Muhammad bin Sirin berkata, “Abu Bakar adalah yang paling mampu dari umat ini, setelah Nabi SAW, untuk menarik makna (dari sebuah mimpi).”
Sejarawan Ibnu Saad meriwayatkan, bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq telah mencapai puncaknya dalam (ilmu) penafsiran mimpi. Dia biasa menafsirkan mimpi pada masa Rasulullah SAW. Muhammad bin Sirin, dan dia adalah yang paling utama dalam pengetahuan ini, melalui konsensus umum mengatakan, “Abu Bakar adalah yang paling mampu dari umat ini, setelah Nabi SAW, untuk menarik makna (dari sebuah mimpi).”[1]
Abu Mansur ad-Dailami dalam Musnad al-Firdaus dan juga Ibnu Asakir meriwayatkan, bahwa Samurah Bin Jundub berkata, “Rasulullah SAW berkata, ‘Aku telah diperintahkan untuk menafsirkan mimpi (dan menceritakan atau mengajarkannya) kepada Abu Bakar.’.”[2]
Di bawah ini adalah beberapa riwayat tentang kemampuan menafsirkan mimpi dari Abu Bakar.
Al-Baihaqi sebagaimana dikutip oleh Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah meriwayatkan:
Khalid bin Said bin al-As adalah salah satu dari orang-orang pertama yang masuk Islam. Dia adalah yang pertama di antara saudara-saudaranya yang masuk Islam. Jalannya menuju Islam dimulai dengan mimpi yang dia saksikan. Dalam mimpinya dia melihat dirinya berdiri di tepi api yang berkobar.
Dia menyebutkan bahwa api itu sangat besar sehingga hanya Allah yang mengetahui luasnya. Dalam mimpi ini, dia melihat ayahnya mendorongnya ke dalam api sementara Rasulullah memegangi pinggangnya sehingga dia tidak jatuh.
Pemandangan ini sangat membuatnya takut sampai-sampai dia terbangun dengan kaget. Ketika dia bangun, dia berkata kepada dirinya sendiri, “Ini benar-benar mimpi yang nyata.”
Setelah itu, dia bertemu Abu Bakar dan menceritakan mimpi itu kepadanya. Abu Bakar berkata kepadanya, “Yang baik tersedia untukmu. Beliau (Rasulullah) adalah Nabi Allah, jadi ikutilah dia. (Penafsiran tentang mimpimu adalah) engkau akan mengikutinya dan masuk ke dalam Islam bersamanya. Setelah itu Islam akan menyelamatkanmu dari memasuki api Jahannam di mana ayahmu berada saat ini.”
Khalid bin Said kemudian bertemu dengan Rasulullah di wilayah Ajyad (daerah di sebelah selatan Makkah) dan berkata kepadanya, “Wahai Muhammad, untuk apa engkau memanggilku?”
Beliau menjawab, “Aku menyerumu kepada Allah yang Esa yang tidak memiliki pasangan dan untuk beriman bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Aku menyerumu untuk meninggalkan penyembahan kepada batu-batu yang tidak dapat mendengar, tidak dapat melukai, mereka tidak dapat mendatangkan manfaatmu bagimu, karena mereka bahkan tidak dapat membedakan siapa saja yang menyembah mereka dengan siapa saja yang tidak menyembah mereka!”
Khalid bin Said berkata, “Aku bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah selain Allah dan aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasul Allah.”
Rasulullah sangat senang ketika Khalid bin Said masuk Islam.
Khalid bin Said kemudian tinggal jauh dari rumahnya. Ketika ayahnya mengetahui bahwa dia telah masuk Islam, dia mengirim seseorang untuk mencarinya.
Ketika orang itu membawanya ke hadapan ayahnya, ayahnya memarahinya dengan sangat keras dan mulai memukulinya dengan cambuk yang ada di tangannya. Dia memukuli Khalid dengan sangat parah sampai-sampai cambuknya patah saat mengenai kepalanya.
Ayahnya kemudian berkata, “Demi Allah! Aku tidak akan memberimu apa pun untuk dimakan!”
Menanggapinya, Khalid bin Said berkata, “Jika engkau tidak memberiku sesuatu untuk dimakan, maka Allah pasti akan menyediakannya bagiku dan aku akan menjalani hidupku.”
Dia kemudian pergi dan menemui Rasulullah. Setelah itu, dia seterusnya menjadi sahabat Rasulullah.[3]
Riwayat lainnya disampaikan oleh Umar bin Syurahbil, sebagaimana dikutip oleh Said bin Mansur dalam Sunan Said bin Mansur:
Rasulullah SAW berkata, “Aku melihat diriku menggembalakan domba hitam, lalu menggembalakan domba putih di belakang mereka, sampai yang hitam tidak terlihat di antara mereka.”
Abu Bakar berkata, “Rasulullah, mengenai domba hitam, mereka adalah orang-orang Arab yang akan menjadi Muslim dalam jumlah yang besar. Domba putih adalah orang-orang non-Arab yang akan menjadi Muslim sampai orang-orang Arab tidak dapat terlihat di antara mereka karena jumlah mereka yang sangat besar.”
Rasulullah SAW berkata, “Dengan jalan (cerita) yang persis sama, malaikat telah menafsirkannya sebelum fajar.”[4] (PH)
Bersambung ke:
Sebelumnya:
Catatan Kaki:
[1] Jalal ad-Din as-Suyuti, Tarikh al-Khulafa, diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dengan judul The History of the Khalifahs who took the right way oleh Abdassamad Clarke (Ta-Ha Publishers Ltd: Turki, 1995), hlm 21.
[2] Ibid.
[3] Lihat Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah (Vol 3, hlm 32), dikutip dalam Hazrat Maulana Muhammad Yusuf Kandehelvi, The Lives of The Sahabah (Hayatus Sahabah) Vol.1, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Mufti Afzal Hossen Elias (Zamzam Publisher: Karachi, 2004) hlm 89-90.
[4] Jalal ad-Din as-Suyuti, Op.Cit., hlm 101.