Mozaik Peradaban Islam

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (8): Melarikan Diri

in Sejarah

Last updated on February 16th, 2019 03:12 pm


Temujin diawasi seorang anak lelaki yang kurang waspada dan lemah. Melihat kesempatan ini dia mengayunkan balok ke kepalanya sampai pingsan. Di tengah ancaman kematian, Temujin kemudian berhasil mengatur pelarian yang mustahil menggunakan akal cerdiknya.

Adegan penahanan Temujin kecil dalam sebuah film yang berjudul Mongol.

Ketimbang sebagai keluarga kecil, keluarga Tayichiud lebih tepat disebut sebagai klan, karena jumlah mereka banyak. Di dalam klan ini terdapat strata-strata lagi, sebagian berada di strata atas, dan sebagian lainnya lagi berada di strata bawah yang memiliki tugas untuk menjadi pelayan, bisa jadi tadinya mereka merupakan tawanan perang. Kepada keluarga-keluarga pelayan inilah Temujin yang menjadi tahanan kepengurusannya diserahkan. Berbeda dengan kalangan atas yang memandang Temujin dengan jijik, bersama keluarga dari kelas bawah ini dia diperlakukan dengan lebih manusiawi.

Di malam hari, ketika lepas dari pengawasan dari petinggi-petinggi Tayichiud, Temujin mendapatkan simpati dan kenyamanan dari keluarga kelas bawah ini. Dia bahkan diperbolehkan untuk tidur di tempat tidur bersama mereka. Selain itu, dengan kerelaan mereka juga berbagi makanan dengannya. Dalam salah satu kisah yang ditampilkan dalam dokumen Sejarah Rahasia Bangsa Mongol, seorang wanita tua dengan lembut merawat luka-luka di leher Temujin yang diakibatkan oleh balok kayu yang mengunci leher dan tangannya. Anak-anak dari keluarga ini juga membujuk ayah mereka untuk melanggar perintah dari para petinggi agar Temujin dilepaskan dari balok pengunci di malam hari agar dia dapat beristirahat dengan lebih nyaman.

Kelanjutan dari kisah penahanan Temujin adalah kisah pelariannya dari situasi yang hampir mustahil. Apa yang dilakukan Temujin merupakan sebuah bukti dari watak kuatnya yang deterministik, yang kelak akan mengantarkannya menuju tangga kekuasaan. Suatu hari, ketika orang-orang Tayichiud sedang mabuk-mabukan, pengawasan terhadap Temujin diserahkan kepada seorang anak laki-laki yang kurang waspada dan fisiknya lemah. Melihat kesempatan ini, Temujin kemudian mengayunkan balok pengunci lehernya dengan keras untuk dihantamkan kepada kepala anak laki-laki itu dan membuatnya pingsan.[1]

Alih-alih lari, Temujin malah menyembunyikan dirinya di sebuah gundukan tanaman air sejenis gulma yang berada di sungai terdekat. Temujin tahu, jika dia melarikan diri ke padang rumput dengan leher dan tangan yang terkunci, maka kematian sudah pasti akan menantinya, maka dia lebih memilih untuk bersembunyi. Tak lama setelah orang-orang Tayichiud melakukan pencarian, Temujin dengan cepat ditemukan oleh ayah dari keluarga kelas bawah yang telah memperlakukannya dengan baik.[2] Lelaki tua yang bernama Sorkhan Sira itu bukannya memberi tahu orang-orang Tayichiud, dia malah menyuruh Temujin untuk terus diam di sana dan baru melarikan diri ketika malam tiba. “Saudara-saudaramu (secara garis keturunan Temujin dan keluarga Tayichiud masih kerabat-pen) mendekat, mengasah gigi mereka (maksudnya adalah marah-pen). Tetaplah di sana dan berhati-hatilah!” kata Sorkhan Sira sambil berlalu.[3]  

Ketika malam tiba, orang-orang Tayichiud masih belum menyerah untuk mencari Temujin, dan mereka akan mengulang lagi pencarian dari titik awal. Melihat situasi ini Sorkhan Sira berkata kepada mereka, “Wahai para pangeran Tayichiud, kalian tidak dapat menemukannya di hari yang terang dan cerah, bagaimana kita dapat menemukanya sekarang di saat malam yang gelap? Mari kita cari kembali masing-masing ke tempat yang belum dicari, jika tidak ada, mari kita bubar. Besok kita akan berkumpul kembali dan mencarinya lagi. Lagipula ke mana seseorang yang terkunci dengan balok dapat pergi?” mereka setuju, dan mulai mencari kembali.

Sorkhan Sira berpura-pura ikut mencari, dan dia kembali ke tempat Temujin bersembunyi, berkata kepadanya, “Kami memutuskan bahwa kami akan pulang setelah pencarian ini dan mencarimu besok. Sekarang tunggu sampai kami benar-benar bubar, lalu pergi dan cari ibu dan adik-adikmu. Jika seseorang menemukanmu, jangan beri tahu dia bahwa aku telah menemukanmu terlebih dahulu!” Sorkhan Sira kemudian pergi.

Setelah rombongan tim pencari bubar dan situasi telah aman, Temujin meninggalkan sungai, tetapi tidak melarikan diri. Dia perlahan-lahan berjalan ke tenda pria tua itu dan masuk, mendatangkan resiko yang sangat besar bagi keluarga itu jika sampai ketahuan. Melihatnya, Sorkhan Sira berseru, dengan suara yang dipelankan, namun dengan nada kesal, “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu untuk pergi dan mencari ibu dan adik-adikmu? Kenapa kau datang kemari?” Meski demikian, anak-anak keluarga ini membela Temujin. Akhirnya mereka setuju untuk melepaskan balok pengunci Temujin dan kemudian membakarnya.

Keesokan harinya, keluarga ini menyembunyikan Temujin di dalam tumpukan wol. Dan ketika malam tiba, mereka diam-diam mengatur aksi pelarian Temujin. Mereka memberinya kuda, dan meskipun miskin, mereka memasakkan daging domba untuknya, membekalinya susu, dan memberinya busur dan sepasang anak panah. Temujin akhirnya dapat melarikan diri dan mengecoh para pemburunya. Dalam sebuah perjalanan panjang, dia kembali ke kamp ibunya yang jauh dan terpencil.

Mengomentari Temujin, Sorkhan Sira berkata, “Ada api di mata anak itu, dan ada cahaya di wajahnya.” Bagi keluarga miskin seperti mereka, menyelamatkan Temujin adalah sebuah resiko besar dan dapat membahayakan nyawa mereka sendiri. Tapi mereka tampaknya menyadari ada sesuatu yang berbeda dari anak tersebut. Temujin sendiri, kesadarannya terbangun. Dia melihat bagaimana sebuah keluarga miskin yang tidak memiliki hubungan darah dengannya rela mempertaruhkan nyawa untuknya.[4]

Peristiwa ini menananmkan keyakinan pada dirinya bahwa orang-orang yang berkedudukan tinggi tidak dapat dipercaya, dan sebaliknya, justru orang-orang yang tidak memiliki ikatan apapun dengannya dapat dipercaya seolah-olah mereka adalah keluarganya sendiri. Dalam periode kehidupan Temujin selanjutnya, dia akan menilai seseorang berdasarkan tindakannya, bukan berdasarkan ikatan kekerabatan di antara mereka. Ide ini adalah sebuah cara pandang baru yang revolusioner bagi kehidupan sosial masyarakat padang rumput Mongolia.

Di kemudian hari, tradisi dan sumber sejarah Mongol hanya mengakui bahwa periode penahanan Temujin terjadi dalam rentang waktu yang pendek. Namun penulis sejarah kontemporer asal Tiongkok menuliskan bahwa Temujin mengalami lebih dari sepuluh tahun masa penahanan dan perbudakkan. Dia mungkin telah berulang kali diperbudak, atau kisah penahanan ini mungkin sebenarnya lebih lama ketimbang seperti yang dikisahkan dalam dokumen Sejarah Rahasia Bangsa Mongol. Bahkan beberapa sejarawan menduga bahwa periode perbudakan yang terjadi pada Temujin berlangsung cukup lama sehingga informasi terperinci mengenai masa kecilnya tidak dapat ditemukan.

Pada tahun-tahun setelah Temujin berkuasa dan menjadi Genghis Khan, periode perbudakkan yang dialaminya tentu saja akan menjadi kisah yang memalukan. Jika kisah ini terkuak, maka keturunan keluarga Tayichiud akan berada dalam bahaya yang besar. Pada masanya hampir setiap orang yang memiliki keterkaitan dengan kisah perbudakkan itu lebih memilih untuk bungkam. Sebagai gantinya dibuatlah kisah yang lebih singkat, dan sesuai watak bangsa Mongol yang enggan membicarakan hal-hal yang buruk, mereka lebih suka menceritakan kisah heroik tentang pelarian Temujin.[5] (PH)

Bersambung ke:

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (9): Suku Kristen Mongolia

Sebelumnya:

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (7): Pembunuhan Begter

Catatan Kaki:


[1] Jack Weatherford, Genghis Khan and the Making of the Modern World (Crown and Three Rivers Press, 2004, e-book version), Chapter 1.

[2] Ibid.

[3] Igor de Rachewiltz, The Secret History of the Mongols: A Mongolian Epic Chronicle of the Thirteenth Century (Western Washington University, 2015), hlm 22-23.

[4] Ibid., hlm 22-24.

[5] Jack Weatherford, Loc.Cit.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*