Mozaik Peradaban Islam

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (70): Para Putra Genghis Khan (4): Ogodei Khan

in Sejarah

Last updated on July 6th, 2019 01:35 pm

Tidak ada yang tahu kelak apa yang akan terjadi sebagai dampak dari pertemuan kecil keluarga ini. Faktanya, sang putra mahkota akan menorehkan sejarah yang tidak kalah dari ayahnya.

Ogodei Khan. Foto: Lukisan peninggalan Dinasti Yuan, China

Setelah mendengar usulan dari Chagatai, bahwa yang layak untuk menjadi khan selanjutnya adalah Ogodei, putra ketiga, Genghis Khan bertanya kepada Jochi, “Bagaimana menurutmu, Jochi? Bicaralah!”

Dengan tanpa adanya pilihan lain, kecuali dia mengobarkan perang terhadap Chagatai, maka Jochi menjawab, “Chagatai baru saja mengatakannya: Chagatai dan aku akan bekerja sama satu sama lain, mengabdi kepada Khan. Mari kita sepakati Ogodei.”

Genghis Khan berkata, “Mengapa kalian berdua harus selalu bersama sampai sejauh itu? Bumi ini begitu luas, sungai-sungai dan air-airnya begitu kaya. Perluasan wilayah perkemahan dapat dengan mudah dibagi-bagi, kami akan membuat masing-masing dari kalian menguasai sebuah wilayah, dan kami akan memisahkan kalian.”

Sang Khan melanjutkan, “Kalian, Jochi dan Chagatai, pertahankan kata-katamu! Jangan biarkan dirimu dihina oleh orang-orang, jangan biarkan dirimu ditertawakan oleh orang lain!”

Genghis Khan lalu menoleh kepada Ogodei, “Bagaimana menurutmu, Ogodei? Bicaralah!”

Ogodei menjawab, “Ketika ayahku, Sang Khan, mendukungku, memerintahkan aku untuk berbicara, apa yang harus aku katakan? Bagaimana aku dapat mengatakan bahwa aku tidak dapat melakukannya? Aku harus mengatakan bahwa aku pasti akan mencoba sesuai dengan kemampuanku…. Apa lagi yang harus aku katakan?”

“Jika Ogodei berbicara demikian, maka jadilah.”

Kali ini Genghis Khan meminta Tolui, putra bungsunya, untuk berbicara, “Tolui, bagaimana menurutmu? Bicaralah!”

Tolui menjawab, “Berada di sisi kakak lelakiku (Ogodei), yang baru saja ditunjuk oleh ayah kami, Sang Khan, aku akan mengingatkannya tentang apa yang telah dia lupakan. Aku akan membangunkannya ketika dia tertidur. Aku akan menjadi teman yang berkata ‘ya,’ dan menjadi cambuk kuda merahnya. Tidak lalai dalam ‘ya’-ku, tidak absen dari barisan. Aku akan pergi untuknya dalam perang yang panjang, atau bertarung dalam pertempuran yang pendek.”

Dengan pernyataan terakhir dari Tolui, maka resmilah sudah, Ogodei telah menjadi putra mahkota untuk bangsa Mongol. Sebagai penutup Genghis Khan mendeklarasikan, bahwa seluruh saudara-saudaranya yang lain, kelak akan patuh dan tunduk terhadap Ogodei pada saatnya nanti setelah dia dinobatkan menjadi Khan.[1]

Seluruh adegan terpilihnya Ogodei termaktub dalam dokumen Sejarah Rahasia Bangsa Mongsol¸ yang mana ditulis oleh orang Mongol setelah kematian Genghis Khan. Sebaliknya, para cendekiawan Muslim yang pada waktu itu mengabdi kepada Kekaisaran Mongol memilki kesulitan untuk merekam momen ini. Mungkin saja itu karena memang pertemuannya dibuat terbatas. Dan selain itu, kemungkinan Genghis Khan tahu, bahwa salah satu nilai yang menjadi kehormatan bagi seorang pria Muslim adalah ketika mereka berhasil mendidik istrinya.

Hampir tidak dapat dibayangkan ketika seorang lelaki dengan kekuasaan sebesar Genghis Khan dapat  memiliki seorang putra dari istrinya melalui hasil hubungan dengan lelaki lain, atau, bagaimana mungkin seorang Genghis Khan dapat mengalami tuduhan semacam itu dari putranya sendiri. Barangkali Genghis Khan menganggap bahwa hal seperti ini akan sulit dipahami bagi para Muslim, sehingga dia memutuskan agar hal ini tidak perlu diketahui oleh para Muslim, demi kehormatannya.[2]

Berbeda dengan dokumen Sejarah Rahasia Bangsa Mongol, yang menulis peristiwa terpilihnya Ogodei dengan detail, termasuk perselihan yang terjadi di dalamnya, dalam tulisan sejarawan Muslim asal Persia, Juvaini, konflik antar putra Genghis Khan tidak diceritakan, khuriltai tentang suksesi digambarkan terjadi dengan santun, tenang, dan menghasilkan suara yang bulat.

Dalam versi Juvaini, Genghis Khan diikisahkan menyampaikan pidato yang indah tentang kualitas mengagumkan dari Ogodei, dan semua putranya setuju. Genghis Khan berkata, “….Ogedei harus naik takhta kekaisaran menggantikanku karena dia yang paling menonjol di antara kalian dalam hal keunggulan nasihatnya yang tegas dan pemahamannya yang cerdas….”

Mendengarnya, para putra Genghis Khan berlutut, menunjukkan kesetiaan dan kepatuhan, lalu mereka berkata, “Siapa yang memiliki kekuatan untuk menentang perkataan Genghis Khan, dan siapa yang mampu untuk menolaknya?” Mereka juga kemudian membuat pernyataan tertulis tentang kesetujuan atas terpilihnya Ogodei.[3]

Dengan masa yang agak jauh dari sejak peristiwa itu terjadi, sejarawan Muslim lainnya, Rashid al-Din, sedikit lebih jujur. Meski demikian dia tetap melewati bagian-bagian yang terlalu sensitif, yang sekiranya dapat merusak kehormatan Genghis Khan dan istrinya. Rashid al-Din menulis, “Karena jalan persatuan diinjak-injak di kedua sisi di antara mereka,” namun anggota keluarga yang baik, “Tidak pernah mengucapkan ejekan itu melainkan menganggapnya (Jochi) sebagai saudara kandung.”

Terlepas apakah tulisan tersebut memang ditulis oleh Rashid al-Din atau dibuat oleh juru tulis yang dengan sengaja memasukannya, namun siapapun itu, mereka cukup sadar bahwa masalah ini cukup sensitif secara politik bagi generasi mendatang yang akan membaca karya mereka.

Pada akhir pertemuan keluarga yang emosional antara Genghis Khan dan putra-putranya, masyarakat dunia tidak tahu akan sejauh apa dampak dari pertemuan ini. Sebab, di kemudian hari, sang putra mahkota akan menorehkan sejarah dunia yang tidak kalah dahsyat dari ayahnya, dialah Ogodei Khan. Namun, selepas pertemuan ini, bukan berarti perselisihan Jochi dan Chagatai berakhir, kisahnya akan diceritakan kemudian.

Terkait Borte, meskipun namanya berulang kali diucapkan dalam pertemuan tersebut, dia tidak hadir, tetapi dia diduga masih hidup pada saat itu. Tidak diketahui apakah dia mendengar apa yang terjadi di antara putra-putranya, dan tidak ada informasi yang dapat dipercaya tentang apa yang terjadi padanya.

Berdasarkan sejarah lisan, pada masa-masa itu terjadi, dikatakan bahwa Borte menetap di padang rumput yang indah di Avarga di Sungai Kherlen. Dia tinggal di sebuah lokasi yang tidak jauh dari tempat di mana Temujin (nama asli Genghis Khan) dan dirinya awal-awal menikah, hanya sekitar beberapa hari perjalanan. Dia kemungkinan meninggal di sana, atau di sekitarnya, antara sekitar tahun 1219 sampai 1224.[4] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Igor de Rachewiltz, The Secret History of the Mongols: A Mongolian Epic Chronicle of the Thirteenth Century (Western Washington University, 2015), hlm 176-177

[2] Jack Weatherford, Genghis Khan and the Making of the Modern World (Crown and Three Rivers Press, 2004, e-book version), Chapter 5.

[3] Ala-ad-Din Ata-Malik Juvaini, Tarīkh-i Jahān-gushā, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh John Andrew Boyle, The History of The World-Conqueror: Vol 1 (Harvard University Press Cambridge, 1958), hlm 182-183.

[4] Jack Weatherford, Loc.Cit.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*