bukhara sudah panik duluan, saat fajar tiba, mereka dan sebagian besar penduduk terbirit-birit melarikan diri melalui jalan belakang. Sebagai gantinya mereka meninggalkan sekitar 500 prajurit untuk mempertahankan Bukhara. Sekitar 20.000 pasukan yang melarikan diri berpikir mereka dapat lolos dari kejaran pasukan Mongol, namun memang inilah yang direncanakan oleh Genghis Khan, mereka jatuh tepat ke dalam perangkapnya. Di jalur pelarian, pasukan Mongol lainnya sudah menanti, mereka menebas pasukan Bukhara dengan hampir-hampir enteng dan santai. Pada hakikatnya Bukhara telah jatuh ke tangan bangsa Mongol tanpa pertempuran, dan bahkan kurang dari satu hari.

Pada hari berikutnya penduduk sipil Bukhara menyerah dan membuka gerbang kota, tetapi kesatuan kecil pasukan masih mencoba untuk tetap berada di dalam benteng mereka, di mana mereka berharap tembok besar benteng dapat membuat mereka bertahan tanpa batas terhadap pengepungan. Lebih hati-hati menilai situasi secara keseluruhan, Genghis Khan membuat keputusan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk memasuki kota. Salah satu tindakan pertamanya sebelum menuju pusat kota Bukhara, atau setelah menerima pernyataan menyerah dari penduduk, dia memerintahkan mereka untuk membawakan makanan untuk kudanya.

Setelah itu penduduk kota diperintahkan untuk memberi makan para prajurit Mongol dan kuda-kudanya. Tindakan seperti ini dapat dianggap sebagai simbol bahwa Bukhara telah benar-benar menyerah. Namun yang lebih penting, Genghis Khan mengisyaratkan penerimaannya terhadap orang-orang kota untuk menjadi pengikutnya, dan oleh karenanya mereka berhak atas perlindungan Mongol serta mesti tunduk pada perintahnya.[3]

Sejak berakhir masa penaklukannya di Asia tengah, hanya sedikit catatan sejarah yang menggambarkan tampilan Genghis Khan yang kini telah mencapai usia sekitar 60 tahun. Salah satunya adalah berasal Minhaj al-Din Ustman bin Siraj al-Din Juzjani, dia menggambarkannya berdasarkan kesaksian penduduk Bukhara yang bermigrasi ke India dan bertemu dengannya.[4] Berikut ini penggambarannya, “Seorang lelaki berperawakan tinggi yang terlatih dan berenergi, badannya tegap, bulu-bulu di wajahnya sedikit dan telah memutih. Dengan mata kucing, memiliki energi yang teguh, ketajaman, kejeniusan, dan pengertian. Menakjubkan, tukang jagal, adil, tegas, tukang menggulingkan musuh, pemberani, gemar menumpahkan darah, dan kejam.”[5]

Karena kemampuannya yang luar biasa untuk menghancurkan kota dan menaklukkan pasukan yang jumlahnya jauh lebih besar dari pasukannya sendiri,  Juzjani juga melanjutkan penggambarannya dengan menyatakan bahwa Genghis Khan, “Mahir dalam sihir dan tipu daya, dan beberapa setan adalah temannya.”[6] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Ala-ad-Din Ata-Malik Juvaini, Tarīkh-i Jahān-gushā, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh John Andrew Boyle, The History of The World-Conqueror: Vol 1 (Harvard University Press Cambridge, 1958), hlm 98-99.

[2] Ibid., hlm 99-103.

[3] Jack Weatherford, Genghis Khan and the Making of the Modern World (Crown and Three Rivers Press, 2004, e-book version), Chapter 1.

[4] Peter Jackson, The Mongols and The Islamic World (Yale University Press, 2017), hlm 19.

[5] Jack Weatherford, Loc.Cit.

[6] Ibid.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*