Mozaik Peradaban Islam

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (69): Para Putra Genghis Khan (3): Sang Putra Mahkota

in Sejarah

Last updated on July 4th, 2019 01:29 pm

Dengan perseteruan di antara Jochi dan Chagatai, maka posisi putra mahkota tidak akan jatuh kepada siapapun di antara mereka, melainkan anak yang lain. Siapakah dia?

Foto ilustrasi: BBC Documentary

Sambil menarik kerah Chagatai, Jochi menerjangnya, dia berteriak-teriak marah. Kedua pria itu lalu saling baku hantam. Orang-orang dekat Genghis Khan yang ikut dalam pertemuan tersebut berusaha melerai mereka, keduanya ditarik agar berhenti berkelahi.[1]

Masih sambil memegang kerah Chagatai, Jochi lalu berkata, “Aku tidak pernah diberitahu oleh Khan ayahku bahwa aku berbeda dengan saudara-saudaraku. Bagaimana engkau dapat mendiskriminasikan aku? Dalam keahlian apa engkau lebih baik dariku? Hanya dalam omong kosongmu mungkin engkau lebih baik.”

Genghis Khan hanya duduk dan tidak berkata apapun, Jochi melanjutkan, “Jika kita menembak panah pada jarak yang jauh dan aku kalah olehmu, aku akan memotong ibu jariku dan membuangnya! Jika kita bergulat dan aku dikalahkan olehmu, aku tidak akan bangkit dari tempat aku jatuh! Biarkan perintah ayahku sang Khan yang memutuskan siapa yang terbaik di antara kita!”[2]

Dengan kata-kata emosional yang menyakitkan yang mungkin diucapkan oleh Genghis Khan sendiri, meskipun dokumen Sejarah Rahasia Bangsa Mongol menyebutkan nama lain (bukan Genghis Khan, melainkan salah satu penasihatnya) dalam upaya untuk menjaga kehormatan Genghis Khan, Chagatai diingatkan betapa ayahnya sangat mencintai dan menghormatinya.

Sang ayah memohon dengan kata-kata yang lirih kepada putra-putranya, meminta mereka memahami bahwa betapa berbedanya tanah padang rumput sekarang dengan di masa lalu. Genghis Khan menjelaskan, sebelum mereka lahir, tanah Mongolia adalah tanah teror, perang antar keluarga atau suku tidak pernah berhenti, dan tidak ada tempat yang aman di manapun.

Apa yang terjadi pada ibu mereka ketika dia diculik bukanlah kesalahannya, Genghis Khan berkata, “Dia tidak melarikan diri dari rumah…. Dia tidak jatuh cinta dengan pria lain. Dia diculik oleh orang-orang yang datang untuk membunuh.”

Genghis Khan hampir-hampir memelas kepada putra-putranya, mengingatkan, terlepas dari keadaan apapun kelahiran mereka, mereka semua datang, “Dari rahim hangat yang sama.” Dia melanjutkan, “Jika kalian menghina ibu yang telah memberi kalian kehidupan sepenuh hatinya, jika kalian menyebabkan cintanya untuk kalian menjadi membeku, bahkan jika kalian meminta maaf padanya nanti, kerusakan telah terlanjur terjadi.”

Para penasihat Genghis Khan juga lalu mengingatkan mereka, bahwa betapa kerasnya usaha kedua orang tua mereka untuk mendirikan negara baru ini. Mereka memberikan contoh-contoh pengorbanan besar yang telah dilakukan oleh Genghis Khan dan Borte untuk membangun dunia yang lebih baik demi anak-anak mereka.

Setelah adegan yang panjang dan emosional itu, Genghis Khan tahu bahwa dia tidak dapat memaksakan pilihan pada putranya yang mana akan mereka tolak setelah kematiannya. Dia harus menegosiasikan perjanjian kompromistis yang dapat diterima oleh seluruh putranya.[3]

Genghis Khan lalu menegaskan kembali bahwa dia menerima Jochi sebagai putra sulungnya, dan dia memerintahkan putra-putranya yang lain untuk menerima ini sebagai fakta dan tidak mengulangi kecurigaan tentang siapa ayah Jochi yang sebenarnya. “Bukankah Jochi adalah anak tertuaku? Di masa depan jangan pernah membahas kembali hal ini!” ujar Genghis Khan.

Sambil tersenyum Chagatai lalu berkata, “Aku tidak akan menantang kekuatan Jochi, aku juga tidak akan menanggapi klaim keahliannya…. Anak tertua adalah Jochi dan aku. Kami akan bekerja sama satu sama lain, mengabdi kepada ayah kami sang Khan.”[4]

Dari luar, seluruh bersaudara itu tampak mengakui legitimasi Jochi, sepanjang ayah mereka masih hidup. Tetapi tidak di dalam hati, mereka tidak akan pernah mengakuinya. Mereka sadar, bagaimanapun mereka mengakui Jochi sebagai putra tertua, namun itu kini tidak dapat serta merta mejaminnya untuk menjadi khan selanjutnya. Posisi khan yang begitu penting semestinya didasarkan pada kemampuan dan dukungan dari yang lain, bukan karena usia seseorang.

Setelah menimbulkan begitu banyak kemarahan dari ayahnya, Chagatai tahu bahwa sang ayah tidak akan kemudian setuju untuk membuatnya menjadi khan selanjutnya, tetapi dia masih tetap menginginkan agar posisi tersebut tidak diambil oleh Jochi. Jadi Chagatai menawarkan sebuah kompromi, yang mungkin muncul secara spontan, atau, mungkin saja sudah ada persetujuan rahasia sebelumnya di antara Chagatai, Ogodei, dan Tolui.[5]

Chagatai berbicara, “Siapapun di antara kita yang menghindari kewajibannya, kepalanya akan terbelah. Siapapun di antara kita yang lambat, harus memotong tumitnya. Tapi, adalah Ogodei di antara kita yang tegas dan dapat diandalkan, karena itu, mari kita sepakat tentang Ogodei. Karena Ogodei (adalah yang paling) dekat dengan ayah kita sang Khan. Jika sang Khan mengajarinya berbagai cara bagaimana seharusnya untuk menjadi seorang khan, ini akan berjalan lancar!”[6]

Chagatai menawarkan opsi alternatif, bahwa bukan dia maupun Jochi yang layak untuk menjadi khan selanjutnya, tetapi, posisi tersebut harus diserahkan kepada putra ketiga. Dia adalah Ogodei yang berpikiran dewasa, lembut dan baik hati, dan seorang peminum arak yang kuat.[7] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Jack Weatherford, Genghis Khan and the Making of the Modern World (Crown and Three Rivers Press, 2004, e-book version), Chapter 5.

[2] Igor de Rachewiltz, The Secret History of the Mongols: A Mongolian Epic Chronicle of the Thirteenth Century (Western Washington University, 2015), hlm 172-173.

[3] Jack Weatherford, Loc.Cit.

[4] Igor de Rachewiltz, Op.Cit., hlm 175.

[5] Jack Weatherford, Loc.Cit.

[6] Igor de Rachewiltz, Op.Cit., hlm 176.

[7] Jack Weatherford, Loc.Cit.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*