Mozaik Peradaban Islam

Kisah Nabi Luth (9): Pengkhianatan Istri Luth

in Studi Islam

Last updated on October 12th, 2019 01:52 pm

“Dalam sejarah para nabi, pengkhiatan seorang istri nabi terhadap suaminya bukanlah pertama kalinya. Selain Nabi Luth, Nabi Nuh juga pernah mengalaminya.”

Lukisan istri Luth, pelukis dan tanggal tidak diketahui. Sumber: Public Domain

Ada banyak versi tentang kedatangan para malaikat di kota Sodom yang hendak menemui Nabi Luth, kali ini penulis akan menampilkan riwayat yang mengatakan bahwa mereka langsung menemui Luth, tidak menemui para putrinya terlebih dahulu.

Hudzaifah bin al-Yaman berkata:

Ketika para utusan (malaikat yang menyamar menjadi pemuda tampan) menemui Luth, mereka datang kepadanya ketika dia sedang menggarap sebidang tanahnya. Mereka telah diberitahu – tetapi Allah lebih tahu yang sebenarnya –  “Jangan hancurkan mereka sampai Luth bersaksi melawan mereka.”

Mereka mendatangi Luth dan berkata, “Kami mencari keramahtamahan (ingin bertamu/menginap) dari engkau malam ini.” Lalu dia membawa mereka.

Kemudian, setelah mereka berjalan selama satu jam, dia menoleh kepada mereka dan berkata, “Apakah kalian tidak tahu apa yang dilakukan orang-orang di kota ini? Demi Allah! Aku tidak tahu ada umat mana pun di muka bumi yang lebih keji daripada mereka.”

Dia melanjutkan (perjalanan) dengan mereka, dan kemudian mengatakan hal yang sama kepada mereka sekali lagi. Ketika seorang wanita tua jahat, istri Luth, melihat para utusan mendekat, dia pergi untuk memberi tahu orang-orang Sodom.[1]

Qatadah bin an-Numan berkata:

Malaikat menemui Luth ketika dia berada di salah satu ladangnya, dan Allah berkata kepada para malaikat, “Jika Luth bersaksi melawan orang-orang Sodom empat kali, Aku memberi kalian izin untuk menghancurkan mereka.”

Lalu mereka berkata, “Wahai Luth! Kami ingin keramahtamahan engkau malam ini.”

Dia berkata, “Apakah kalian tidak pernah mendengar tentang mereka (yaitu, tentang orang-orang Sodom)?”

Mereka bertanya, “Ada apa dengan mereka?”

Dia berkata, “Aku bersaksi demi Allah, ini adalah kota terburuk di dunia dalam perbuatannya.” Dia mengatakan itu empat kali, jadi (merupakan) kesaksian melawan mereka empat kali. Kemudian para malaikat memasuki rumahnya bersamanya.[2]

Kelanjutan dari peristiwa di atas adalah sebagaimana yang telah dibahas dalam artikel-artikel sebelumnya, yaitu orang-orang Sodom mengepung rumah Luth, memintanya untuk menyerahkan para pemuda tampan (malaikat) dan para malaikat mengungkapkan identitasnya kepada Luth, bahwa mereka diutus untuk mengazab umatnya.

Juga di dalam ayat-ayat Alquran, dan di dalam banyak riwayat, diungkapkan tentang pengkhianatan istri Luth. Mengenai hal ini, dalam sejarah para nabi, pengkhiatan seorang istri nabi terhadap suaminya bukanlah pertama kalinya. Nabi Nuh juga mengalaminya. Pengkhianatan istri Nuh dan istri Luth diabadikan di dalam Alquran:

Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir istri Nuh dan istri Luth. Keduanya berada di bawah dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu keduanya mengkhianati (suami) mereka berdua, maka keduanya tidak dapat membantu mereka berdua sedikit pun dari Allah; dan dikatakan: “Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk.” (Q.S at-Tahrim [66]: 10)

Baca Juga:

Quraish Shihab menjelaskan, bahwasanya pengkhianatan mereka sama sekali bukan seperti dugaan sementara orang, dalam arti mereka menyeleweng dan berzina, tetapi dalam arti tidak mempercayai kenabian mereka, atau berpura-pura menampakkan keimanan padahal keduanya kafir.

Dalam konteks ini asy-Sya‘rawi menyatakan: Jangan sekali-kali menduga bahwa istri-istri kedua nabi mulia itu bersikap angkuh kepada suami mereka, karena Allah dalam QS. at-Tahrim [66]: 10 menyatakan bahwa keduanya berada di bawah dua orang hamba di antara hamba-hamba Kami, yakni Nabi Nuh dan Nabi Luth, sehingga dengan demikian keduanya tunduk dalam kepemimpinan suami mereka.

Hanya saja karena persoalan iman dan kufur merupakan bagian dari kebebasan setiap individu, maka kedua nabi itu tidak memaksakan kehendak mereka walau terhadap istri-istri yang berada di bawah kekuasaan mereka. Persoalan percaya atau tidak percaya adalah persoalan setiap pribadi, tidak seorang pun dapat memaksakan kehendaknya.

Lihatlah — ucap asy-Sya‘rawi lebih lanjut — bagaimana Firaun penguasa perkasa itu tidak dapat memaksa istrinya untuk kufur sebagaimana yang dikehendakinya. Kisah tentang istri Firaun diungkapkan dalam kelanjutan ayat di atas yang berbunyi:

Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang beriman istri Firaun ketika dia berkata, “Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.” (Q.S at-Tahrim [66]: 11)

Asy-Sya‘rawi melanjutkan, karena soal kufur dan iman berada di luar kemampuan orang lain betapapun perkasa dan berkuasanya seseorang. Demikian juga kedua nabi mulia itu tidak dapat memaksa istrinya untuk beriman.

Batu istri Luth di pantai Laut Mati, Yordania (kanan, menjulang). Saat ini, beberapa kalangan berdasarkan penafsiran atas bibel, meyakini bahwa jasad istri Luth masih ada dalam bentuk batu. Dalam versi lainnya, batu istri Luth diyakini berada di Israel. Namun banyak juga kalangan yang meragukan kebenarannya. Foto: The Dead Sea

Thahir Ibnu ‘Asyur menduga bahwa istri Nabi Luth boleh jadi berasal dari penduduk negeri Sodom, tempat kaum Nabi Luth itu dibinasakan Allah. Istri ini beliau kawini ketika tiba di sana. Memang – tulisnya lebih jauh — Luth hidup cukup lama di negeri Sodom sampai istrinya yang pertama yang melahirkan untuknya dua putri meninggal dunia, dan baru setelah itu beliau kawin lagi, dan dari istri kedua ini beliau dianugerahi Allah dua orang putri yang lain.

Kedua putri Luth yang masih perawan dari istri kedua ini kelak akan ikut keluar bersama ayahnya dan diselamatkan Allah dan merekalah yang dinamai keluarga Luth di dalam Q.S al-Araf [7]: 83. Adapun kedua putrinya dari istri pertama, maka mereka mengikuti kehendak suami mereka yang enggan keluar sehingga mereka termasuk yang dibinasakan Allah SWT.[3]

Dalam ayat lainnya dikemukakan:

“Maka Kami selamatkan dia (Luth) beserta keluarganya semua, kecuali seorang perempuan tua yang termasuk dalam golongan yang tinggal.” (Q.S asy-Syuara [26]: 170-171)

Quraish Shihab menjelaskan, kata ajuz dalam ayat di atas berarti perempuan tua. Penyifatan istri Nabi Luth yang durhaka ini dengan kata “perempuan tua”, mengandung juga semacam penghinaan terhadapnya, karena biasanya perempuan — walaupun telah mencapai usia lanjut – tetap enggan dinamai perempuan tua.

Kata al-ghabirin terambil dari kata ghabara yang dapat berarti sesuatu yang telah berlalu, atau diam bertempat tinggal setelah ditinggalkan oleh teman atau kendaraan. Kedua makna ini dapat menjadi makna untuk kata yang digunakan ayat ini, yakni istri Nabi Luth termasuk orang yang diam di tempat tinggalnya, tidak keluar berhijrah atau bahwa dia termasuk salah seorang yang sudah berlalu bersama dengan mereka yang berlalu dan mati terkena siksa.[4] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk: Volume 2, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh William M. Brinner (State University of New York Press: New York, 1987), hlm 117.

[2] Ibid.

[3] Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Vol 5 (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm 164-165.

[4] Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Vol 10 (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm 124-125.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*