Mozaik Peradaban Islam

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (52): Khan Versus Sultan (3)

in Sejarah

Last updated on April 11th, 2019 02:15 pm


Diriwayatkan oleh Hudzaifah bin al-Yaman, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Ada sebuah kota di Khorasan…. yang akan ditaklukkan, kota yang bernama Bukhara. (Kota) itu diliputi dengan kasih sayang Allah….’.”

Kota Bukhara di masa kini. Photo: Daily Sabah

Transoxiana adalah sebuah wilayah yang terdiri dari banyak provinsi, regional, distrik, dan kota, namun di antara semuanya, yang terbesar adalah Bukhara dan Samarkand. Yaqut al-Hamawi, seorang penulis tentang biografi dan geografi asal Suriah, yang terkenal akan tulisan-tulisan ensiklopedinya tentang Dunia Islam, dalam karyanya yang berjudul Mujam al-Buldan,[1] mencantumkan sebuah hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Hudzaifah bin al-Yaman tentang penaklukkan kota Bukhara, Samarkand, dan Qatavand:

“Rasulullah SAW bersabda, ‘Ada sebuah kota di Khorasan setelah sungai yang disebut Jaihun[2] yang akan ditaklukkan, kota yang bernama Bukhara. (Kota) itu diliputi dengan kasih sayang Allah dan dikelilingi oleh para malaikat-Nya; penduduknya dicintai Surga; dan barang siapa yang tidur di atas tempat tidur di dalamnya, dia akan seperti orang yang menghunus pedangnya di jalan Allah. Dan setelahnya terdapat sebuah kota yang disebut Samarkand, di mana terdapat air mancurnya air mancur-air mancur Surga, dan makamnya makam-makam para Nabi, dan tamannya taman-taman Surga; orang yang mati (di sana), pada Hari Kebangkitan, akan dikumpulkan bersama para Syuhada. Dan di luar kota ini ada tanah suci, yang disebut Qatavand, di mana dari sana akan dikirim tujuh puluh ribu Syuhada, yang masing-masing akan bersyafaat untuk tujuh puluh keluarga dan saudara-saudaranya!’.”[3]

Demikianlah, apapun sebabnya, biarkan para sejarawan berbeda pendapat, namun mereka semua setuju bahwa penyerangan pasukan Mongol terhadap Kesultanan Khwarizmia memang benar-benar terjadi, bukti-bukti sejarahnya terlalu banyak dan tidak terbantahkan. Terkait hadist di atas, Juvaini mengaitkannya dengan penaklukkan yang dilakukan oleh pasukan Mongol. Wallahu a’lam. Mari kita lanjutkan kembali kisahnya.

Sebelum Menyerang Bukhara

Berbeda dengan hampir setiap pasukan besar dalam sejarah, bangsa Mongol bepergian dengan hanya membawa sedikit barang, serta tanpa membawa gerobak logistik. Untuk menyeberangi gurun, mereka menunggu datangnya bulan-bulan terdingin, karena dengan cara seperti ini baik manusia maupun kuda tunggangannya membutuhkan lebih sedikit air. Embun juga terbentuk pada musim ini, sehingga dapat menstimulasi pertumbuhan rumput-rumput kecil yang dapat dimakan oleh kuda-kuda maupun manusia.[4]

Alih-alih mengangkut mesin pengepungan kota dan peralatan-peralatan berat seperti ketapel besar pelontar batu, cairan pembakar, trebuchet, atau ballista yang dapat memperlambat pergerakan, orang-orang Mongol lebih memilih membawa korps insinyur ahli persenjataan.[5] Korps ini bertugas untuk membangun alat-alat perang yang dibutuhkan dengan menggunakan bahan-bahan apa adanya yang tersedia di lapangan. Ketika pasukan Mongol telah melewati padang pasir yang luas, begitu menemukan kumpulan pepohonan pertama, mereka segera menebangnya dan mengolahnya menjadi tangga, mesin pengepungan, dan instrumen lainnya untuk serangan mereka.[6]

Ketika regu pendahulu menemukan pemukiman kecil pertama selepas padang pasir, mereka segera memberikan informasi kepada detasemen pasukan besar yang berada di belakang. Pasukan besar yang tadinya bergerak dengan cepat, mengubah temponya menjadi lebih lambat, bergerak dengan perlahan seolah-olah mereka adalah pedagang yang datang untuk berdagang, bukan barisan prajurit yang biasa bergerak dalam kecepatan kilat. Pasukan besar tersebut berjalan dengan acuh tak acuh menuju gerbang kota, sampai akhirnya penduduk menyadari siapa mereka dan membunyikan tanda bahaya, namun sudah terlambat.

Tiba-tiba muncul dari padang pasir, Genghis Khan tidak tergesa-gesa untuk menyerang Bukhara. Dia tahu bahwa tidak akan ada bala bantuan pasukan musuh yang akan menghadang pasukannya, dan karena itu dia memiliki cukup waktu untuk menciptakan kepanikan dengan cara menyiksa penduduk. Tujuan dari taktik semacam itu sederhana dan selalu sama: Menakuti-nakuti musuh agar sudah terlebih dahulu kalah sebelum pertempuran yang sebenarnya dimulai.[7]

Dengan pertama-tama menduduki beberapa kota kecil di sekitar Bukhara, pasukan Genghis Khan mengatur agar banyak penduduk lokal melarikan diri ke dalam kota Bukhara. Para pelarian ini bukan hanya akan membuat kota menjadi penuh, tetapi juga akan membuat penduduk kota merasa terteror. Dengan menyerang jauh di belakang garis pertahanan musuh, bangsa Mongol segera menciptakan kekacauan dan kepanikan di seluruh sudut kota Bukhara. Juvaini menggambarkan situasi yang terjadi pada waktu itu, “Pedesaan di sekitarnya dibanjiri oleh para penunggang kuda, dan pandangan menjadi gelap bagaikan malam hari, penuh dengan debu pasukan berkuda, kecemasan dan kepanikan menguasai mereka, dan ketakutan dan kengerian menyebar.”[8]

Dalam rangka mempersiapkan serangan psikologis terhadap sebuah kota, Genghis Khan memulainya dengan menawarkan dua pilihan yang sangat kontras bagi para penduduk. Pertama, dia menawarkan pilihan yang menyenangkan, yaitu menyerah dengan syarat-syarat tertentu. Dan bagi mereka yang mengambil pilihan ini, mereka akan diterima dengan hangat oleh orang-orang Mongol dengan hak-hak istimewa tertentu. Kedua, bagi mereka yang memilih untuk melawan, mereka akan diperlakukan dengan sangat keras. Para tawanan ini akan digiring dan diumpankan sebagai tameng manusia dalam penyerangan selanjutnya.[9] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Muslim Heritage, “Yaqut al-Hamawi”, dari laman http://muslimheritage.com/article/yaqut-al-hamawi, diakses 9 April 2019.

[2] Mengacu kepada sungai kuno Oxus atau Amu Darya.

[3] Ala-ad-Din Ata-Malik Juvaini, Tarīkh-i Jahān-gushā, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh John Andrew Boyle, The History of The World-Conqueror: Vol 1 (Harvard University Press Cambridge, 1958), hlm 95-96.

[4] Jack Weatherford, Genghis Khan and the Making of the Modern World (Crown and Three Rivers Press, 2004, e-book version), Chapter 1.

[5] Lebih lengkap tentang penjelasan alat-alat ini, lihat artikel sebelumnya dalam Gana Islamika, “Bangsa Mongol dan Dunia Islam (41): Menyerang Jurchen Jin (7)”, dari laman https://ganaislamika.com/bangsa-mongol-dan-dunia-islam-41-menyerang-jurchen-jin-7/.

[6] Jack Weatherford, Loc.Cit.

[7] Ibid.

[8] Ala-ad-Din Ata-Malik Juvaini, Op.Cit., hlm 98.

[9] Jack Weatherford, Loc.Cit.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*