Mozaik Peradaban Islam

Kisah Nabi Nuh (4): Nabi Kaum Miskin

in Studi Islam

Last updated on August 24th, 2019 07:19 am

Pada usia 480 tahun Nuh diutus. Orang-orang mendengarkan perkataan Nuh dalam diam. Apa yang diucapkannya menghantam pikiran mereka yang telah membeku. Meski sepi perhatian, diam-diam orang-orang miskin tersentuh hatinya.

Ilustrasi Nabi Nuh sedang berdakawh. Foto: holyspiritspeaks

Allah SWT mengutus Nabi Nuh AS menjadi rasul pertama bagi umat manusia. Ibnu Abbas mengatakan, ketika Nuh diutus, usianya sudah 480 tahun.[1] Allah SWT berkata kepada Nuh, “Peringatkanlah kaummu akan ancaman Allah atas kekufuran dan kemusyrikan mereka sebelum datang kepada mereka siksa yang pedih.”[2]

Nuh adalah seorang pembicara yang sangat fasih, dan dia juga sangat sabar dalam menghadapi kaumnya. Dia menjelaskan kepada mereka tentang misteri kehidupan dan keajaiban alam semesta. Dia menjelaskan bagaimana malam itu secara teratur diikuti oleh siang, dan bahwa keseimbangan ini dirancang oleh Allah SWT untuk kebaikan manusia.

Dia juga menjelaskan, bahwa malam dirancang sedemikian rupa untuk menjadi teduh agar manusia bisa beristirahat, sementara itu siang memberi kehangatan agar mereka dapat beraktivitas. Matahari mendorong pertumbuhan dan menjaga seluruh tanaman dan hewan agar dapat tetap hidup, sementara bulan dan bintang membantu dalam perhitungan waktu, arah, dan musim.

Dia lalu menekankan bahwa langit dan bumi adalah milik Sang Pencipta, Sang Ilahi. Karena itu, dia menjelaskan kepada orang-orang ini, bahwa tidak mungkin ada lebih dari satu Tuhan. Dia memberi tahu mereka, bagaimana Iblis telah begitu lama mengelabui, dan bahwa sekarang saatnya telah tiba agar pengelabuan ini berhenti.

Nuh berbicara kepada mereka tentang bagaimana sebenarnya Allah memuliakan manusia, bagaimana Dia telah menciptakan, memberi rezeki, dan menganugerahi akal untuk mereka. Dia menambahkan, bahwa menyembah berhala adalah ketidakadilan yang menyesakkan pikiran. Dia memperingatkan mereka untuk tidak menyembah siapa pun selain Allah dan menggambarkan hukuman mengerikan yang akan dijatuhkan Allah jika mereka terus melakukan keburukan-keburukan.[3]

Nuh berkata, “Hai kaumku, yang aku adalah bagian dari kalian, sesungguhnya aku untuk kamu secara khusus adalah pemberi peringatan yang menjelaskan tentang adanya siksa yang pedih jika kamu mengabaikan tuntunan-Nya.

“Peringatan itu adalah: Sembahlah Allah, bertakwalah kepada-Nya, yakni hindari jatuhnya siksa-Nya dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dan karena kamu tidak dapat menerima petunjuk-Nya secara langsung sedang aku dipilih-Nya sebagai utusan-Nya, maka taat jugalah kepadaku.

“Kalau kamu melakukan itu semua, niscaya Allah atas rahmat dan karunia-Nya akan mengampuni sebagian dosa-dosa kamu dan menangguhkan kamu, yakni memanjangkan usia kamu guna kemaslahatan kamu sampai ke waktu yang ditentukan bagi kematian setiap pribadi, dan kalau tidak demikian, maka Allah akan menjatuhkan siksa yang membinasakan kamu semua sekaligus.

“Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang, maka ia tidak dapat ditangguhkan. Adapun kalau belum datang, maka bisa saja Dia menundanya sebagai dampak doa, atau silaturrahim, atau upaya-upaya kamu yang direstui-Nya. Kalau kamu dari saat ke saat mengetahui tentang hal-hal tersebut, niscaya kamu akan taat kepada Allah dan mematuhi tuntunanku.”[4]

Orang-orang mendengarkan perkataan Nuh dalam diam. Apa yang diucapkannya menghantam pikiran mereka yang telah membeku. Perumpamaan kata-kata Nuh: Orang-orang tersebut sedang tertidur lelap, lalu tiba-tiba tembok rumah mereka runtuh, yang mana membuat mereka terbangun dan menyelamatkan diri dengan sekuat tenaga.

Orang-orang ini mungkin menjadi khawatir mendengar perkataannya, atau bahkan malah menjadi marah, meski tujuan Nuh sebenarnya adalah untuk menyelamatkan mereka.

Setelah diberi peringatan, umat Nuh menjadi terbagi ke dalam dua kelompok. Kata-kata Nuh berhasil menyentuh hati orang-orang yang lemah, miskin, dan sengsara. Kalimat-kalimat Nuh telah menenangkan luka hati mereka dengan belas kasihan.

Sementara itu orang-orang kaya, kuat, perkasa, dan para penguasa, merespon Nuh dengan dingin dan penuh dengan ketidakpercayaan. Mereka yakin bahwa akan lebih baik jika keadaan tetap seperti sebagaimana adanya, mereka tidak menginginkan perubahan. Oleh karena itu mereka memulai perang kata-kata untuk melawan Nuh.

Hal pertama yang mereka katakan adalah bahwa Nuh sama seperti halnya dengan mereka, yakni manusia biasa. Mendengar itu, Nuh tidak menyangkalnya, dia menegaskan bahwa, memang, dia hanya manusia, dan dia tidak pernah mengatakan hal lain selain itu. Dia menjelaskan, bahwa Allah telah mengirim utusan seorang manusia karena bumi dihuni oleh manusia. Jika bumi dihuni oleh para Malaikat, maka Allah akan mengirim utusan Malaikat.

Pertentangan antara kaum musyrik dan Nuh terus berlanjut, para penguasa awalnya berpikir bahwa seruan Nuh akan segera menghilang dengan sendirinya. Ketika mereka menemukan bahwa ternyata seruan Nuh berhasil mencapai orang-orang miskin, lemah, dan kaum pekerja, mereka mulai menyerang dan menghinanya dengan kata-kata, “Engkau hanya diikuti oleh orang-orang miskin, lemah, dan tidak berguna.”[5]

Alquran mengabadikan momen ini dalam sebuah ayat, “Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: ‘Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta’.”. (Q.S 11: 27).[6] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk: Volume 1, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Franz Rosenthal (State University of New York Press: New York, 1989), hlm 355.

[2] Tafsir Alquran Surat Nuh Ayat 1, lihat Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Vol 14 (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm 470-458.

[3] Ibnu Katsir, Qisas Al-Anbiya, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Muhammad Mustapha Geme’ah (Darussalam: Riyadh, e-book version), Chapter 3, Prophet Nuh (Noah).

[4] Tafsir Alquran Surat Nuh Ayat 2-4, lihat Quraish Shihab, Loc.Cit.

[5] Ibnu Katsir, Loc.Cit.

[6] Alquran Surat Hud ayat 27, lihat Tafsir al-Jalalayn, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Dr Feras Hamza, D.Phil (2017, Royal Aal al-Bayt Institute for Islamic Thought, Amman, Jordan), dalam www.altafsir.com.   

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*