Mozaik Peradaban Islam

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (9): Suku Kristen Mongolia

in Sejarah

Last updated on February 18th, 2019 02:07 pm


Bagi orang Mongol, Yesus dianggap sebagai seorang shaman terkuat yang pernah ada karena dapat menyembuhkan dan bangkit dari kematian. Namun yang terpenting, Kristen memperbolehkan alkohol. Dalam salah satu ritualnya, alkohol bahkan diwajibkan.

Menikahi Borte

Pada tahun 1178, Temujin sudah berusia enam belas tahun. Sejak kematian ayahnya tujuh tahun yang lalu, dia belum pernah bertemu lagi dengan Borte, calon istrinya. Sekarang Temujin yang sudah cukup umur untuk menikah, merasa perlu untuk mencarinya kembali. Ditemani oleh adik tiri laki-lakinya, Belgutei, Temujin berangkat menyusuri Sungai Kherlen untuk mencari rombongan keluarga Borte. Ketika mereka menemukan tenda milik ayah Borte, Dei Secen, Temujin merasa sangat senang saat mengetahui bahwa Borte masih menunggunya. Padahal waktu itu usia Borte, yakni tujuh belas atau delapan belas tahun, dalam ukuran masyarakat padang rumput sudah sampai pada penghujung usia pernikahan.[1]

Dei Secen tahu akan masalah yang terjadi antara Temujin dengan klan Tayichuid, namun dia tidak mengubah pendiriannya, dia tetap setuju dengan rencana pernikahan putrinya dengan Temujin. “Aku tahu bahwa saudara-saudaramu Tayichuid iri terhadap engkau, dan aku khawatir dan putus asa; dan sekarang akhirnya aku melihatmu!“ kata Dei Secen. Dia kemudian menikahkan Temujin dan Borte dan mengesahkannya menjadi pasangan suami-istri.[2]  

Tiga Suku Besar

Temujin dan Belgutei pulang ke rumah, kali ini dengan membawa Borte. Menurut adat masyarakat padang rumput, pengantin wanita akan membawakan hadiah berupa pakaian kepada orang tua suaminya ketika dia datang untuk tinggal bersama mereka. Bagi pengantin yang berasal dari tempat yang jauh, hadiah berukuran besar tidak praktis karena akan merepotkan selama perjalanan. Sebagai gantinya Borte membawakan pakaian berkualitas tinggi yang bergengsi. Selain itu, pakaian ini juga memiliki nilai manfaat yang tinggi bagi pemakainya kelak. Borte membawakan mantel bulu yang paling bernilai tinggi bagi masyarakat padang rumput Mongolia, yakni mantel bulu musang hitam.

Dalam keadaan normal, Temujin akan memberikan hadiah itu kepada ayahnya. Tetapi jika seorang ayah sudah tidak ada, orang Mongol biasanya akan memberikannya kepada seseorang yang dia anggap dapat menggantikan posisi ayahnya. Temujin memutuskan untuk memberikan mantel musang tersebut kepada sahabat lama ayahnya. Dengan memberikannya, dia berharap akan tercipta persekutuan yang dapat membuat aman keluarga kecilnya yang baru saja dimulai.

Orang yang dimaksud adalah Torghil, atau yang lebih dikenal kemudian dengan sebutan Ong Khan. Dia berasal dari suku Kereyid yang hidup di beberapa wilayah padang rumput yang paling mewah di Mongolia tengah. Wilayahnya berada di antara Sungai Orkhon dan Hutan Hitam pohon cemara di sepanjang Sungai Tuul. Tidak seperti suku-suku Mongol lainnya yang mengandalkan garis keturunan yang keberadaannya seringkali tersebar di banyak tempat, suku Kereyid telah berhasil mendirikan semacam konfederasi suku yang kuat, di mana ia merangkul sekelompok besar suku untuk bersatu di bawah naungan seorang khan.[3]

Wilayah Mongolia, mulai dari dari hamparan luas padang rumput di utara hingga ke Gobi, pada saat itu, berada di bawah pemerintahan tiga suku utama. Wilayah tengah dikuasai oleh suku Kereyid dengan pemimpin mereka Ong Khan, wilayah barat oleh suku Naiman dengan pemimpin mereka Tayang Khan, dan wilayah timur oleh orang-orang Tatar dengan pemimpin mereka Altan Khan.[4] Berbeda dengan khan lainnya, Altan Khan sebenarnya tunduk kepada Dinasti Jurchen Jin dari China Utara.[5] Dalam upaya untuk memerangi musuh-musuh mereka, para penguasa dari tiga suku besar ini seringkali membentuk atau memutuskan aliansi dengan suku-suku kecil di sepanjang perbatasan wilayah mereka sesuai dengan kebutuhan dan dinamika yang berkembang.[6]

Di masa hidupnya, ayah Temujin, Yesugei, tidak memiliki ikatan kekerabatan dengan orang-orang suku Kereyid, tetapi dia pernah menjadi anda Ong Khan. Anda adalah ikatan persahabatan di bawah sumpah yang biasa dilakukan oleh para laki-laki masyarakat padang rumput Mongolia.[7] Yesugei dan Ong Khan pernah berperang bersama melawan banyak musuh. Ikatan di antara keduannya sangat kuat, lebih besar dari hubungan antara pelindung dengan pengikut, karena ketika mereka masih sangat muda, Yesugei pernah membantu Ong Khan menggulingkan Gur-khan, atau penguasa tertinggi, sehingga akhirnya dia dapat menjadi khan bagi orang-orang Kereyid. Selain itu, mereka juga telah berperang bersama melawan suku Merkid dan bersekutu pada saat kelahiran Temujin, yaitu ketika Yesugei sedang berperang melawan orang-orang Tatar.

Menurut budaya masyarakat padang rumput, ikatan politik terbentuk berdasarkan hubungan kekerabatan di antara para laki-lakinya. Untuk menjadi sekutu, seorang laki-laki harus menjadi bagian dari keluarga yang sama, dan oleh karena itu setiap aliansi di antara pria yang tidak memiliki hubungan kekerabatan secara biologis, ikatan itu harus ditransformasikan dalam bentu kekerabatan seremonial, semacam pengangkatan sebagai saudara angkat. Yesugei dan Ong Khan telah melakukan itu dengan mengikat hubungan anda satu sama lain.

Temujin kali ini berupaya untuk melakukan hal yang sama, dia berkeinginan mengikat hubungan anda dengan Ong Khan. Dengan memberi Ong Khan hadiah pernikahannya, Temujin akan menganggapnya sebagai ayah; dan jika Ong Khan menerimanya, dia akan mengakui Temujin sebagai putranya, dan karenanya dia berhak atas perlindungan. Bagi kebanyakan laki-laki masyarakat padang rumput, bentuk-bentuk kekerabatan seremonial seperti itu hanya merupakatan elemen tambahan dari hubungan kekerabatan yang sebenarnya. Tetapi bagi Temujin, bentuk-bentuk kekerabatan seremonial semacam ini justru sudah terbukti lebih bermanfaat ketimbang sekedar ikatan kekerabatan secara biologis.[8]

Suku Kristen Mongolia

Lukisan yang ditemukan di komunitas adven Mongolia hari ini yang menggambarkan keberadaan Yesus di Mongolia. Photo:
Michael W. Campbell

Suku Kereyid di tengah dan Naiman di barat, bukan hanya mewakili unit politik suku-suku yang lebih kecil. Tetapi mereka juga berhasil membawa suku-suku itu ke dalam jaringan kebudayaan yang lebih maju. Melalui konversi ke agama Kristen beberapa abad sebelumnya oleh para misionaris dari Gereja Asyur (Assyrian) di Timur, secara tentatif mereka menjadi memiliki hubungan komersial dan religius dengan penduduk yang berada di wilayah Asia Tengah.[9]

Meskipun suku-suku nomaden tersebut tidak memiliki gereja atau pun biara, namun mereka mengaku sebagai keturunan Santo Thomas, salah seorang dari dua belas murid Yesus.[10] Mereka melaksanakan praktik keagamaan di tenda-tenda, dan untuk mendalami agama Kristen, mereka berguru kepada biksu-biksu Kristen pengembara. Tanpa merasa perlu terlalu kaku dengan doktrin dan teologi Kristen, mereka juga membaca kitab suci untuk kepentingan penyembuhan.[11]  

Bagi suku pengembara, Yesus merupakan sosok yang memiliki daya tarik sangat kuat, karena dia mampu menyembuhkan orang sakit dan selamat dari kematian. Sebagai satu-satunya orang yang dapat bangkit kembali setelah kematian, bagi mereka Yesus dianggap sebagai seorang shaman terkuat yang pernah ada. Adapun mengenai salib, kendati pun mereka menganggapnya sakral, namun pemaknaannya sedikit berbeda, suku padang rumput memaknainya sebagai simbol dari empat penjuru dunia. Sebagai pengikut pastoral, suku-suku padang rumput merasa sangat nyaman dengan kebiasaan dan kepercayaan pastoral suku-suku Ibrani kuno seperti yang digambarkan dalam Alkitab.

Namun terlepas dari itu semua, mungkin yang terpenting bagi mereka adalah bahwa orang-orang Kristen tetap diperbolehkan untuk makan daging, tidak seperti umat Buddha yang vegetarian. Dan tidak seperti Muslim yang diharamkan untuk mengkonsumsi alkohol, orang-orang Kristen bukan hanya menikmati minum alkohol, mereka bahkan mensyaratkannya sebagai bagian wajib dari salah satu praktik ibadah mereka – setidaknya dari yang mereka tahu, meskipun ada berbagai macam pandangan tentang tentang penggunaan alkohol dari orang-orang Kristen-pen.[12]

Hal ini penting, sebab bangsa Mongol dikenal gemar mabuk-mabukan dan banyak makan. Suatu saat nanti, ketika bangsa ini sudah mendominasi dunia dan mendirikan ibu kota mereka di Khanbalik (yang berarti “kota para khan”), di sana mereka bahkan membangun air mancur yang memancarkan anggur asal Persia, ciu dari Tiongkok, mead (minuman beralkohol yang terbuat dari madu), dan koumiss (susu kuda yang difermentasi).[13] (PH)

Bersambung ke:

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (10): Penculikan Borte

Sebelumnya:

Bangsa Mongol dan Dunia Islam (8): Melarikan Diri

Catatan Kaki:


[1] Jack Weatherford, Genghis Khan and the Making of the Modern World (Crown and Three Rivers Press, 2004, e-book version), Chapter 1.

[2] Igor de Rachewiltz, The Secret History of the Mongols: A Mongolian Epic Chronicle of the Thirteenth Century (Western Washington University, 2015), hlm 27.

[3] Jack Weatherford, Loc.Cit.

[4] Ibid.

[5] Mark Cartwright, “Jurchen Jin Dynasty”, dari laman https://www.ancient.eu/Jurchen_Jin_Dynasty/, diakses 16 Februari 2019.

[6] Jack Weatherford, Loc.Cit.

[7] Igor de Rachewiltz, Ibid., hlm 28.

[8] Jack Weatherford, Loc.Cit.

[9] Ibid.

[10] “St. Thomas”, dari laman https://www.catholic.org/saints/saint.php?saint_id=410, diakses 16 Februari 2019.

[11] Jack Weatherford, Loc.Cit.

[12] Ibid.

[13] Zita Reyninta Sari, “Islam dan Transformasi Kuliner Dunia (2): Pasca Invasi Mongol”, dari laman https://ganaislamika.com/islam-dan-transformasi-kuliner-dunia-2-pasca-invasi-mongol/, diakses 16 Februari 2019.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*