Mozaik Peradaban Islam

Hudzaifah bin al-Yaman (4): Perang Khandaq (Parit) [1]

in Tokoh

Last updated on July 17th, 2019 12:41 pm

“Wahai Rasulullah, dulu jika kami orang-orang Persia sedang dikepung musuh, maka kami membuat parit di sekitar kami,” kata Salman al-Farisi.

Ilustrasi duel antara Ali bin Abu Thalib dengan Amr bin Abdi Wudd, jagoan dan petarung tangguh pihak musuh. Ali berhasil mengalahkannya. Peristiwa ini adalah salah satu babak penting dalam Perang Khandaq. Lukisan dibuat tahun 1900, pelukis tidak diketahui. Sekarang koleksi milik Anne S.K. Brown Military Collection.

Sebelum memasuki kisah tentang peran vital Hudzaifah bin al-Yaman dalam Perang Khandaq, penulis akan memaparkan secara singkat terlebih dahulu tentang gambaran besar peristiwa yang terjadi pada saat itu. Hal ini penting, sebab, tanpa menghadirkan konteks, akan cukup sulit untuk memberikan gambaran utuh tentang keahlian khusus Hudzaifah dalam membaca isi hati seseorang.

Pada tahun 627 M/5 H, para pemuka Yahudi yang sudah gerah dengan dakwah dan ajaran Islam berinisiatif untuk menghimpun kekuatan bersama orang-orang Quraish di Makkah. Tidak hanya itu, para pemuka Yahudi juga mengajak berbagai kabilah lainnya di sekitar Arab. Ajakan mereka membuahkan hasil, berbagai kabilah dan suku-suku itu sepakat untuk menyerang Madinah, tempat di mana Rasulullah dan umat Islam berada.

Ketika waktunya tiba, mereka bergerak serentak dari arah selatan. Mereka adalah orang-orang Quraish, Kinanah, dan suku-suku dari Tihamah, pemimpin mereka adalah Abu Sufyan. Jumlah mereka sekitar 4.000 prajurit. Di tengah perjalanan, Bani Sulaim juga turut serta bergabung dengan mereka.

Sementara itu dari arah timur, datanglah kabilah-kabilah Ghathafan, mereka adalah Bani Fazarah yang dipimpin oleh Uyainah bin Hishn, Bani Murrah yang dipimpin oleh al-Harits bin Auf, Bani Asyja yang dipimpin oleh Misar bin Rukhailah, Bani Asad, dan masih banyak lagi lainnya.

Seluruh kabilah ini bergerak serentak ke arah Madinah pada hari yang telah ditentukan. Dalam waktu beberapa hari saja, di sekitar Madinah telah terhimpun pasukan musuh yang sangat besar, jumlah mereka mencapai sekitar 10.000 prajurit. Jumlah tersebut bahkan lebih besar dibandingkan dengan jumlah seluruh penduduk Madinah yang dihitung termasuk dengan anak-anak, wanita, dan orang tua.

Sebelum pasukan besar itu bergerak, Rasulullah SAW sudah mengetahuinya. Beliau lalu menyelenggarakan majlis tinggi permusyawaratan, untuk menyusun rencana pertahanan Madinah.  Setelah berdiskusi cukup panjang, seluruh anggota majlis sepakat untuk mengikuti ide dari Salman al-Farisi RA.

Salman berkata, “Wahai Rasulullah, dulu jika kami orang-orang Persia sedang dikepung musuh, maka kami membuat parit di sekitar kami.” Ini adalah sebuah teknik pertahanan yang sebelumnya tidak pernah dikenal oleh bangsa-bangsa Arab.

Kontur kota Madinah dikelilingi oleh gunung-gunung, tanah kasar, dan bebatuan yang medannya sulit, sementara yang terbuka hanya di bagian utara, sehingga Salman memperkirakan musuh akan datang dari arah itu. Demikianlah, akhirnya Rasulullah memerintahkan penggalian parit di bagian utara kota Madinah atas saran Salman. Untuk alasan inilah, selain disebut sebagai Perang Ahzab (persekutuan), perang ini juga sering disebut-sebut dengan Perang Khandaq (parit).

Ketika tiba waktunya perang, 10.000 pasukan musuh sudah siap menyerang pasukan Muslim yang hanya berjumlah 3.000 orang. Saat pasukan musuh menyerbu, mereka dibuat kebingungan dengan adanya parit, hal seperti ini sama sekali tidak dikenal oleh mereka. Pasukan musuh hanya bisa berputar-putar di sekitar parit dengan kemarahan. Mereka tidak pernah memperhitungkan akan terjadi hal seperti ini.

Beberapa dari mereka kemudian mencoba menyeberangi parit yang lebih sempit, namun pasukan Muslim sudah siap, mereka menembakkan panah-panah dan terlibat beberapa pertarungan jarak dekat. Pasukan musuh dapat dipukul mundur dengan relatif cukup mudah.

Sampai beberapa hari ke depan, pasukan musuh terus mencoba namun selalu menemui kegagalan. Perang Khandaq berlangsung sampai satu bulan penuh. Ketimbang disebut sebagai perang terbuka, perang ini lebih tepat disebut sebagai perang psikologis dan tipu muslihat. Jumlah korban nyawa dari kedua belah pihak pun tidak banyak, enam orang dari pasukan Muslim dan sepuluh orang dari pasukan sekutu.

Meski demikian, dalam catatan sejarah Islam, perang ini merupakan salah satu perang yang paling menegangkan, sebab pada saat itu umat Islam sedang berada dalam titik yang paling rawan. Di bagian depan kota terdapat 10.000 pasukan sekutu, sementara di bagian belakang Madinah yang sama sekali tanpa pertahanan, terdapat Bani Quraizhah, suku Yahudi lainnya yang pernah membuat perjanjian damai dengan Muslim.

Kini mereka sedang bimbang di antara dua pilihan, apakah akan mengambil keuntungan dengan menusuk pasukan Muslim dari belakang, atau berdiam diri saja. Selain itu, ada juga sekelompok orang munafik yang mencoba menggoyahkan dari dalam.

Di tengah proses inilah, segala macam intrik politik terjadi. Lobi-lobi terus terjadi sepanjang perang berlangsung. Satu langkah kesalahan kecil saja, umat Islam pada waktu itu dapat benar-benar tercerabut sampai dengan ke akar-akarnya.[1]

Kemudian terjadi sesuatu yang berada di luar dugaan, dari pihak musuh ternyata ada seseorang yang diam-diam telah masuk Islam, dia adalah Nuaim bin Masud dari Ghathafan. Di malam hari, secara diam-diam dia menyelinap dari tenda kaumnya untuk menemui Rasulullah di dalam kota Madinah.

Setelah bertemu Rasulullah dia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah masuk Islam. Sementara kaumku tidak mengetahui tentang keislamanku ini. Maka perintahkanlah kepadaku apapun yang engkau kehendaki!”

Nuaim bin Masud sebelum masuk Islam adalah sahabat Abu Sufyan, dan dia pernah diberi tugas olehnya, dengan imbalan uang yang sangat banyak, untuk menakuti-nakuti umat Islam tentang kekuatan pasukan Quraish. Tugas dia adalah untuk melebih-lebihkan dan membesar-besarkan kekuatan pasukan Quraish agar umat Islam ketakutan dan tidak berani untuk melawan Quraish.

Namun hidayah datang kepadanya, di tengah proses itu, karena untuk menyebarkan isu ini dia mesti masuk ke dalam kehidupan umat Islam pada tahun-tahun sebelumnya di Madinah, dia malah jatuh hati terhadap Islam, dan memutuskan untuk masuk Islam tanpa diketahui siapapun.[2]

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Lebih lengkap tentang Perang Khandaq, lihat Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, terjemahan ke bahasa Indonesia oleh Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), bab Perang Ahzab atau Khandaq.

[2] Lebih lengkap tentang asal-usul dan identitas Nuaim bin Masud, lihat penjelasan dari Yashir Qadi, “Seerah of Prophet Muhammad 59 – The Battle of Khandaq/Ahzab p3 – Dr. Yasir Qadhi | 1st May 2013”, dari laman https://www.youtube.com/watch?v=8RixalZYJM0, diakses 16 Juli 2019.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*