Mozaik Peradaban Islam

Kisah Abu Bakar Ash-Shiddiq (6): Murid Tiga Manusia Suci (2)

in Tokoh

Last updated on April 29th, 2020 02:28 pm

Waraqah bin Naufal berkata, “Jika apa yang engkau katakan itu benar, Khadijah, telah datang kepadanya Namus teragung – maksudnya adalah Jibril – yang datang kepada Musa. Muhammad adalah Nabi umat ini.”

Foto ilustrasi: Lukisan karya Rembrandt van Rijn (1650). Koleksi milik Museum het Rembrandthuis

Adapun mengenai Qus bin Saidah al-Iyyadi, peristiwa pertemuan Abu Bakar dengan dirinya diriwayatkan oleh Abu Bakar sendiri setelah dia masuk Islam. Pada suatu hari Rasulullah SAW sedang bersama para sahabatnya, beliau membuka beberapa lembar kenangan pada masa mudanya.

Rasulullah bersabda, “Aku tak lupa kepada Qus bin Saidah yang ketika itu sedang mengendarai seekor unta berwarna keabu-abuan di Pasar Ukadh. Dia mengucapkan pidato yang sudah tidak kuingat lagi.”

Kemudian Abu Bakar berkata, “Aku masih mengingatnya wahai Rasulullah! Aku juga hadir di Pasar Ukadh pada hari itu. Di atas untanya yang keabu-abuan itu, Qus berpidato sebagai berikut:

‘Hai manusia! Dengar dan perhatikanlah, serta ambillah manfaat dari pendengaranmu itu! Sesungguhnya setiap orang yang hidup itu akan mati, dan setiap orang yang mati akan lenyap dan pergi. Segala yang datang itu pasti akan berlalu.

‘Sesungguhnya di langit itu ada berita, dan di muka bumi itu ada pelajaran bagi kita. Begitu pun pada hamparan-hamparan yang dibentangkan, atap-atap yang ditinggikan, bintang-bintang yang beredar, lautan yang airnya tak pernah kering, malam yang sunyi senyap, dan langit-langit yang memiliki rasi-rasi.

‘Aku bersumpah, bahwa Allah memiliki suatu agama yang lebih disukai-Nya ketimbang agama yang sedang kalian anut sekarang ini!

‘Mengapa orang-orang itu pergi dan tak kembali? Apakah mereka senang tinggal di sana lalu menetap? Ataukah mereka itu dibiarkan lalu tertidur pulas?’.”

Abu Bakar kemudian mengucapkan syair gubahan Qus bin Saidah:

Tatkala aku lihat maut itu mengalir tiada hentinya

Menuju muara padahal tak ada hulu dan sumbernya

Aku lihat orang-orang berdatangan ke sana

Tak pandang bulu, baik besar mau pun kecil

Yakinlah aku bahwa aku pun pasti dan tak dapat tidak

Suatu saat akan mengikuti jejak mereka pula[1]

Mengenai Waraqah bin Naufal, meskipun pada seri sebelumnya sempat disinggung bahwa Abu Bakar pernah berguru kepadanya, namun sejauh ini penulis masih belum menemukan riwayat yang mengisahkannya.

Riwayat termasyhur mengenai Waraqah adalah justru tentang pernyataannya yang membenarkan kenabian Muhammad SAW setelah beliau menerima wahyu pertama yang disampaikan melalui Jibril AS. Berikut ini adalah riwayat dari Ibnu Humaid yang dikutip oleh Ibnu Hisyam:

Aku (Muhammad) mendengar suara dari surga berkata, “Wahai Muhammad, engkau adalah utusan Allah, dan aku adalah Jibril.”

Aku menengadahkan kepalaku ke arah surga, dan di sana ada Jibril dalam bentuk seorang pria dengan kakinya yang diletakkan di cakrawala, berkata, “Wahai Muhammad, engkau adalah utusan Allah, dan aku adalah Jibril.”

Aku berdiri menatapnya dan ini mengalihkan perhatianku dari apa yang aku maksudkan (lari dari gunung setelah terkejut menerima wahyu pertama-pen), dan aku tidak dapat maju atau pun mundur. Aku memalingkan wajahku darinya ke semua titik cakrawala, tetapi di mana pun aku melihat, aku melihatnya dalam sosok yang persis sama.

Aku terus berdiri di sana, tidak maju atau pun mundur, sampai Khadijah mengirim suruhannya untuk mencariku. Mereka pergi sejauh Makkah dan kembali kepadanya (karena tidak berhasil menemukan Rasulullah-pen), sementara aku berdiri di tempat yang sama. Akhirnya Jibril meninggalkanku dan aku kembali ke keluargaku.

Ketika aku bertemu Khadijah, aku duduk dengan kakiku di sebelahnya, dan dia berkata kepadaku, “Abu al-Qasim (nama panggilan Rasulullah sebelum menjadi Nabi-pen), dari mana saja engkau? Aku mengirim suruhan untuk mencarimu sampai ke Makkah dan kembali.”

Aku berkata kepadanya, “Aku seorang penyair atau orang yang hilang akal,” tetapi dia (Khadijah) menjawab, “Semoga Allah menyelamatkanmu dari hal demikian, Abu al-Qasim! Allah tidak akan melakukan itu kepadamu, mengingat apa yang aku tahu tentang kejujuranmu, kepercayaan (orang-orang) yang begitu besar kepadamu, karakter baikmu, dan perlakuan baikmu terhadap kerabatmu. Bukan itu, sepupu. Mungkin engkau memang melihat sesuatu.”

“Ya,” kataku, dan kemudian memberitahunya apa yang telah kulihat.

“Bersukacitalah, sepupu, dan berdirilah dengan teguh,” katanya, “Demi Dia, yang pada tangan-Nya jiwa Khadijah berada, aku berharap engkau menjadi Nabi umat ini.”

Kemudian dia bangkit, mengenakan pakaiannya, dan pergi menemui Waraqah bin Naufal bin Asad, yang merupakan sepupu dari pihak ayahnya. Dia telah menjadi seorang Kristen, membaca Kitab Suci, dan belajar dari Ahli Kitab Taurat dan Injil. Dia mengatakan kepadanya apa yang dikatakan oleh Rasulullah kepadanya bahwa dia telah melihat dan mendengar (perkataan Jibril).

Waraqah berkata, “Yang Maha Suci, Yang Maha Suci! Demi Dia yang di tangan-Nya adalah jiwa Waraqah, jika apa yang engkau katakan itu benar, Khadijah, telah datang kepadanya Namus teragung – maksudnya adalah Jibril – yang datang kepada Musa. (Itu berarti bahwa) Muhammad adalah Nabi umat ini. Katakan padanya untuk berdiri dengan teguh.”

Khadijah kembali ke Rasulullah dan memberi tahunya apa yang dikatakan Waraqah, dan ini sedikit mengurangi kecemasannya. Ketika beliau telah pulih (dari keterkejutan), dia kembali ke Makkah dan, seperti kebiasaannya yang biasa, pergi dulu ke Kabah dan bertawaf mengitarinya.

Waraqah bin Naufal bertemu dengannya ketika dia melakukan ini dan berkata, “Putra saudaraku, katakan padaku apa yang engkau lihat atau dengar.”

Rasulullah menceritakannya, dan Waraqah berkata kepadanya, “Demi Dia yang memiliki jiwaku, engkau adalah Nabi umat ini, dan telah datang kepadamu Namus teragung, dia yang datang kepada Musa. Mereka akan menyebutmu pembohong, menganiayamu, mengusirmu, dan melawanmu. Jika aku masih hidup ketika melihat itu, aku akan datang meminta bantuan Allah dengan cara yang Dia tahu.”

Kemudian dia mendekatkan kepalanya dan mencium bagian atas kepalanya. Rasulullah pulang dengan tekad yang telah diperkuat oleh apa yang dikatakan Waraqah dan dengan sedikit kelegaan atas kecemasannya.[2][3]

Jika memang Abu Bakar sempat berguru kepada Waraqah bin Naufal, maka berdasarkan riwayat di atas, – sebagaimana akan kita lihat nanti – semestinya pada waktunya dia mendapatkan berita bahwa Muhammad SAW adalah seorang Nabi, dia pun tidak akan ragu sedikitpun untuk membenarkannya, sebagaimana yang telah Waraqah lakukan. (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Khalid Muhammad Khalid, Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah, diterjemahkan oleh Mahyuddin Syaf (CV. Diponegoro: Bandung, 1984), hlm 28-29.

[2] Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk: Volume 6, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh W. Montgomery Watt dan M. V. McDonald (State University of New York Press: New York, 1988), hlm 71-73.

[3] Sementara banyak ahli hadis tidak meragukan riwayat pertemuan Khadijah dengan Waraqah bin Naufal, namun beberapa meragukan bahwa Waraqah sempat bertemu dengan Rasulullah seperti digambarkan dalam riwayat di atas. – W. Montgomery Watt dan M. V. McDonald dalam pengantar Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk: Volume 6.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*