Mozaik Peradaban Islam

Kisah Nabi Nuh (10): Banjir Besar (2)

in Studi Islam

Last updated on September 1st, 2019 10:57 am

Nuh berkata kepada salah satu putranya, “Nak, ikutlah bersama kami!” Dia menjawab, “Aku akan lari ke gunung yang akan melindungiku dari air.” Dia sering berlindung di pegunungan ketika hujan besar turun, dan dia berpikir bahwa dia akan selamat.

Foto ilustrasi: Christians of Moddb

Suatu waktu Rasulullah SAW menceritakan tentang peristiwa yang terjadi kepada umat Nabi Nuh. Aisyah yang mendengarkannya, kemudian menyampaikan kembali kisahnya kepada Ayyash bin Abi Rabiah. Diriwayatkan oleh Ayyash bin Abi Rabiah, Rasulullah SAW berkata:

“Jika Allah hendak menunjukkan pengampunan kepada siapa pun di antara umat Nuh, itu akan diberikan kepada ibu dari anak kecil itu.”

Rasulullah melanjutkan, “Nuh menetap bersama umatnya selama 950 tahun, menyeru mereka kepada Allah. Kemudian pada akhir waktunya, dia menanam pohon yang tumbuh dan menyebar ke segala arah. Dia kemudian menebangnya dan mulai membangun sebuah bahtera (perahu/kapal).

“Orang-orang yang lewat bertanya kepadanya (apa yang dia lakukan). Dia menjawab, ‘Aku sedang membangun sebuah bahtera dari (pohon).’

“Mereka mengolok-oloknya dan berkata, ‘Engkau membangun bahtera di tanah kering !? Bagaimana ia akan melaju (di atas air)?’.

“Dia menjawab, ‘Kalian akan lihat.’.

“Ketika dia (Nuh) selesai (membangun bahtera) dan (air di dalam) tungku meluap, dan ada lebih banyak air di jalanan, ibu yang sangat mencintai anaknya yang masih kecil itu menjadi sangat ketakutan. Dia pergi ke gunung dan mendaki sepertiga darinya. Ketika air sampai di sana, dia naik dua pertiganya (dalam perjalanan ke atas).

“Ketika air mencapai dia lagi, dia naik ke puncak. Ketika air naik sampai ke lehernya, dia mengangkat anaknya dengan tangannya sampai air menyapunya. Jika Allah hendak menunjukkan pengampunan kepada siapa pun di antara mereka, itu akan diberikan kepada ibu dari anak kecil itu.”[1]

Sekarang mari kita lanjutkan kembali riwayat yang disampaikan oleh Ibnu Abbas pada artikel seri sebelumnya:

Allah berfirman kepada Nabi Muhammad, “Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku, yang berlayar dengan pemeliharaan Kami sebagai belasan bagi orang-orang yang diingkari (Nuh).” (Q.S 54: 13-14)

Bahtera itu mulai mengarung bersamanya (Nuh) dan mereka yang bersamanya di atas ombak yang menggunung. Ketika Nuh menyaksikan bahwa ancaman Tuhannya telah menjadi kenyataan, dia memanggil putranya, yang memisahkan diri (bersama orang-orang kafir), dan yang kemudian binasa bersama yang lainnya, “Nak, ikutlah bersama kami, dan janganlah bersama orang-orang kafir!”

Dia adalah orang malang yang diam-diam menjadi orang kafir. (Tetapi dia sekarang) berkata, “Aku akan lari ke gunung yang akan melindungiku dari air.” Dia sering berlindung di pegunungan ketika hujan turun, dan dia berpikir bahwa ini akan terjadi lagi.

Nuh berkata, “Tidak ada seorang pun hari ini yang dapat memberikan perlindungan dari azab Allah, kecuali bagi mereka yang Dia ampuni.” Kemudian gelombang datang kepada mereka, dan dia termasuk di antara mereka yang tenggelam.[2]

Menyambung riwayat dari Ibnu Abbas, Al-Tabari menjelaskan, “Air naik dengan sangat cepat dan, seperti yang diasumsikan oleh Ahli Kitab Taurat, naik 15 hasta (sekitar 7 m) di atas puncak gunung. Semua makhluk di muka bumi, setiap makhluk berjiwa atau (bahkan) pohon, lenyap. Tidak ada makhluk yang tersisa kecuali Nuh dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, juga Og bin Anak,[3] seperti yang diasumsikan oleh Ahli Kitab. Waktu antara Allah mengirimkan Air Bah dan surutnya air adalah enam bulan dan sepuluh malam.”[4]

Alquran mengabadikan momen-momen di atas dalam ayat, “Dan Nuh berkata, ‘Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’

“Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil, ‘Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.’

“Anaknya menjawab, ‘Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!’ Nuh berkata, ‘Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.’ Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (Q.S 11: 41-43). (PH)

Bersambung….

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk: Volume 1, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Franz Rosenthal (State University of New York Press: New York, 1989), hlm 355-356.

[2] Ibid., hlm 361.

[3] Figur ini merupakan kombinasi dari nama-nama yang tercantum dalam Alkitab: Og dari Bashan adalah raja dari para raksasa, dan Anakim putra Anak adalah raksasa juga. Menurut Al-Tabari, Og memiliki tinggi 800 hasta (sekitar 366 m).

[4] Ibid.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*